Home / Sci-Fi / Luxavar, Negeri di Dasar Samudera / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Luxavar, Negeri di Dasar Samudera: Chapter 51 - Chapter 60

81 Chapters

Gereja Tua

Di dalam kedalaman laut Luxavar, dua bocah laki-laki dan perempuan tengah mengutak-utik alat pemancar di hadapan mereka masing-masing. Sudah seharian mereka bertempur melawan kesabaran dalam upaya mencari sinyal keberadaan Likos. Mereka hampir menemukan sinyal ke daratan, tapi masih menunggu jawaban karena belum ada balasan dari Likos.Hingga pada suatu pagi yang cerah di Luxavar dan senja di daratan, Likos membawa serta Brevis dan Fibrela menuju ruang observasi Likos di sebuah ruangan gereja tua di Menson. Letak gereja itu tepat di atas puncak bukit dengan ladang-ladang jagung di bawahnya, serta aliran sungai yang membelah jalan menuju sisi lerengnya yang terjal.Bagian dalam gereja itu hanyalah sebuah ruangan dengan barisan kursi kosong. Pada salah satu sisi gedung terdapat lorong sempit yang mengantar mereka memasuki bagian yang lebih tersembunyi dari gereja tadi. Gereja itu tidak diberi perawatan secara khusus karena selain umatnya yang sedikit, para biarawan yang
Read more

Kejanggalan

“Kalian dari mana?” tanya Nod sinis. Dia seperti biasa selalu dipenuhi perasaan curiga. Dia mengintrogasi Fibrela sebelum dia sampai di muka pintu itu.Fibrela menatapnya kesal. Dia mencoba menerobos masuk, tapi Nod menghalanginya.“Kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Nod.“Sudahlah, Nod. Jangan paksa dia,” kata Likos menenangkan. “Semakin kau paksa, dia semakin tidak mau mengatakannya padamu.”“Kemarin dia pergi ke reruntuhan rumah itu. Entah hari ini kalian sudah menjelajah ke mana, heh?” tanya Nod masih tidak mau membiarkan Fibrela masuk.Fibrela pun tetap kekuh menyingkirkan tubuh Nod dan mendorong tubuhnya masuk.“Kalaupun aku mengatakannya, kau tetap tidak akan percaya, kan?” kata Fibrela. “Kalau aku bilang aku ke gereja, kau percaya?”“Untuk apa kau ke gereja?” tanya Nod.“Aku ingin berdoa. Puas?” tandas Fibrela
Read more

Hilang Arah

“Brevis, kau lihat ini!” ujar Likos ketika mereka sudah tiba di ruang observasi Likos.“Aku sudah yakin, ini pasti terjadi. Sekarang apa yang mesti kita lakukan?” tanya Brevis.“Kita mesti memberitahu Para Kanselir agar segera mengungsikan semua Atlic yang ada di Luxavar,” kata Likos.“Tidak bisa. Kita bahkan buronan di Luxavar,” jawab Brevis. “Mregelen sudah tahu?”“Belum. Aku baru berhasil melakukan perhitungan kemarin. Fibrela masih meragukan hal ini kemarin, jadi kubawa kau ke sini hari ini. Untuk memastikan kebenarannya,” kata Likos.Keduanya sibuk mengamati layar di hadapannya dengan serius. Likos masih terus melakukan panggilan kepada Edvard.“Mereka belum menjawab,” ujar Likos agak kesal. “Kenapa di saat seperti ini mereka tidak menjawab?”“Aku rasa Para Kanselir mencurigai mereka,” kata Brevis.“Tidak mungk
Read more

