Semua Bab Akibat Cinta Terlarang: Bab 21 - Bab 30

50 Bab

Benci

Ponsel Gilang bergetar, sebuah pesan masuk dari Mia memintanya datang menemaninya di ruang operasi. Namun Gilang tak menjawab, pikirannya kacau menghadapi kepergian papanya ditambah lagi dengan ucapannya sebelum meninggal."Om, temani aku di ruang operasi. Gilang nggak tahu ada di mana, aku takut Om." Mia juga mengirim pesan pada ponsel Dirga dan dibaca oleh Gilang."Sebentar." Gilang membalas pesan Mia di ponsel papanya."Terima kasih, Sayang."  Balasan Mia membuat Gilang membelalakkan mata."Sayang, Mia memanggil Papaku Sayang?"  Perasaan Gilang berubah menjadi curiga.Akhirnya Gilang memeriksa ponsel Dirga, jantungnya seakan berhenti berdetak membaca deretan percakapan romantis antara Papa dan istrinya."Mia, Papa --- kalian ---"Gilang baru sadar arti ucapan papanya sebelum pergi, rupanya ini yang telah mereka lakukan selama ini di belakangnya. Mereka telah menjalin kasih terlarang, pria itu kembali menangis tersedu, buk
Baca selengkapnya

Berpisah

Gilang terbangun saat mendengar panggilan Bibi di luar kamar, dia menggeliat hingga tulang di tubuhnya berbunyi, tidur sambil duduk membuat badannya terasa sakit semua. Ia berdiri lalu berjalan membuka pintu."Ada Mas Robi di bawah," ucap Bibi saat Gilang membuka pintu."Terima kasih, Bi. Aku mau mandi dulu." Gilang berlalu ke kamarnya sendiri sambil menguap.Tidur semalam benar-benar tidak bisa menggantikan rasa lelahnya, bukan hanya tubuh tapi batin yang lebih lelah dari raganya.Hari ini dia akan ke rumah sakit membawa pulang bayi itu juga mengakhiri hubungannya dengan Mia. Kalau tidak ingat dosa ingin rasanya Gilang mencekik wanita itu biar ikut mati bersama kekasihnya, akan tetapi dia akan membalas perbuatan Mia dengan memisahkan dia dari putranya.Kamu mengkhianati ku sekian tahun, aku akan menyiksamu seumur hidup! geram suara hati Gilang dipenuhi rasa dendam.Setelah berpakaian rapi Gilang turun menemui Robi yang sudah menunggu di rua
Baca selengkapnya

Terluka

Bukan hal mudah bagi seorang pria merawat bayi meskipun ada suster dan pembantu di rumah. Apa lagi ia sangat membenci bayi itu, Gilang tak pernah mau melihat bayi itu sejak dibawa pulang ke rumah."Suster bawa ke belakang kalau dia nangis!" teriak Gilang saat mendengar bayi itu menangis."Baik, Pak." Suster berlari ke belakang lalu menutup pintu agar tangis bayi itu tak terdengar oleh Gilang.Sejak ada bayi di rumah Gilang sering pulang larut malam, dia sengaja menghindar agar bertemu dengan bayi itu. Emosinya meluap saat melihat atau mendengar suaranya.Sedangkan Mia sendiri tak kalah terpuruk, setiap hari dia menangis tak keluar dari kamar meratapi putranya. Ditambah lagi saat air susunya keluar dia merasa benar-benar tersiksa.Beberapa kali Ratih mencoba mendatangi rumah Gilang, memohon agar bisa melihat cucunya, tetapi penjaga rumah tidak pernah mengizinkannya masuk."Maaf, Bu. Saya hanya menjalankan perintah," ucap penjaga untuk kesekia
Baca selengkapnya

