Semua Bab Akibat Cinta Terlarang: Bab 41 - Bab 50

50 Bab

Mulai bersemi

"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?" Mia menanyakan kondisi ibunya pada dokter yang merawat sang ibu. "Masih dugaan usus buntu, hari ini kita lakukan cek lengkap biar lebih pasti, jadi nanti sore hasilnya sudah keluar."Tubuh Mia terasa lemas, ia semakin khawatir dengan kondisi sang ibu. Melihat wanita pujaannya terbaring lemah menahan sakit.Ali tak tinggal diam, dia berusaha menghibur Mia agar tak larut dalam kesedihan. "Kita ikuti saja prosesnya, kamu jaga kesehatan juga ya, jangan sampai jatuh sakit, nanti siapa yang jagain Ibu kalau kamu juga sakit," bujuk Ali sambil mengusap punggung Mia. Mia mengangguk pelan, matanya sayu menatap pria yang entah kenapa tiba-tiba berada di sisinya saat kondisi seperti ini. "Terima kasih, bagaimana dengan pekerjaanmu, apa nggak masalah kamu tinggal-tinggal begini?" "Nggak apa-apa kok, lagi nggak ada meeting jadi aku bisa tinggalin.""Terima kasih atas bantuanmu,
Baca selengkapnya

Cinta dan luka

Mia melangkah masuk ke rumah sakit beriringan dengan Ali, mereka saling berpegangan tangan sambil berbincang hangat menuju ruang perawatan. Saat masuk ke dalam kamar, nampak sang ibu sedang disuap oleh wanita yang menaninya, melihat putrinya masuk bersama Ali, Ratih tersenyum bahagia. "Ibu sudah bangun?" sapa Mia dia pun melepaskan tangan Ali berjalan mendekati sang ibu. "Kamu sudah datang, harusnya tadi istirahat aja di rumah, ada Ani yang temani Ibu di sini, kalian pasti capek.""Ah... Nggak kok Bu, justru kasihan kalau Ani jagain Ibu di sini. Namamu Ani, maaf kita belum kenalan, ayo kita makan aku tadi beli rice bowl." Mia mengajak wanita muda yang membantu ibunya makan bersamanya. "Tadi ada pesan dari perawat, Mbak Mia disuruh nemuin dokter di ruangannya," ucap Ani menyampaikan pesan yang ia terima. "Oh... Baik, kalau begitu kita makan dulu, ayo Mas keluarin makanannya."Ali membuka kantong berisi mak
Baca selengkapnya

Kehilangan

Ratih terjaga karena perutnya sangat sakit, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, melihat putrinya tidur di pangkuan Ali yang juga sama-sama terlelap.Wanita itu tersenyum sambil menahan sakit yang luar biasa, dia tak ingin putrinya tahu kalau dia sedang kesakitan."Tuhan, jika sudah waktuku aku sudah siap, putriku sudah menemukan pria pelindungnya aku titipkan dia padamu," bisik Ratih pelan.Dengan sangat pelan dia mengambil obat yang ada di samping tempat tidur lalu meminumnya, sebisa mungkin dia tak mengeluarkan suara agar putrinya dan Ali tidak terbangun. Untuk beberapa saat sakitnya mulai berkurang, Ratih kembali berbaring sambil menatap putrinya. Hawa dingin datang menusuk tulang suasana kamar menjadi sedingin kulkas, sosok putih lamat-lamat berjalan mendekat seorang pria datang dan duduk di tepi ranjang menatap Ratih sambil tersenyum ramah."A-ayah ...." suara Ratih tercekat melihat sosok pria yang ternyata suaminya.P
Baca selengkapnya

