Semua Bab Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung : Bab 31 - Bab 40

62 Bab

31. Urusan Hati

“Loh, mau kemana, Ni?” Juju menghentikan motor di dekat Nilam yang baru keluar dari pagar. “Hai, Ju. Ke Bulek sebelah, Mak minta dibelikan sayur, mau masak sendiri.” Gadis ber-sweater kuning dengan rambut dikuncir satu itu sejenak menghentikan detak jantung Juki. Wajah alami Nilam tak terpoles apa pun, tampak bersinar. “Loe, baik-baik aja ‘kan? Eh, maksudnya udah gak ada yang aneh?” Juju bingung atas pertanyaannya sendiri. Nilam tertawa kecil. “Harusnya aku yang nanya, kamu sudah segar, kok udah masuk kerja?” Juju mengepal tangan, perlihatkan otot yang menggembung di balik jaketnya. “Nggak liat ini? Sudah pastilah sehat, Alhamdulillah. Gue mau masuk kerja, nggak ada kerjaan di rumah.” Nilam menutup mulut agar tak sampai ngakak. “Kerja, tapi kok ke sini?” “Iya mau
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

32. Perasaan

Sebelum Subuh Hanif sudah tiba di pesantren milik Kyai Hamid di daerah Jakarta Selatan. Ia berniat ikut kajian gurunya ba’da Subuh. Ilmu yang didapat diharap memberi energi baru pada imannya yang serasa menurun, hati mulai terisi dengan keinginan selain-Nya. Suasana di lingkungan bangunan berlantai tiga itu membuat hatinya tentram. Ia bukanlah murid di sini, tapi Kyai pemimpin pondok ini adalah guru juga panutannya selama di Kairo. Mengenal beliau yang sangat tawadhu, selalu siap membagi ilmu dan memperhatikan semua yang ingin belajar itu sangat melekat di hati Hanif. Kelak ia ingin bisa seperti beliau. Tetap rendah hati saat diri disanjung dan diminta ilmunya, itu merupakan hal terberat sebagai manusia, godaan untuk berkuasa atas orang lain pasti selalu membisiki. Setelah selesai, Hanif berkesempatan ngobrol bersama. Lelaki ramah senyum ini menyampaikan periha
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

33. Teror Bayang Hitam

Juju tak tahu harus apa, ia beranjak, melangkah cepat ke rumah Babe. “Di mana Bang Hanif, Be?” “Tadi kembali ke pondok, dipanggil lagi buat ngisi acara anak santri ba’da Magrib.” “Hei, ke mana lagi, lu?” Juju seperti orang bingung, mendengar pertanyaan Babe langkahnya terhenti di pintu. “Sebentar, Be,” jawabnya singkat, lalu terburu keluar. Juju kembali ke belakang, ia berharap apa yang terlihat tadi sudah lenyap. Begitu matanya tertuju ke arah yang sama, sosok itu masih tetap ada di sana, sekali terlihat lenyap kemudian bisa tampak lagi. Bulu kuduk Juju meremang. Ia kembali duduk di selasar Nilam, suara gadis itu masih terdengar seakan tak pernah lelah walau sudah sedikit serak. Setelah mengatur napas dalam istighfar berkali-kali, ia membuka applikasi My Quran di
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

34. Hwa

Pagi-pagi Juju sudah datang menjemput Nilam.Sambil duduk di serambi kaki Juju bergoyang, tanda gelisah.“Lu kayak cacing kepanasan aje.” Babe tiba-tiba berdiri di dekatnya.“Iya, nih, Be. Pesan Juki belum dibalas. Tadi skalian nanya, jadi nggaknya Nilam masuk hari ini. Mau ditelpon ntar dikira ngebet banget nanya.”“Emang bener lu udah ngebet, kan? Doa aje, mane nyang terbaik, jan maksa."“Iye. Doa dan usaha, ya, Be.”“Hehehee, dasar anak mude zaman sekarang ….” Babe menggeleng-geleng kepala sembari lanjut mengurus tanaman dengan siraman segar air di pagi hari.Sambil menunggu sesekali Juju menjawab pertanyaan Babe tentang kabar ibunya, yang memang sudah beberapa lama belum tid
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

35. Hampir Menghilang

Dukuh Gelap .... Di rumah papan itu dua orang bertengkar hebat. “Kamu jadi milikku itu balasannya!” Lelaki tua yang tampak frustrasi mencengkeram dagu Suci. “Percuma, sebentar lagi kamu mati!” teriak Suci melawan. Baju lusuhnya telah sebagian terkoyak, beberapa helai rambut gimbalnya juga tercerabut akibat kegilaan si lelaki tua. “Kita akan mati bersama. Semua belum usai ….” Wajah Ki Arya hampir menempel pada pipi Suci yang semakin dekil, mata cekungnya membeliak menantang. “Kamu orangtua yang tak tahu diri! Masih bersikeras mau membunuh Nilam? Percuma!! Hahaa.” Suci tertawa mengejek. “Plakk!” Dua kali tamparan keras itu tercetak panas di pipinya. Suci tetap berusaha kuat, ia mendelik, mengatakan tak akan pergi wal
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

