All Chapters of Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung : Chapter 21 - Chapter 30

62 Chapters

21. Perjalanan Kembali Ke Dukuh Gelap

Pagi keesokan hari Nilam memaksa ingin keluar rumah sakit. Nilam mengatakan dirinya mulai membaik, mengabaikan rasa berat di kepala dan panas dalam dada. Selama kuat berjalan, Nilam ingin di akhir waktu ini berada di sisi wanita yang melahirkannya itu. “Itu berbahaya, Nilam, kamu akan aku bawa ke pondok guru Hamid. Biar Mak kami jemput ke sini,” saran Hanif masih membujuknya, sebelum mengikuti perawat yang memintanya ke meja admin di luar. “Nggak bisa, Bang. Aku mimpi Mak sakit keras, terkurung di rumah, nggak ada orang yang tau. Aku mau ketemu, Mak ….” Nilam masih memaksa. Hanif dan Juju saling pandang, mereka akhirnya mengalah. Hanif harus menandatangani pernyataan, karena pasien meminta keluar sebelum keputusan dari dokter. Setelah sampai di rumah, Juju dan keluarga Babe berembuk cepat, mencari jalan yang terbaik untuk gadis itu. Diputuskan Hanif akan menemani Nilam pulang dan Juju memaksa ikut. Ia menelepon Hwa mengabarkan kondisi Nilam da
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

22. Rintangan

Mereka memutuskan tetap di dalam mobil hingga hari terang, penerangan dengan ponsel Hwa cukup untuk mereka saling melihat. Hwa khawatir dengan Nilam yang menggigil. Selepas menunaikan Isya di tempat duduknya, Hanif meminta bertukar tempat dengan Hwa. Dua lelaki itu berpindah tempat melewati sela kursi depan. Ayat ruqyah dari akhir Al-Baqarah hingga surah pendek lain, Hanif perdengarkan ke telinga Nilam. Suaranya beradu dengan hujan di luar. Tangan Hanif menempel dipunggung gadis malang itu, berlapis jaket milik Hwa yang dipakai Nilam. Sebuah bayangan melesat mengagetkan Hwa dan Juju di depan. Terlihat dari cahaya ponsel, anginnya terasa masuk melalu kaca jendela yang sedikit diturunkan. ‘Aneh.’ Batin keduanya menyatakan kata yang sama. Juju beristighfar sambil berdoa. Hwa menenangkan diri juga memohon atas nama Tuhannya. Semakin malam, hujan tak jua reda, seakan tak ada habisnya tumpah dari langit. Hanif mulai kelelahan. Kantuk menyera
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

23. Ditelan Rimba

 “Kampung ini sepi sekali, kenapa belum ada yang lewat?” Hwa bertanya pada Hanif.Mereka terus melihat ke jalan yang hanya membentuk setapak itu. Lengang, hanya ada kabut tipis yang menutupi setiap ujung pandangan.“Mungkin karena masih pagi,” sahut Hanif berharap. Ia menggosok telapak tangan yang dingin.“Juju?” Suara Hwa membuat Hanif ikut melihat ke arah Juju tadi. Tak ada seorang pun di belakang sana.“Juki, Juki?!” Hanif berlari ke arah bekas Juju berdiri, hanya terlihat jejak dari rumput yang terinjak, Hanif akan maju tapi ia urungkan. Lelaki itu kembali ke mobil.“Sepertinya ia masuk ke hutan, mungkin mencari sungai,” kata Hanif pada Hwa. Suaranya tak begitu yakin dengan apa yang terucap, tapi hatinya penuh harap kalau Juju hanya
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

24. Kesadaran Suci

Hwa menahan tubuh Nilam yang ditarik oleh seseorang dengan sekuat tenaga, sambil berteriak-teriak mengusir siapapun yang melakukannya.  Saat bersamaan muncul sebuah nyala lampu dari kejauhan, bertepatan dengan terlepasnya Nilam dari cengkeraman. Hwa mendekap Nilam yang ketakutan sambil menanti cahaya itu mendekat.  “Tenang … kamu nggak apa-apa,” kata Hwa berulang.  ***  Lelaki tua yang terkurung dalam gelap sekitar pohon rimbun itu telah tampak tak berdaya. Ia merasa tak sanggup menguasai gadis itu, tubuhnya terbungkuk menopang tangan di tanah. Sebuah bayangan cepat kembali muncul di hadapannya. “Hanya itu kemampuanmu? Hahahaa, terima saja akibatnya!” Bayangan itu pergi tak menghiraukan erangan kesakitan dan panas dari lelaki tua yang duduk di antara akar besar. 
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

25. Pengakuan

Suci menganga setelah syarat yang diberikan sungguh berat. Akan tetapi, sebab termakan bujuk rayu lelaki tua itu, ia mengangguk pelan. Prosesi pengikatan perjanjian itu yang sekarang membelenggunya.  Air mata berlinang perempuan ini sekarang menyesali nafsu yang menjerat. Ia tersungkur di tanah, pipinya menempel pada rumput dan dedaunan kering, kukunya mencakar semua yang tersentuh jemari. Amarah dan sesal yang terlambat. Bukan kebahagiaan yang didapat, justru ia merasa telah menjadi manusia paling kotor dan tak berguna yang hidup di bumi.  Menjelang sore, perempuan itu melangkah gontai kembali ke rumah. Ia tak bisa melakukan apa-apa untuk membatalkan semua. Nilam, sahabat kecilnya telah tertanda ….  Sesampai di depan rumah sederhana peninggalan ibunya, seseorang yang sangat dikenal telah menunggu. Tatapannya masi
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

