All Chapters of Kehancuran Usai Suami Berkhianat : Chapter 21 - Chapter 30

76 Chapters

21. Pernikahan Almira

Kedua belah keluarga dan mempelai sudah ada di Gedung Balai Pamungkas, dekat Stadion Kridosono, untuk melaksanakan resepsi. Almira dan suami sudah memakai pakaian Paes Ageng Jangan Menir, sangat cantik dan tampan. Almira juga berdarah Jogja dari Mas Danang, tidak masalah kompak memakai adat Jogja. Alhamdulillah, akad di rumah tadi pagi lancar tanpa halangan. Mas Danang cukup tenang menggenggam erat tangan Angger Wijatmoko saat prosesi, dalam sekali ucap langsung sah. Suara menantu terdengar sangat mantap dan tegas. Aku lega. Ini sudah hampir dua jam duduk di kursi sisi pelaminan, berdampingan dengan Mas danang sebagai orang tua perempuan. Kunikmati suasana, sesekali lirik Almira di pelaminan tengah, ia tampak selalu senyum lepas, kadang berbisik dengan sang suami, malu-malu_ah, teringat diriku dulu, ya begitu, mengenakan baju adat Jawa juga. Semoga kebahagiaan selalu ada padamu, Nak. Biarkan s
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

22. Lagi-Lagi Urusan Duit

“Besok sudah pulang, Soraya?” “Iya. Anak ayam sudah nunggu emaknya, haa.” “Bapak ayam ditinggal, nih?” Apaan nih maksudnya? Aku terdiam, muka terasa panas tapi juga merasa Mahesa terlalu agresif jadi lelaki. Apa karena ia produser, biasa dekat dengan banyak wanita. Biasa merayu siapa yang ia mau. Respek padanya terasa berkurang. Pasti orang ini suka main-main. Di mana-mana lelaki itu sama. “Jangan banyak pikir negatif. Gak semua lelaki begitu.” Hah?! Ini … ia bisa nebak pikiranku? “Aku masih di sini. Bagaimana kalau kita wisata ke Borobudur, mau?” Ia terus bicara saat aku terdiam. “Tenang ada tiga orang teman nanti, kita gak s
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

23. PoV Danang

“Tolonglah, aku pusing ini, Jum. Sudah ke mana-mana belum dapat jalan juga.”“Ya, kayak yang aku bilang tadi, Bang. Maaf. Tetap belum bisa bantu. Pemasukkan turun akhir-akhir ini, bukannya tidak mau bantu.” Pundakku ditepuk Jumri sebelum ia kembali masuk tokonya.Satu jam sudah aku di sini mungkin terasa terlalu memaksanya, sampai ia keluar lagi tadi, mengingatkan aku kalau dirinya tetap tidak bisa membantu.Aku di depan deretan ruko sembako ini, sebentar lagi semua akan tutup menjelang sore. Pasar akan berganti lapak jualan pakaian di depan toko-toko sampai malam.Kuremas kepala yang terasa akan pecah, belum juga dapat jalan keluar masalah keuanganku sampai detik ini. Hari keempat bayiku dan April dirawat. Istriku sudah membaik, harusnya sudah bisa pulang, tapi aku belum punya uang untuk bayar administrasi.
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

24. Sebuah Tanggung Jawab (PoV Danang)

Urusan istriku ke luar rumah sakit lancar. Kami sudah di rumah. “Istirahat aja, Sayang. Mas mau masakin bayam dulu.” Kubuka jendela lebar-lebar, di luar sedang sejuk, lebih enak angin alami untuk istriku ini. Selama di rumah sakit ia keluhkan kipas angin yang berada tepat di atas kepala. Ia jadi benci kipas dan AC, katanya kepalanya seperti penuh angin, haha, ada-ada saja. Bayam, juga ikan gabus kuambil seekor dari kulkas, bahan ini kutitip Denok beli saat ke pasar Kahayan tadi pagi. Aku bersihkan sayur, sambil pikirkan bayi kami yang masih dalam perawatan. Anakku itu tetap di rumah sakit sampai bisa kuat dan ke luar dari inkubator. Tubuhnya kecil, lahir di usia kandungan 7 bulan, sungguh aku tidak tahu April hamil sebelum sakit, ia tidak bilang apa-apa. Untunglah selama sering ngamuk itu tak pengaruh, bayinya lahir dengan fisik
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

25. Mistik April (PoV Danang)

Dari tempat Soraya segera kulajukan roda dua menuju rumah Haji Muin, letaknya jalan Tjilik Riwut kilometer 15. Akan kucoba mohon pinjaman tidak usah pakai agunan. Semoga ada sedikit kebaikan hatinya memudahkanku. Perjuangan cari pinjaman begini sudah beberapakali kulakukan, makin ke sini semakin sulit saja. Padahal dulu mudah kulakukan. Saat jadi ketua panitia pembangunan masjid, waktu itu sukarelawan, teman-teman, relasi bisnis maupun kawan grup wirausaha langsung berlomba guyurkan uang dari rekening mereka. Pembangunan lancar, aku dipuji sukses dan dianggap berjasa sebagai bagian pendiri rumah ibadah itu. Namun, sekarang hanya sebagai kenangan, yang terkenal kini justru Danang sebaliknya, seorang yang tak bisa dipercaya. Mungkin mereka kecewa banyak pinjamanku macet, lalu tersebar reputasi buruk, hingga mereka terlupa jasaku dulu. Begitulah. Separuh perjalanan sudah kutempuh, tiba-tiba terin
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

