Home / Romansa / Jerat Ambisi Cinta sang Dokter / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Jerat Ambisi Cinta sang Dokter: Chapter 21 - Chapter 30

200 Chapters

BAB 21

Indira mengamati dengan seksama satu persatu nama yang tertulis dalam daftar itu. Semua dia telusuri, dia catat bila namanya ada unsur RA di depan maupun di belakang. Indira benar-benar penasaran, seperti apa wanita yang sudah membuat suaminya sampai tergila-gila dan begitu tega terhadap dirinya.Mulai dari cleaning servis sampai dokter spesialis, semua Indira telusuri, hanya ada beberapa nama yang mengandung unsur itu..Ratna. Andhara. Ramona. Radista. Ristra dan yang terakhir Amara.Tapi mungkinkah orang-orang ini yang menjadi gundik suaminya? Indira mulai berpikir, pulpen yang ada di tangannya ia ketuk-ketuk di meja. Ia kenal betul dengan beberapa orang yang namanya berhasil dia temukan dan dia tulis di selembar kertas.Ratna, perempuan bernama lengkap Ratna Anggasari ini tentu tidak mungkin menjadi gundik Arga, mengingat dokter spesialis paru ini usianya sudah hampir lima puluh tahun. Dan laki-laki model Arga begitu tidak mungkin penyuka wanita paruh
Read more

BAB 22

Tissa menatap Indira dengan seksama, terkekeh sebentar sambil geleng-geleng kepala. Angin apa yang membuat Indira menanyakan hal itu? Bukankah itu sudah lama sekali? Rentang waktu dari preklinik sampai mereka bisa jadi spesialis seperti saat ini.  "Kok tanya soal itu, kalian baik-baik saja, bukan?" tentu itu yang Tissa tanyakan, bukan?  Indira mendesah, "Aku sedang ada masalah, Tiss." "Dengan Arga?" mata Tissa membulat, Indira hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.  "Masalah apa? Jangan bilang kalau-." "Bahkan sejak kita menikah pertama kali, dia sudah berselingkuh, Tis." Indira tersenyum getir, matanya memanas, ia sampai harus menundukkan wajah agar tidak menitikkan air mata di depan Tissa.  Tissa tertegun dengan mulut setengah terbuka. Sebagai wanita yang pernah dikhianati suami, Tissa mengerti betul bagaimana terlukanya perasaan Indira. Arga selingkuh sejak mereka menikah dulu? Edan laki-laki itu! 
Read more

BAB 23

"A-aku ... aku pengen kita bicara empat mata setelah aku diizinkan dokter pulang nanti."Arga menghela nafas panjang, kepalanya mendadak pening. Dari nada bicara dan rentetan kalimat yang sejak kali keluar dari mulut itu, Arga tahu betul Clara masih begitu kecewa dan marah kepadanya. "Kabari kalau kamu sudah boleh pulang, Sayang. Aku jemput." rasanya Arga ingin lari ke tempat Clara saat ini juga, kalau saja rumah sakit tempat Clara dirawat bukan rumah sakit tempat banyak sejawat papanya dinas. "Tidak perlu repot-repot, Ga. Aku masih harus urus mobil di bengkel. Akan aku kabari kalau aku sudah di apartemen."TutTanpa menunggu Arga menjawab, Clara sudah memutuskan sambungan telepon. Arga meletakan ponselnya, memijit pelipis dengan perlahan sambil menghela nafas panjang. Kira-kira apa yang hendak Clara bicarakan? Jangan bilang kalau dia hendak meninggalkan Arga, tidak! Tidak akan Arga biarkan. "Kamu tidak akan pernah bisa kem
Read more