Penculikan

Fibrela terbangun dalam sebuah mobil. Tangannya terikat. Dia bisa melihat orang yang menyetir di depannya adalah Minos. Rambut klimis yang dikonde ke belakang dan kaca mata tebal yang menempel di wajahnya tergambar jelas dari kaca depan mobil. Ada bengkak kemerahan di bagian pipi dan leher yang terlihat samar-samar oleh Fibrela. Fibrela menatap sekelilingnya mencoba mencari jalan keluar.Kepalanya terasa nyeri hebat. Dia dalam perjalanan yang tidak diketahui di mana. Suara hujan dan guntur bergemuruh di luar. Embun membasahi kaca mobilnya. Fibrela bergerak dalam diam. Apa pun yang terjadi, dia harus keluar dari mobil ini. Namun, apa alasan Minos membawanya seperti ini?Fibrela meraih pintu mobil dan mencoba membuka kuncinya saat petir menggelegar. Tanpa ragu Fibrela melompat turun. Dia tidak peduli hal yang akan dihadapinya di luar. Minos sentak menghentikan mobilnya beberapa meter dari lokasi Fibrela keluar. Fibrela menghantam tubuhnya ke semak di pinggir jalan sebelu
Read more

Interogasi

Sesampai di rumah, Likos dan Brevis berbaris dengan tatapan penuh tanya. Nod menuntun Fibrela memasuki kamarnya. Mereka tak berbicara sepatah kata pun. Hanya Brevis sempat melirik kecil ke arah Fibrela.Fibrela memasuki kamarnya dengan gontai. Dia perlu membersihkan tubuhnya dari lumpur di jalan tadi. Nod akan makin menginterogasinya jika melihat keadaannya seperti ini. Vabian membawa nampan makanannya ke arah Nod.“Mengapa kau tak menungguku?” tanya Nod mengambil tempat duduk di samping Fibrela.Fibrela diam beberapa saat.“Kau kabur?” tanya Nod lagi. “Mengapa kau melakukannya?”“Nod, bisakah aku tak perlu ke tempat itu lagi?” tanya Fibrela akhirnya.Nod meraih piring berisi potongan makanan dan menatap Fibrela serius. Dia mengamati sekujur tubuh Fibrela dan menemukan luka baru yang terbentuk di kedua tangannya.“Siapa yang membuat luka ini, Fibrela?” tanya Nod.Fibre
Read more

Hutang Piutang

Langit yang mendung menyambut pagi mereka hari itu. Nod bergegas menyalakan mobilnya setelah berhasil mengatur rencana kerja dalam kepalanya. Hal pertama yang akan dilakukannya adalah menuntut pihak sekolah tentang hal yang terjadi pada Fibrela kemarin.Fibrela duduk dalam diam memandangi sekeliling jalan dari kaca jendela mobil.“Kau mau memarahi mereka?” tukas Fibrela tanpa perlu menebak.Nod tak menjawab melainkan langsung duduk di depan setirnya.“Aku tak memerlukan hal itu, Nod. Aku hanya ingin keluar dari sana. Lagian aku tak akan berada di sini terlalu lama,” kata Fibrela ketika Nod hendak menyeret roda mobilnya ke jalan.“Dan kau bisa mewartakan kisah burukmu selama di daratan kepada para atlic. Lalu, para atlic semakin mencemooh manusia daratan dan kami makin ditindas di Luzavmu?” sergah Nod tanpa berpikir.Fibrela diam tak membalas. Penilaian Nod terhadap dirinya—sebagai atlic—seperti
Read more

Penemuan Besar

Mentari pagi Luxavar bertengger di ufuk timur. Mregelen menimbang secarik kertas di hadapannya. Mereka hampir tidak memiliki benda seperti itu lagi, sehingga keberadaannya merupakan hal yang langka. Dari penampakannya, kertas itu sama seperti kertas lainnya di daratan. Ada stempel Museum Paranis di sudut bawahnya. Di bagian tengahnya terdapat tulisan dan beragam garis saling berpotongan. Judul yang terbaca pada sisi atasnya bertuliskan, “Selubung Kaca Luxavar”.Mregelen masih mengutak-atik tulisan tadi sambil menatap layar di hadapannya. Terlihat dia sudah frustasi dengan secarik kertas tadi. Masih bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba lampu di layar tersebut berkedip. Wajah seseorang tampil di hadapannya.“Likos?” panggil Mregelen penuh harap.“Maaf baru bisa menghubungimu sekarang. Kami sibuk mencari Fibrela kemarin,” kata Likos.“Apa yang terjadi?” tanya Mregelen.“Ada beberapa konflik di sek
Read more