Canggung

Gilang dan Robi ikut mengiringi mengantar jenazah almarhum Ratih ke pemakaman, mereka mengikuti semua prosesnya karena tak tega melihat Mia yang sangat terguncang. Sepanjang prosesi hanya menangis, bagai robot tak bernyawa tidak tahu harus bagaimana. Usai menabur bunga di pusara sang bunda, Mia kembali meraung memeluk batu nisan, Gilang berjalan mendekati Mia, tetapi langkahnya terhenti saat seorang pria telah lebih dulu merengkuh tubuh Mia dan memeluknya. Pria itu sedari tadi ada di rumah Mia, Gilang tidak kenal dengannya. Melihat pemandangan itu timbul tanya di dalam dada, tapi di saat seperti ini tak mungkin ia mencari tahu siapa dia. Robi menepuk pundak Gilang, dengan isyarat ia bertanya tentang pria itu, Gilang menggelengkan kepala karena tidak tahu siapa pria tampan berbadan tegap yang bersama Mia. "Kamu nggak kenal?" bisik Robi agar tak didengar orang lain. "Lah... elu yang ngobrol sama dia dari tadi, gimana sih?" sahut Gilang sewot, ad
Baca selengkapnya

Firasat Fatimah

Sebelum memulai percakapan dengan Gilang, Mia menghela napas, mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka."Terima kasih atas kedatanganmu, andai Ibu melihat dia pasti sangat senang.""Ibu orang baik, aku tidak bermasalah dengannya, ini sebagai wujud penghormatan terakhirku pada beliau.""Aku ikut senang mendengar kamu sudah menikah, semoga kamu berbahagia." Mia tersenyum."Itu... hanya sebuah kebetulan, tidak ada yang tahu soal itu, bahkan Robi juga tidak tahu." Gilang menghela napas kemudian berjalan ke jendela memandang keluar."Kenapa bisa begitu?" Mia memandang punggung Gilang yang sengaja membelakanginya."Apa dia tidak cerita, pria yang bersamamu waktu itu?""Dia hanya cerita kalau kamu menikahi calon istri yang dijodohkan oleh orang tuanya, hanya itu.""Memang begitu, pengasuh Bintang tiba-tiba pulang, kamu ingat waktu aku menuduhmu membawa Bintang, saat itu Bintang pergi dari rumah mencari pengasuhnya jadi aku
Baca selengkapnya

Tamu tak diundang

Acara berlangsung kidmat, Mia juga sudah bisa mengendalikan diri kedatangan Fatimah menjadi penyejuk sekaligus penenang buatnya.Usai acara tamu satu persatu pulang, tinggal Robi, Gilang, Ali, Yusuf, Fatimah dan Ani. Mereka pun bahu membahu menyusun kursi dan meletakkan di teras, agar mobil bisa parkir di dalam, tenda dan kursi memang dipinjamkan sampai acara tahlil selesai setiap ada warga yang membutuhkan.Ke empat pria itu kembali berbincang di teras, sementara Mia, Fatimah dan Ani berada di ruang tamu."Mbak Ani baiknya istirahat, kamu sudah capek seharian bantuin, pakailah kamar belakang buat tidur," ucapa Mia."Baik Mbak, kalau begitu saya istirahat dulu. Oh... ya besok Mbak Mia mau dimasakin apa? Saya mau ke pasar sekalian ambil baju di warung." "Ah... apa aja, tolong ambilkan tas di kamar saya," pinta Mia."Pakai ini aja." Tiba-tiba Ali berada di pintu mengeluarkan dompet lalu mengambil lima lembar uang berwarna merah."
Baca selengkapnya

Akhir dari sandiwara

Ali memacu mobilnya seperti orang kesetanan, dia tak peduli kalaupun mobil mereka nanti menabrak sesuatu, harga dirinya telah diinjak-injak dan rasa cemburu membakar dadanya melihat Gilang memeluk Mia dan mengakui sebagai istrinya.Puspita yang duduk di samping bergidik ngeri menahan napas sambil berpegangan erat pada kursi, dia benar-benar takut mati, perjalanan itu seperti perjalanan terakhir baginya. Ali tak bicara sepatah katapun dia hanya fokus pada jalanan dan emosi yang mendidih di kepala.Sementara itu Mia berbaring dengan tubuh meringkuk membelakangi Gilang yang masih duduk menemani, pria itu berencana pergi kalau Mia sudah tertidur.Jam dua belas malam Gilang memeriksa ponsel dan mendapatkan sebuah pesan dari Robi yang ternyata sudah pulang duluan, dalam hati ia mengumpat kesal karena ditinggal pulang.Mia sudah tertidur dengan tenang, pelan-pelan Gilang berdiri lalu mematikan lampu kamar sebelum pergi, dia terkejut saat membuka pintu semua sudah gelap. "Hah... gelap semua
Baca selengkapnya