BAB 24

Clara menatap kemeja yang dia kenakan. Kemeja lengan panjang yang agak kebesaran itu berpadu dengan celana jeans warna biru tua. Untuk celananya pas, agak sempit malah di bagian paha, tapi untuk kemeja itu sedikit lebih besar. Entah mengapa, justru baju-baju ini memberi kesan mendalam di dalam hati Clara. Ia menatap wajahnya di cermin, perban itu masih menutupi pelipisnya. Membuat Clara sedikit risih dan terganggu dengan penampilannya sekarang. Apa komentar Morgan mengenai benda yang membuat penampilannya menjadi sedikit aneh.Ah! Kenapa jadi dia terlalu memperhatikan penampilan dan terlalu mengkhawatirkan apa pendapat dan pandangan Morgan terhadap penampilannya?Clara menghela nafas panjang, ada sesuatu dalam dirinya yang menekan perasaan itu kuat-kuat.'Kamu kotor, Ra! Kamu bukan wanita baik-baik. Laki-laki itu nampak laki-laki yang sangat baik dan kamu tidak pantas untuk dia!'Menyesal? Tentu Clara menyesal sudah terjerumus dalam hidup abu
Read more

BAB 25

Arga mendecih, "Lapor apa dia padamu?"Kembali Tissa tertawa, menepuk lengan Arga dengan sedikit keras. Ia nampak mendekatkan wajah ke arah Arga, membuat Arga sontak mundur menjauhi Tissa. "Lapor? Tidak ada istilah lapor di antara para wanita, Ga. Kita hanya saling berbagi cerita dan support satu sama lain." desis Tissa lirih.Kini Arga membeku di tempatnya berdiri, sementara seringai tajam itu masih tergambar di wajah Tissa, nampak begitu menikmati raut wajah pias Arga. "Kau tahu, Ga? Sesuatu yang nampak tidak berarti di matamu, bisa jadi dia begitu berarti di mata orang lain."Arga sontak tertawa, mengusap wajah dengan satu tangan. "Aku peduliku? Sudahlah, jangan terlalu suka mencampuri urusan rumah tangga orang, Tiss." Arga mencoba melawan, apa hak Tissa ikut campur? "Tidak, aku tidak bermaksud ikut campur, hanya saja aku memperingatkan mu, Ga. Jangan sampai penyesalan itu datang terlambat dan menghancurkan kamu perlahan
Read more

BAB 26

Arga mengeram, tangannya mengepal kuat. Nafas dokter jantung itu naik-turun. Bukan ... bukan karena menahan gairah, tetapi karena menahan amarah. Kalau saja yang duduk di depannya ini bukan perempuan, Arga sudah meraih kerah kemeja lalu memukulinya sampai babak belur. Namun sekali lagi, sayangnya dia perempuan, lebih parahnya lagi, dia menyandang status sebagai isteri Arga! Pasalnya akan cukup berat kalau sampai Arga nekat memukuli Indira saat ini juga. Oh ya, jangan lupakan satu hal, rumah sakit ini milik bapaknya, tentu Arga makin tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku tengah mencari tahu siapa sebenarnya wanita itu, Ga. Dan kau tahu apa yang akan kulakukan padanya?" suara Indira terdengar begitu mengancam, membuat Arga makin terbakar emosi. "Aku sudah peringatkan kepadamu, bahwa jangan pernah menyentuhnya, In!""Sayangnya aku begitu ingin melakukan itu, Sayang!" Indira melipat tangannya di dada, kini dia sadar bahwa dia sebenarnya punya kekuatan yang ti
Read more

BAB 27

"APA?" Clara berteriak, sedetik kemudian ia tersadar dan refleks menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Matanya menatap Rudi yang nampak nyengir lebar, sudut matanya menatap Morgan yang sejak tadi serius mengobrol bersama admin bengkel itu sontak menatapnya dengan alis berkerut. "Kenapa, Ra? Ada masalah?" tanya Morgan begitu penasaran. "Ah ... ti-tidak, tidak apa-apa." Clara nyengir lebar, sungguh bukan salahnya kalau dia sampai berteriak histeris macam tadi. Morgan mengangguk, kembali serius membicarakan sesuatu bersama laki-laki itu. Clara menoleh menatap Rudi yang juga menatapnya sambil menahan tawa. "Jadi Ferrari itu mobil Morgan? Yang dipakai buat tabrakan sama aku?" tanya Clara yang berharap bahwa mobil itu bukan mobil Morgan. "Iya, itu mobilnya pak Bos, Mbak." jawab Rudi padat, singkat dan jelas. Clara kembali melongo, mobil Morgan sekelas Ferrari dan dengan begitu sombong kemarin Clara menawarkan h
Read more