Pertemuan singkat

Usia bayi Mia sudah tiga bulan, sampai sekarang Gilang belum memberi nama bayi itu. Dia bahkan belum menggendong bayi itu sejak berada di rumah.Jangankan menggendong melihat saja dia malas, ia sengaja menghindar karena takut khilaf dan berbuat hal gila lalu mencelakai bayi itu."Maaf, Mas. Dedek sudah tiga bulan, Mas Gilang belum memberi nama, jadi siapa namanya?" Bibi memberanikan diri menanyakan nama untuk bayi itu."Terserah Bibi, mau kasih dia nama apa!" sahut Gilang ketus."Lo, kok terserah Bibi, Mas Gilang 'kan ayahnya!""Dia bukan anakku!" Gilang membelalakkan mata."Astagfirullah, Mas. Jangan begitu, kasihan anaknya." Bibi mengelus dada.Gilang meninggalkan Bibi, ia enggan membahas bayi itu. Surat kelahiran juga tidak diurus, Bibi diam-diam mengadukan itu pada Mia."Biar aku yang urus, Bi. Terima kasih, nanti kukirim ke rumah kalau sudah jadi suratnya." Mia membalas pesan Bibi padanya.Mia langsung mengurus akta
Baca selengkapnya

Peringatan

Bintang sudah tumbuh menjadi bocah lucu, saat ini dia berusia delapan bulan, sudah bisa berdiri sambil berpegangan, suaranya juga kencang kalau sedang menangis atau tertawa."Bintang, ayo makan, Sayang!" panggil Tini pada anak asuhnya.Pagi itu Gilang sedang sarapan, dia mendengar suara anak itu tertawa bersama pengasuhnya di kamar."Bintang mau apa?" suara Tini terdengar begitu asyik mengobrol dengan Bintang.Selesai sarapan Gilang penasaran ingin melihat apa yang sedang mereka lakukan di kamar, setelah mengetuk pintu pria itu membuka handel pintu, si kecil itu tengah duduk di kursi bayi sambil mengunyah makanan yang disuap oleh Tini."Eh, Bapak. Maaf kalau kami bising," ucap Tini gugup saat majikannya menunjukkan wajahnya yang tanpa senyum."Kamu tadi panggil dia siapa?" tanya Gilang memandang Bintang yang tersenyum padanya tanpa dosa."Bintang," jawab Tini pelan, gadis takut kalau tuannya tidak suka dengan nama itu."Siapa y
Baca selengkapnya

Ulang tahun bintang

Tak terasa waktu terus bergulir, dua hari lagi putranya genap berusia satu tahun, dan sampai saat ini Mia tak bisa bertemu dengan Bintang. Bibi juga tak lagi memberi kabar atau mengirimkan fotonya lagi, sejak kejadian hari itu Bibi mendapat ancaman dari Gilang dan tidak berani menghubungi Mia.Sebagai seorang ibu, rasanya sungguh berat harus hidup jauh dari putra yang telah ia kandung selama sembilan bulan.Hari ini, Mia mencoba menghubungi Robi sahabatnya, dia ingin meminta tolong agar membantunya merayakan hari ulang tahun sang putra."Rob, bisakah kamu membantuku sekali ini saja?" Sore itu Mia memohon lewat sambungan telepon."Ada apa, Mia?""Dua hari lagi putraku ulang tahun, kamu tahu 'kan selama ini aku tidak bisa menemuinya?""Iya, aku tahu. Jadi, aku harus bagaimana?" Robi merasa iba pada temannya itu."Aku sudah memesan tempat untuk merayakan ulang tahun Bintang, bisakah kamu membawa anakku ke sana. Tenang aku tidak akan munc
Baca selengkapnya

Panti asuhan

Mia terus terbayang wajah Gilang yang begitu frustasi, dia tak menyadari kalau mobilnya terus melaju hingga ke pinggiran kota, saat itu ia memang tidak ingin pulang ke rumah. Dia terus mengikuti jalan yang entah nanti akan tiba di mana.Hari semakin sore, ia menepikan mobil berhenti untuk melepas lelah, tenggorokannya terasa kering karena dari pagi belum makan dan minum.Beberapa anak pria tengah bermain bola di lapangan, Mia tersenyum membayangkan kelak saat putranya besar pasti seperti mereka, akan kah dia bisa melihat masa-masa Bintang seperti itu.Lamunan Mia buyar saat sebuah bola mengenai kaca mobilnya, dia turun lalu mengambil bola itu, seorang anak berlari mendekat dengan wajah cemas."Maaf Tante, kami tidak sengaja." Anak itu menunduk takut."Tidak apa-apa, ini bolanya. Eh ... ini sudah hampir Magrib kenapa kalian masih main jam segini?" Mia menyerahkan bola itu, anak itu tersenyum senang saat menerima bolanya."Iya Tante, ini kami
Baca selengkapnya

