Mia terus terbayang wajah Gilang yang begitu frustasi, dia tak menyadari kalau mobilnya terus melaju hingga ke pinggiran kota, saat itu ia memang tidak ingin pulang ke rumah. Dia terus mengikuti jalan yang entah nanti akan tiba di mana.
Hari semakin sore, ia menepikan mobil berhenti untuk melepas lelah, tenggorokannya terasa kering karena dari pagi belum makan dan minum.
Beberapa anak pria tengah bermain bola di lapangan, Mia tersenyum membayangkan kelak saat putranya besar pasti seperti mereka, akan kah dia bisa melihat masa-masa Bintang seperti itu.
Lamunan Mia buyar saat sebuah bola mengenai kaca mobilnya, dia turun lalu mengambil bola itu, seorang anak berlari mendekat dengan wajah cemas.
"Maaf Tante, kami tidak sengaja." Anak itu menunduk takut.
"Tidak apa-apa, ini bolanya. Eh ... ini sudah hampir Magrib kenapa kalian masih main jam segini?" Mia menyerahkan bola itu, anak itu tersenyum senang saat menerima bolanya.
"Iya Tante, ini kami
Azan Subuh telah berkumandang, bu Fatimah membangunkan para penghuni panti, dia bergegas mengambil wudhu bersiap salat subuh. Mia yang tidak biasa melakukan hal itu merasa sangat berat untuk bangun, hingga sebuah tangan mungil menyentuh lengannya mengajak salat berjamaah."Tante, ayo kita salat nanti terlambat!" seru gadis kecil itu."Mmm ... terima kasih sudah bangunin Tante, siapa namamu?" Mia langsung duduk mengusir rasa kantuknya."Alisya."Mia mengikuti gadis kecil itu ke belakang mencuci muka, kantuknya langsung hilang saat air dingin mengguyur wajahnya, apa lagi setelah mengambil wudhu tubuhnya menggigil kedinginan.Mereka berangkat ke masjid salat berjamaah, terasa sangat berat buat Mia. Namun melihat semangat anak panti membuatnya merasa malu, masa iya dia kalah sama anak kecil.Selesai salat subuh, Mia kembali ke panti sambil berjalan beriringan dengan anak-anak panti. Fatimah tidak ikut karena salat di rumah, selesai salat wanita
Sore itu Mia berencana menjenguk ibunya di kota, dia berpamitan pada Fatimah dan berpesan pada Yusuf agar mengurus panti selama ia pergi. "Tante, nanti bawa jajan, ya!" pinta salah satu anak panti yang mengejar mobil saat ia berangkat. "Iya, yang penting jaga Ibu dan belajar yang rajin, ya." Mia melambaikan tangan sebelum menutup kaca mobilnya. Perjalanan dari panti sampai ke rumah membutuhkan waktu tiga jam, pukul delapan malam mobil Mia telah masuk ke kota. Namun dia tak langsung pulang ke rumah, sengaja belok dulu ke perumahan tempat ia tinggal dulu. Masih seperti dulu sepi, jam segitu mungkin putranya juga sudah tidur. Mobil Gilang tak ada di rumah, ingin rasanya ia masuk ke rumah itu tapi lagi-lagi dia tak mau membuat keributan. Kasihan kalau para pegawai di rumah itu dipecat gara-gara keegoisannya. "Maafkan Mama, Nak. Suatu hari nanti kita akan bertemu," gumam Mia, dia kembali menghidupkan mobilnya dan pergi dari sana. Sebelum pu
Ternyata jauh juga perjalanan mengikuti Mia hingga ke panti asuhan. Tiga jam dalam perjalanan membuat Gilang kelelahan, saat mobil Mia masuk ke halaman panti, Gilang berhenti tak jauh dari sana. Dia bisa melihat Mia turun dari mobil kemudian berbincang dengan dua orang.Pria yang bernama Yusuf kemudian pergi dari sana, lalu Mia masuk ke dalam bersama seorang wanita yang tak lain adalah Fatimah. Gilang sudah sangat lelah dan mengantuk, tak mungkin ia kembali ke kota malam ini. Dia memutuskan tidur di dalam mobil sambil menunggu datangnya pagi.Pagi yang cerah telah menyapa, hari ini adalah hari libur, anak laki-laki bermain bola di lapangan, suara riuh gelak tawa mereka membangunkan Gilang yang tertidur di dalam mobilnya.Gilang kembali menegakkan kursi lalu meminum air mineral, ia mengelap wajahnya dengan tisu basah. Seorang anak laki-laki mendekati mobil untuk berkaca, Gilang langsung menurunkan kaca mobil membuat anak itu terkejut karena tak menyangka ada oran