Menghibur diri

Adzan subuh membuat Mia terbangun, ia baru sadar ada orang yang tidur di sampingnya, pelan-pelan ia turun dari ranjang agar tak membangunkan Gilang yang tertidur pulas. Setelah mandi Mia melakukan salat subuh, lalu ke dapur membuat teh, sambil menunggu tehnya dingin ia mengecek ponsel dan menghapus nomor Ali dari penyimpanan nomor kontak. Dia tak mau mengulang kesalahan yang sama lagi, saat ini dia hanya ingin sendiri menjalani hidup ini dengan damai, menenggelamkan waktu dengan mengurus panti. Sambil menyeruput teh hangat pikiran Mia berkelana, sepertinya Tuhan belum mengijinkan ia untuk bahagia, setelah kehilangan ibu kini ia menelan pil pahit saat tahu kenyataan saat pria yang ia anggap bisa membuka hati ternyata mempunyai istri. "Kamu baik-baik saja kan?" suara Gilang mengagetkan Mia. "Yah... Aku gak apa-apa, kamu nggak pulang?" Gilang ikut duduk, Mia langsung mengambil gelas dan membuatkan teh untuk Gilang. "Tadi malam aku mau pulang tapi kunci mobil nggak tahu nyelip di m
Baca selengkapnya

Perdamaian

Sesuai janjinya Gilang membawa Bintang ke rumah Mia, pertemuan itu membuat Mia sangat bahagia, kehadiran putranya mampu menghapus duka dan kecewa.Meski awalnya Bintang canggung, kesabaran Mia membuat anak itu akhirnya mulai akrab dengannya. Setelah acara doa selesai mereka berbincang di ruang tamu, Bintang menyukai pesawat mainan yang dibeli Mia untuknya. "Terima kasih sudah membawa Bintang ke sini," ucap Mia pada Gilang. "Seharusnya aku misahin kalian," desah Gilang penuh sesal. "Kamu membesarkan dia dengan baik, buktinya dia sehat.""Mmm... Aku, aku tidak pernahbersamany, karena dulu aku benci dengannya.""Aku mengerti, ucapkan terima kasihku pada istrimu yang sudah merawat anakku dengan baik."Ucapan Mia membuat Gilang membelalakkan mata, dia tidak nyaman dengan sebutan istri untuk Tini. "Om... Pulang, yuk!" rengek Bintang. Kedua orang dewasa yang pernah menjadi pasangan suami istri itu saling tatap, kemudian keduanya sama-sama tersenyum. "Bintang sudah ngantuk, ya?" Mia me
Baca selengkapnya

Putusan

Empat puluh hari telah berlalu, Mia mulai menata kembali hidupnya setelah kehilangan sang ibu, sekarang bisa bebas bertemu dengan Bintang membuatnya bertahan menghadapi apapun yang akan datang. "Gilang, hari minggu aku mau ajak Bintang nonton sebelum aku balik ke panti." Mia menghubungi mantan suaminya. "Boleh, mmm... apa kamu siap ketemu sama Ali?" Hati Gilang tiba-tiba bergemuruh mendengar Mia mau kembali ke panti. "Siap-siap saja, toh dia sudah bersama istrinya.""Kalau ada apa-apa kabari aku, ya.""Tenang dia tak akan menggangguku," hibur Mia sebelum mengakhiri percakapan. Di kantornya Gilang tengah merenung sambil memainkan ponsel, ia sedang menunggu kabar dari pengacara yang mengurus perceraiannya. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan, dia merubah posisi duduk saat asisten membuka pintu dan mempersilahkan seorang pria masuk. "Silahkan, sudah ditunggu sama Bapak," ucap wanita cantik itu kemudian mengangguk pada Gilang memberi hormat sebelum pergi. "Ah... Pak Thomas, apa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status