Selubung Luxavar

Mregelen melangkah cepat menuju sebuah aula besar berpilar tinggi di Museum Paranis. Dia tahu walau tidak akan membuahkan hasil, setidaknya dia sudah memastikan tidak ada jawaban yang bisa dia temukan di tempat ini.“Profesor Trufer, ada yang bisa kami bantu?” tanya salah satu wanita paruh baya di sudut ruangan museum tadi.“Aku butuh akses ke Luxavar abad ketiga,” kata Mregelen.“Ya, tentu saja. Lewat sini,” ucap wanita tadi memimpinnya ke lorong yang lebih panjang di belakang aula tadi.Lorong panjang berbatu ini seperti lorong di Luxavar kebanyakan, bisa berpendar menimbulkan cahaya. Tidak ada hiasan atau lukisan di sepanjang lorong. Hanya ada deretan pintu berbentuk oval yang bertuliskan peninggalan berbagai jaman tentang Luxavar.“Jika boleh tahu, apa yang sedang Anda cari?” tanya wanita tadi.“Aku ingin tahu tentang ini,” kata Mregelen memperlihatkan secarik kertas yang bertul
Read more

Serangan Malam Hari

Fibrela meraih makanan yang sudah disajikan Vabian di meja makan. Senang akhirnya Vabian memasak makanan Luxavar. Dia sudah merindukan Alocasia pelintir itu. Dia selalu menahan rasa memuakkan dari makanan di daratan. Tanpa kehadiran Nod, Fibrela bisa mengisi perutnya dengan menu terlarang tadi. “Wah, makanan pelintir ini lagi.” Likos juga ikut-ikutan bersemangat mendapati menu baru ini di meja makan mereka. “Aku hampir lupa bagaimana rasanya.”“Kalau begitu ingat-ingat lagi, sebelum kau terkejut,” kata Vabian. “Beberapa hari ini kan kalian selalu makan makanan daratan.”Saat satu batang alocasia tadi sampai di mulut Likos, wajahnya berubah drastis. “Ini bukan alocasia. Kau benar-benar jahat Vabian.”Vabian hanya tersenyum kaku mendapat keluhan tersebut. “Profesor Gainkline yang membawakannya.”“Haha… kupikir rasa alocasia ini mirip rasa daun
Read more

Tahanan Luxavar

Cuaca mendung mengantar kedatangan Nod hingga ke depan pintu rumahnya. Pria itu melangkah perlahan seraya menoleh ke segala sisi rumah tersebut.“Apa yang sudah mereka lakukan pada rumahku?” tanyanya dalam hati.Atap ruang makannya runtuh menimpa meja makan yang masih separuh dihabiskan. Pecahan kaca dan serpihan kayu bertebar ke sekeliling lantai. Tetesan hujan merembes masuk menciptakan genangan air di ruang tengah. Bau busuk sayuran basi menyeruak dari sekeliling meja yang sudah hancur terbelah-belah.Seisi rumah seperti baru dibombardir angin puting beliung, padahal dia baru meninggalkan rumahnya selama tiga hari. Semua pintu juga tidak terkunci, sehingga siapa saja bisa masuk dan mengobrak-abrik isi rumah. Namun Nod tidak peduli dengan semua ini karena kini dia mencari keberadaan orang yang bisa menjelaskan padanya apa yang tengah terjadi pada rumahnya ini.Nod meraih sisa makanan yang berjatuhan tadi dan mengamati makanan ini tampak tida
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status