36. Pertolongan Kyai

Juju setengah berlari sambil menggendong tubuh Nilam. Dian hampir histeris kalau tidak segera menutup mulut, takut didengar Mak di dalam, ia gemetar meraih tas Nilam yang masih tersangkut di lengan gadis itu dalam gendongan Juju, lalu lari ke kamar Nilam memanggil Tri dan Dara. “Lu semua jaga Mak, Nilam sudah ketemu.” Dian menyerahkan tas Niam pada Tri, setelah menarik kedua gadis itu keluar, menjauh dari pendengaran Mak. Dian setengah berlari mengejar Juju mereka di depan. Ia sigap masuk saat tubuh Nilam akan dibaringkan ke kursi belakang. "Ni, bangun, Ni." Tangan dan pipi Nilam yang dingin digosok-gosokkan dengan telapak berharap bisa sadar. Juju menyetir dengan injakan gas dalam, tak bisa keluarkan sepatah kata pun. Pikirannya berkecamuk, tergurat ketegangan dan khawatir di wajahnya yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

37. Penyesalan Suci

Sepulang bekerja Juju mampir sebentar ke rumah Babe bertemu Hanif.“Juki, baru pulang?”"Iye nih, Bang. Mampir bentar."Hanif kebetulan sedang akan keluar rumah saat Juju mengarahkan motor masuk pagar. Setelah melepas helm ia menghampiri Hanif, menyalaminya dan mengucapkan selamat.“Selamat untuk apa ini?” Hanif bingung.“Maaf, surat Abang untuk Nilam, Juki ikut baca.”Wajah Hanif langsung terlihat memerah, ia menarik tangan Juju untuk duduk sebentar di teras.“Oya? trus, gimana tanggapannya?” tanya lelaki berwajah bersih itu semringah.Juju menunduk lalu menarik napas sebelum menjawab.“Juki enggak tau, Bang. Hanya menuru
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

38. Hari Baru Nilam

Hari Senin ini terasa menjadi hari baru untuk Nilam, ia berangkat kerja shift siang, sengaja mengirim pesan semalam agar Juju agar tak usah menjemput. Pagi tadi dikirim ulang karena tidak mendapat balasan. Ia merencanakan akan mulai mandiri, naik bus kota yang rutenya melewati area resto. Langkahnya anggun, mengenakan celana pipa putih dan blouse hitam berlengan panjang. Sebagai admin Nilam sudah tidak memakai seragam waiters. “Assalamuallaikum,” sapa seseorang menghentikan langkahnya, saat akan membuka pagar. “Waallaikumsalam.” Ia melihat Hanif keluar pintu dengan baju koko hitam. Lelaki yang bersiap berangkat juga itu sejenak terpana, pemilik rambut coklat yang biasa terurai, kini mengenakan hijab. “B-berangkat sendiri?” Hanif sedikit tergagap saat Nilam senyum, mengangguk kecil padanya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

39. Tanda Terlepas

Juju sudah dua hari tidak masuk kerja, dan hingga hari ini Nilam belum juga mendapat balasan semua chat yang dikirimnya kala itu, hanya dibaca, lalu ponsel Juju tidak aktif.Nilam berkali-kali menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan saat pulang naik ojol. Entah kenapa mala mini perasaannya sedang sensitif. Mata Nilam tiba-tiba menghangat tanpa alasan, ia tak suka dirinya yang merasa mudah menangis sejak kemarin. Ada rasa yang tak dipahami di dalam dada.Proses hijrahnya ini tak ringan jika hati mengeluh, Nilam meredam rasa dengan melafalkan istighfar untuk bisa menenangkan diri. Ia tidak mau kembali lemah dan melupakan Tuhan.Rumah Babe yang sepi, hanya Mang Didin yang terkantuk duduk di bale-bale depan. Melewati rumah Babe ini membuat Nilam teringat akan perasaan Hanif yang belum juga terjawab olehnya. Nilam akan mengumpulkan jawaban tepat yang sesuai den
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya

40. Juju Sakit

Nilam memasuki halaman rumah berlantai dua, bernuansa cat putih berpadu emas. Halaman rumah Juju yang khas banyak tanaman buahnya. Sepulang kerja ia langsung ke sini dulu, mencari kabar Juju yang mengganggu pikiran Nilam sejak tadi. Rumah itu terlihat sepi, di sini Nilam tahu Juju hanya tinggal bersama ibu, dua sepupu juga satu assisten rumah tangga. Rumah ini kata Juju banyak menyimpan kenangan pada almarhum bapaknya, jadi walaupun sepi dan terasa terlalu besar untuk penghuni yang sedikit, ibunya Juju tidak ingin menjualnya walau pun kondisi ekonomi mereka tak sebaik waktu suaminya masih hidup. Dua kakak Juju sudah menikah dan punya rumah sendiri. Nilam cukup sering ke sini saat libur atau ada acara keluarga Juju, cukup mengenal juga saudara-saudara pemuda itu. Setelah memencet bel berbentuk segi empat di samping pintu, seorang
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status