26. Nasib Tragis (PoV Danang)

 “Nanti kalau sudah sehat akan kugeber ruqyah April, biar ia lepas tuntas dari pengaruh mistis dalam tubuhnya itu. Mungkin ini pengaruh sama sikapnya pada Adam ….” Aku bicara seolah-olah pada diri sendiri, mengeluh sambil menatap wajah bayiku. “Yang sabar, Mas. Setiap rumah tangga pasti ada aja masalahnya.” Dina mengingatkan. “Iya, terima kasih banyak, Dek, mau terus tolongin mas.” “Kita ini saudara. Namanya saudara ya gitu, mau marah sampai gimana tetep aja nggak bisa benci.” Dina lalu mengambil alih Adam dariku. “Ya, Dek Adam Tampan. Kamu kalau sudah besar jadi kebanggaan ayahmu, ya.” Aku ikut menimang Adam sebelum beranjak. Setelah ini akan ke rumah teman, tanya kerjaan untuk menambah penghasilan. Sisa uang dari Haji Muin tidak berani kuhabiskan, itu untuk jaga-jaga kalau ada situasi gawa
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

27. Dia Datang

PoV Soraya Baru kuletakkan ponsel, nada suara pesan masuk kembali menarik tangan meraihnya. Dia lagi. Senyum ini makin tertarik lebar lihat foto yang dikirimnya, sosok lelaki manis menatap layar dengan senyum dan tatapan mata penuh arti. Gambar dirinya ada di dekat kaca gedung tinggi. Tanpa sadar kutatap lekat wajah tak bergerak itu, bahkan khilaf, ku-zoom bagian hidung dan mata yang tampak sangat menarik. Ting! Terkejut atas ulah diri sendiri, cepat kugeser layar kembali. ‘Aku jangan ditatap terus, nanti makin suka.’ Muka ini terasa langsung panas. Aneh, darimana ia tahu aku perhatikan wajahnya? Jantung berdebar-debar merasa tertangkap basah, padahal ini aku sendiri di kamar.
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more

28. Lamaran

Sebentar melihat rumahku, Koh Liem dan Cece mengajak Mahesa mengitari sekitar enam kolam yang sejuk. Dua lelaki itu ngobrol sampai ke ujung tanah ini melihat-lihat usaha kecilku. Sementara aku dan Cece berdiri di sisi kolam. “Lihat ikan itu senang ya, Ay?” celetuk Cece, yang kemudian bilang sempat tertarik bisnis ikan dulunya, tapi urung karena lebih suka usaha yang lain. “Cece bisa buka jual bibitnya,” timpalku. “Gak lah, Ay. Mauku ini ya banyak, semua mau, tapi gak mungkin semua ke-handle.” “Pengen buka wisata taman bunga juga ini,” sambung Koh Liem yang ternyata sudah di dekat kami. “Yang di Surabaya jadi ya, Ce?” “Di Malang jadinya, Ay, udah mulai diurus.” “Asyiik, aku bakal ada tujuan kalau mau jalan ke Malang,” ujarku.
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more

29. Keadaanku Sekarang (PoV Danang)

Peluh belum juga kering, baru sampai depan rumah terasa tambah gerah dengar tangis Adam melengking, memecah lengang siang.  “Kenapa itu anak nangis dibiarkan?!” Panas matahari di luar terasa pindah ke kepala, aku seharian menumpahkan keringat demi mencari tambahan isi dompet, malah tidak disambut suasana nyaman. April santai menggosok permukaan kulitnya dengan bubuk kuning, wangi jamu-jamuan. Ia melirik sekilas. “Sudah didiamin tadi, nangis lagi. Dia cuma mau sama bapaknya.” “Paling tidak kamu gendong, pasti Adam diam.” “Mas lihatkan biasanya mana mempan?” Ia masih tidak mau kalah. Memang benar kalau Adam nangis digendong April malah makin keras tangisnya. Kuraih tubuh Adam yang mukanya sudah merah basah, sebab kelamaan menang
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more

30. Inikah Istri yang Kupertahankan? (PoV Danang)

Di jalan, aku terpaksa mendorong motor yang mogok. Tangisan Adam di gendongan membuatku makin bermandi peluh. Di depan sana ada deretan warung makan. Aku mendorong motor hingga naik ke trotoar. Lelah. Aku butuh istirahat. “Adam ….” Kuusap banjir peluh pada dahi bayiku. “Loh, Bang Danang?” “Oh, Jum.” Bertemu Jumri membuat hatiku sempat ciut, ia baru ke luar dari warung makan. Merasa diri sudah seperti gembel di depannya, keringat bau membasahi ketiak, akibat tadi mandi buru-buru, Adam menangis keras sampai aku belum sempat sabunan. Anak ini memang tidak bisa ditinggal, kalau pun ada ibunya ia tetap pilih anteng di gendonganku. “Mogok motornya?” tanya Jumri basa-basi.
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status