Langkah baru

Azan Subuh telah berkumandang, bu Fatimah membangunkan para penghuni panti, dia bergegas mengambil wudhu bersiap salat subuh. Mia yang tidak biasa melakukan hal itu merasa sangat berat untuk bangun, hingga sebuah tangan mungil menyentuh lengannya mengajak salat berjamaah."Tante, ayo kita salat nanti terlambat!" seru gadis kecil itu."Mmm ... terima kasih sudah bangunin Tante, siapa namamu?" Mia langsung duduk mengusir rasa kantuknya."Alisya."Mia mengikuti gadis kecil itu ke belakang mencuci muka, kantuknya langsung hilang saat air dingin mengguyur wajahnya, apa lagi setelah mengambil wudhu tubuhnya menggigil kedinginan.Mereka berangkat ke masjid salat berjamaah, terasa sangat berat buat Mia. Namun melihat semangat anak panti membuatnya merasa malu, masa iya dia kalah sama anak kecil.Selesai salat subuh, Mia kembali ke panti sambil berjalan beriringan dengan anak-anak panti. Fatimah tidak ikut karena salat di rumah, selesai salat wanita
Baca selengkapnya

Bertemu Gilang

Sore itu Mia berencana menjenguk ibunya di kota, dia berpamitan pada Fatimah dan berpesan pada Yusuf agar mengurus panti selama ia pergi. "Tante, nanti bawa jajan, ya!" pinta salah satu anak panti yang mengejar mobil saat ia berangkat. "Iya, yang penting jaga Ibu dan belajar yang rajin, ya." Mia melambaikan tangan sebelum menutup kaca mobilnya. Perjalanan dari panti sampai ke rumah membutuhkan waktu tiga jam, pukul delapan malam mobil Mia telah masuk ke kota. Namun dia tak langsung pulang ke rumah, sengaja belok dulu ke perumahan tempat ia tinggal dulu. Masih seperti dulu sepi, jam segitu mungkin putranya juga sudah tidur. Mobil Gilang tak ada di rumah, ingin rasanya ia masuk ke rumah itu tapi lagi-lagi dia tak mau membuat keributan. Kasihan kalau para pegawai di rumah itu dipecat gara-gara keegoisannya. "Maafkan Mama, Nak. Suatu hari nanti kita akan bertemu," gumam Mia, dia kembali menghidupkan mobilnya dan pergi dari sana. Sebelum pu
Baca selengkapnya

Sehari di panti

Ternyata jauh juga perjalanan mengikuti Mia hingga ke panti asuhan. Tiga jam dalam perjalanan membuat Gilang kelelahan, saat mobil Mia masuk ke halaman panti, Gilang berhenti tak jauh dari sana. Dia bisa melihat Mia turun dari mobil kemudian berbincang dengan dua orang.Pria yang bernama Yusuf kemudian pergi dari sana, lalu Mia masuk ke dalam bersama seorang wanita yang tak lain adalah Fatimah. Gilang sudah sangat lelah dan mengantuk, tak mungkin ia kembali ke kota malam ini. Dia memutuskan tidur di dalam mobil sambil menunggu datangnya pagi.Pagi yang cerah telah menyapa, hari ini adalah hari libur, anak laki-laki bermain bola di lapangan, suara riuh gelak tawa mereka membangunkan Gilang yang tertidur di dalam mobilnya.Gilang kembali menegakkan kursi lalu meminum air mineral, ia mengelap wajahnya dengan tisu basah. Seorang anak laki-laki mendekati mobil untuk berkaca, Gilang langsung menurunkan kaca mobil membuat anak itu terkejut karena tak menyangka ada oran
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status