26. Kabar Kematian

Nilam bercengkrama dengan Mak dan Hwa di ruang tengah, sebelum tidur. Mereka membahas Hanif dan Juju yang belum juga ditemukan. Menurut Hwa, jejak mereka terhenti saat sudah masuk terlalu jauh di hutan, besok mereka akan kembali ke tempat yang sama.Nilam kembali menangis, rasa bersalah terus menghantuinya. Tak lama, ia pamit beristirahat ke bilik Mak, sementara Hwa tidur di kamarnya.Nilam mengerjakan salat Isya sebelum tidur. Ia sudah bisa mengira arah kiblat, begitu melihat letak matahari tenggelam tadi. Melihat khusyuknya gadis itu berdoa hingga terisak, Mak menunggunya selesai untuk bertanya.Nilam berbaring di sisi wanita tercinta, ia memiringkan badan agar leluasa memandang wajah Mak. Cerita gadis itu mengalir, bagaimana hatinya rindu mengenal pencipta. Nilam cerita tentang Hanif dan keluarga Babe.Mak terlihat berkaca, terha
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

27. Bertemu Kembali

Nilam dan Hwa bersama delapan warga lain menyusuri rimba, mereka membentuk tiga grup terpisah. Dalam rencana akan bertemu kembali di titik tengah, sekitar tempat teman Nilam menghilang. Mengulangi lagi area pencarian kemarin, karena di sekitar itulah ditemukannya jaket Hanif.Sejak pagi hingga siang mereka hanya berhenti untuk makan. Masakan itu Mak buat untuk semua warga yang membantu.Nilam berniat ibadah Dzuhur. Ia berwudu di sungai tak jauh dari tempat mereka istirahat. Air jernih yang mengalir terasa dingin saat tersentuh kulitnya. Ia mulai meraup wajah, meratakan hingga garis rambut. Rasa letih dan khawatir dirasa terlepas, berganti segar.Saat akan menyapu air ke tangan kanan, ujung matanya melihat sesuatu bergerak mendekat. Seekor ular hitam berenang cepat ke arahnya. Nilam sejenak terpaku. “Ular lagi …?&r
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

28. Teror Tak Kasat Mata

Selepas salat Magrib, Nilam membantu Mak mencuci piring bekas makan malam. Letak tempat pencucian piring di bawah, duduk pada bangku kayu pendek, menghadap baskom besar hitam. Mak mendekat, terdorong rasa ingin bicara berdua dengan Nilam tak tertahan sudah sejak tadi. Mak khawatir terjadi apa-apa lagi, karena Ki Arya masih hidup. Namun, dari belakang ia melihat punggung Nilam kaku tak bergerak. Perlahan langkah Mak mendekat. Matanya membeliak melihat sebuah bayang gelap menahan dan membekap mulut Nilam. Mata gadis itu hanya bisa melotot. “WUAAAA!! TOLOOONGG,” teriak Mak sekuat tenaga. Bayangan itu melesat cepat, empat piring kaca terlempar karena angin kencang dari sosok itu saat melesat. Napas Nilam tersengal-sengal, Mak cepat mengusap-usap punggungnya. Suara pec
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

29. Kembali Bersama Mak

Setelah berlari tanpa arah ke hutan, mengikuti panggilan yang terus menggema penuh amarah di telinganya, Suci terhenti pada sebuah rumah papan tanpa warna. Ia sendiri tak jelas ini bagian hutan mana dari dukuhnya.Perempuan itu melangkah perlahan, masuk. Tepat saat seorang lelaki tua berteriak berang. Membuat Suci mundur.“Kalian tidak berguna! Percuma!!” Sumpah serapah dari mulut tertutup kumis itu menggetarkan tubuh Suci. Terbaca olehnya kalau usaha lelaki tua itu kembali gagal.Suci kembali maju, netranya bertemu mata besar yang memelototi. Baru sekarang ia bertemu muka langsung dengan orang yang mengikatnya dalam perjanjian laknat itu saat terang, terlihat jelas wajah hitam legam dengan mata besar. Orang yang sering menculiknya dalam gelap dan sekejap bisa masuk ke ruang ini.Suci amat hafal suaranya.
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

30. Masih Diintai

“Ni?” Nilam menoleh cepat ke arah suara tak asing dari pintu. Dian masih dengan pakaian kerja dan tas di tangan masuk, memandang tak berkedip pada gadis yang baru menyelesaikan salat Magrib itu. “Ya Allah, kangen banget ame loe, Ni.” Nilam dipeluknya erat, membuat napasnya sedikit sesak. “Lama banget pulangnya?” lanjut Dian memegang kedua pundaknya, memperhatikan ia dari atas ke bawah, kemudian naik lagi, berhenti tepat di wajah Nilam, menatap penuh selidik. ”Lu, nggak lupa kita, kan?” Kening Nilam berkerut, temannya ini tak memberikan kesempatan untuknya menjawab. “Eh, ada Mak, Ni.” Tangan Mak cepat Dian raih dan ditempelkan pada dahi, sambil perkenalkan diri. Melihat itu Nilam akhirnya tertawa. “Kamu kenapa, sih, Di? Kemarin lupa sama aku, sekarang enggak lagi?”
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status