Suara riuh Bintang berlarian di ruang tengah sedang bermain pesawat saat Gilang pulang ke rumah. Tini langsung menarik tangan anak itu agar tak bertemu dengan Gilang. Namun sebelum Tini membawa Bintang pergi Gilang langsung mencegahnya. "Tini, ambilkan aku minum. Biarkan Bintang bermain di situ!" Gilang menatap bocah yang selama ini amat ia benci. Ragu-ragu Tini meninggalkan Bintang bersama Gilang, dia paham benar kalau pria itu tidak menyukainya. Dengan wajah ceria Bintang memainkan pesawat sambil berlari memutari meja. "Sini pinjam." Gilang menengadahkan tangan. Bintang menghentikan langkah, ragu-ragu dia memberikan pesawatnya, Gilang mengamati mainan pesawat yang terlihat sudah sangat jelek dan rusak. "Om, naik hehawat?" Gilang tersentak mendengar anak itu menanyainya. "Om, siapa yang ajarin kamu manggil aku Om?" Mata Gilang membulat. "Maaf Pak, Bintang biasa panggil om sama satpam jadi manggil ke Bapak juga ikutan om." Tini
Tini tertunduk lesu setelah menerima telepon dari ibunya yang mengatakan ayahnya tengah sakit keras dan dia harus segera pulang. Sudah sering ibunya menyuruh Tini pulang, akan tetapi ia enggan meninggalkan Bintang.Kalau dia pergi nanti Bintang dengan siapa, apalagi sikap Gilang yang seperti itu pada Bintang. Sementara di kampung orang tua Tini tengah menjodohkan Tini dengan seorang pria pilihan mereka, karena Tini tidak mau pulang mereka membuat skenario kalau ayahnya tengah sakit agar Tini mau pulang."Kamu kenapa murung gitu, Tin?" tegur Bibi melihat Tini tengah murung."Anu Bi, Ayahku sakit Ibu menyuruhku pulang," wajah Tini semakin sendu."Kalau begitu mintalah izin sama Bapak, " ucap Bibi."Bintang bagaimana ya, Bi?" Tini ragu."Biar dia sama Bibi," tawar Bibi."Tapi aku nggak tahu berapa lama aku pulang, Bi.""Coba nanti bicara dulu sama Bapak." Bibi mengelus punggung Tini lembut. 
Kepergian Tini membuat Bintang menjadi murung, anak itu tak mau makan menunggu Tini pulang, karena saat pergi pengasuh itu bilang kalau dia hanya pergi sebentar.Berbagai upaya Dela lakukan untuk membujuk Bintang supaya mau makan, anak itu malah menangis karena selama ini Tini tak pernah memaksa sangat berbeda perlakuan yang di dapatkan dengan pengasuh baru."Ayo makan, nanti Papa marah, lo!" dengan mata membulat Dela mengancam anak itu, semakin ditakuti anak itu semakin menutup rapat mulutnya."Ish, kamu ini bandel amat sih. Ya, sudah nggak usah makan, mamp*s kau situ!" geram Dela meninggalkan Bintang di kamar sendirian.Wanita itu menghabiskan makanan Bintang, lalu mencuci piring di dapur. Saat itu Bibi tengah membersihkan peralatan masak, melihat Dela datang wanita itu menanyakan keadaan Bintang."Bintang bagaimana?" tanya Bibi."Lagi main di kamar, Bi," jawab Dela."Dia nggak apa-apa 'kan?" tanya Bibi mengkhawatirkan keadaan Binta
Mia tersadar dan telah berada di rumah sakit, di sana sudah ada ibunya yang menunggui. Untung saja air bag berfungsi dengan baik sehingga Mia tak mengalami luka parah, hanya benturan dan lecet di pelipis. Mobilnya ringsek pada bagian kiri, kalau saja yang di tabrak bagian kanan entah apa yang terjadi."Bu, bagaimana kabar Bintang?" tanya Mia, dia kembali teringat kejadian sebelum kecelakaan yang ia alami."Ibu, tidak tahu. Memangnya Bintang kenapa?"Mia menceritakan kenapa dia mendatangi rumah Gilang, lalu berakhir kecewa karena tidak diizinkan masuk untuk melihat anaknya."Sudah lah, kamu tahu Gilang itu bagaimana. Sabar jangan kamu menyiksa dirimu seperti ini," bujuk Ratih."Aku tidak mengerti dengan Gilang, Bu. Kemarin dia izinkan aku menggendong Bintang, sekarang dia seperti ini." Mia menangis sedih meratapi nasibnya.Ratih memeluk putrinya ikut merasakan penderitaan yang dialami Mia, entah dosa apa yang ia lakukan hingga Gilang se
Malam melangsungkan ijab qabul, pagi harinya mereka langsung berkemas untuk kembali ke kota. Gilang sudah tak tahan berada di rumah Tini yang sempit. Sebelum pergi dia mentransfer sejumlah uang pada bapak Tini sebagai ganti untuk pesta pernikahan. "Jadi kalian mau pergi siang ini juga?" Sikap ibu Tini berubah lembut dan ramah. Ada rasa bangga di hati wanita itu melihat putrinya menikah dengan orang kaya, apa lagi menantunya juga terlihat baik dan royal. "Kami harus kembali ke kota karena pekerjaan saya tidak bisa ditinggalkan lama," sahut Gilang tak kalah sopan. "Apa Ibu boleh berkunjung ke sana, Nak Gilang?" tanya ibu Tini malu-malu. "Tentu Bu, silahkan datang ke rumah kalau Ibu rindu sama Tini," sahut Gilang santai. "Terima kasih, Tini kamu baik-baik ya sama suami dan sayangi Bintang." Wanita itu menoel paha putrinya yang duduk di sebelah. Tini mengangguk sambil tersenyum. Pukul sepul