BAB 28

Sedan mewah itu berhenti di area parkir basement apartemen yang Clara tempati, sebuah unit apartemen yang berada di barat kota, sedikit terpinggir memang, tetapi dekat dengan beberapa obyek wisata tersohor. Morgan melepaskan seat belt, menoleh ke arah Clara yang masih bengong di tempatnya duduk. Dia tahu apa yang ada di dalam pikiran wanita itu, pasti dia khawatir dan takut kekasihnya tahu jika Morgan mengantarkan dia pulang, bukan? "Ra, kita sampai. Unitmu di lantai berapa?"Clara tersentak, ia menoleh dan membalas tatapan Morgan. Tersenyum kikuk lantas melepaskan seat belt yang dia kenakan. "Lantai tiga," jawab Clara ragu-ragu. "Kamu beneran mau mampir?"Tawa Morgan pecah, ia terbahak sejenak lantas menggeleng perlahan. "Kamu beneran takut banget ya kalau pacar kamu tiba-tiba datang dan aku ada di apartemen mu?""Bu-bukan begitu!" Clara sontak menggeleng, tampak Clara menghela nafas panjang, menatap lurus ke depan. "Seben
Read more

BAB 29

"Karena kamu terlalu mengedepankan egomu, Ga. Kamu terlalu memikirkan kepentinganmu sampai tega mengorbankan diriku, merenggut kebebasanku."Sunyi. Arga mengepalkan tangan, menghirup udara sebanyak-banyaknya guna memastikan suplai oksigen ke otaknya tercukupi. Terlalu egois? Begitu yang hendak Clara katakan? Tapi Arga melakukan itu karena dia tidak ingin sampai kehilangan Clara. Karena Arga begitu mencintai Clara!"Tunggu aku di apartemen, kita bicarakan dan perjelas semua!"Tut! Kini Arga yang lebih dulu mematikan sambungan telepon itu. Meletakkan ponsel mahalnya dengan gusar. Ia mencengkeram pelipisnya dengan sedikit kuat, kenapa semuanya jadi seperti ini? Arga meraih kembali ponsel itu, bangkit dan bergegas melangkah keluar dari ruang prakteknya. Baru sampai di depan ruangan itu, insting Arga merasakan bahwa ada yang tengah mengawasi dirinya. Arga menoleh dan menatap ke sekitar. Sepi, hanya ada beberapa perawat tampak te
Read more

BAB 30

Clara dirundung ragu, ia berpikir sejenak sebelum mengangkat panggilan itu. Kenapa dia makin lama makin tidak pantas untuk laki-laki ini? Tapi apakah benar perasaan yang dia miliki ini cinta? Dia jatuh cinta pada Morgan? Secepat itu? Ah! Clara menepis semua perasaan tidak menentu yang dia rasakan ini, dengan mantab dia mengangkat panggilan dari laki-laki itu. "Hallo?" Clara berusaha mengenyahkan isaknya yang keluar efek perdebatan yang terjadi antara dia dan Arga tadi. "Bisa keluar, Ra? Aku di depan pintu apartemen mu."Mata Clara sontak membelalak, ia sampai melonjak dari posisi santainya karena kaget. Mulutnya ternganga, Morgan ada di depan pintu apartemennya? Dengan secepat kilat Clara bangkit, menerjang pintu kamarnya sampat terantuk sudut mini bar yang ada di depan pintu kamar."Aduh!" Clara menggaduh, hanya sebentar karena ia kemudian fokus berlari menuju pintu. Begitu sampai di depan pintu, Clara menghela nafas
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status