Beranda / Pernikahan / Kehancuran Usai Suami Berkhianat / 30. Inikah Istri yang Kupertahankan? (PoV Danang)

Share

30. Inikah Istri yang Kupertahankan? (PoV Danang)

Penulis: Li Na
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di jalan, aku terpaksa mendorong motor yang mogok. Tangisan Adam di gendongan membuatku makin bermandi peluh.

Di depan sana ada deretan warung makan. Aku mendorong motor hingga naik ke trotoar.

Lelah.

Aku butuh istirahat.

“Adam ….” Kuusap banjir peluh pada dahi bayiku.

“Loh, Bang Danang?”

“Oh, Jum.”

Bertemu Jumri membuat hatiku sempat ciut, ia baru ke luar dari warung makan. Merasa diri sudah seperti gembel di depannya, keringat bau membasahi ketiak, akibat tadi mandi buru-buru, Adam menangis keras sampai aku belum sempat sabunan.

Anak ini memang tidak bisa ditinggal, kalau pun ada ibunya ia tetap pilih anteng di gendonganku.

“Mogok motornya?” tanya Jumri basa-basi.<

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    31. Noda Dari Tanganku (PoV Danang)

    April ...! Itukah … dirimu …? Video panasmu dulu kau bilang dalam pengaruh obat, dalam pengaruh ancaman. Tapi ini … kamu pasti sedang sadar, kan?! Istighfar kupekik berulang-ulang dalam benak, mohon Tuhan kuatkan raga, kepala ini terasa akan meledak. Tidak. Jangan sampai aku pingsan. Atau darah naik lalu …. Jangan! Aku melawan diri sendiri. Meski kepala terasa akan pecah, aku harus bertahan. Tarikan napas dalam, kuisi paru-paru, cukup melonggarkan sesak isi dada. Wanita itu masih mendesah manja, tak menyadari keberadaanku di dekatnya, ia bahkan mengubah posisi miring, dengan layar telepon di depan dada. Bisa saja aku berbuat kekerasan, tapi sisi lain diriku menentang. Adam membutuhkan bapaknya. Ia tidak disayang ibunya, bag

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    32. Sesal (PoV Danang)

    Kami pun duduk berhadapan. “Tahu kenapa aku ke sini?!” Jerry mengangguk ragu. “Apa Denok-“ “Hentikan semua!” Kusela kalimatnya. “Putuskan siapa pun perempuan itu dan jadikan Denok satu-satunya!” Suaraku keras, kalimat ini bagai sebuah pesan yang ke luar dari lubuk terdalam. Ia terdiam. Bisa kutangkap ia sedang berpikir. “Jangan jatuh pada kesalahan sama, Jerry! Jangan lakukan seperti apa yang aku lakukan …” Panas bola mata ini, kupijat sisi kepala yang menegang. “jangan … jangan lakukan ...,” ucapku berubah dalam nada lemah. Berulangkali kalimatku memohon. Ia masih terdiam, mengisyaratkan ada sesuatu yang sulit dikatakan. Sama seperti

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    33. Godaan (PoV April)

    “Terima kasih, Pak ... rumahnya nyaman. Aku suka, deh.”“Baguslah kalau suka. Selamat istirahat, Cantik. Tidak sabar nih datang besok.”“Sabarlah, Pak … he, pasti kutunggu.” Pada pria yang sudah menolongku saat hampir jadi gelandangan akan kuberikan yang terbaik. Di akhir panggilan kumajukan bibir, mencium layar yang dibalasnya dari jauh.Terlihat sekali mukanya merah, dibalasnya aku dengan lebih gemas. Ah, aku tahu dia pasti sudah tak sabar ke sini.Kututup panggilan, melihat tempat tinggalku sekarang. Ternyata gampang banget kalau mau hidup enak. Mudah, lepas satu tumbuh seribu. Nangis buaya sebentar dicerai Mas Danang, aku langsung bisa ketawa setelahnya. Hahah. Begitulah. Dicampakkan sandal jepit tua, aku bisa dapat sepatu bermerek mahal.Aku masuk ke kam

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    34. Apa Aku Sudah Mati? (PoV April)

    Hampa. Rasa itu menghantui hari-hariku setelahnya. Pak Joni bisa datang tiba-tiba kapan pun mau. Hanya melepas nafsu. Hubungan kami tidak jelas. Di luar dia bersikap dingin, tapi saat ada maunya aku diperbudak. Miris. Nasibku terasa mendapat sinyal buruk. Mamak pun tidak bisa membantu. Foto Pak Joni yang kukirim untuk diritualkan, digantung dengan minyak tidak mempan juga. Apa Nenek marah ataukah ‘sahabatku’ sudah kalah? Pulang kerja badanku letih lesu, jalan dari depan perumahan ke sini saja rasanya mau pingsan. Sampai di kamar aku duduk mematut lagi wajah pada cermin. Tidak ada yang kurang? Semua masih sama bentuknya. Kadang aku memang ketakutan sendiri, jika kekuatan gaib dalam diri benar hilang,

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    35. Soraya Di Tempat Baru

    Lepas Ashar kuseduh teh hijau tanpa gula, kubawa ke lantai atas. Nikmat sekali menyeruputnya sambil menikmati embusan angin di sini, di balkon yang nyambung dengan rooftop. Menghirup angin khas Kaliurang, sejuk dan terasa bersahabat dengan paru-paru. Mata tertuju pada segarnya selada, salah satu tanaman hidroponik milikku. Setelah jauh dari teman-teman di Kalimantan aku kadang kesepian di sini, bercocok tanam salah satu cara sebagai penghiburku di sela kegiatan lain. Ya, aku sudah putuskan menetap di sini. Meninggalkan semua demi menyambut kehidupan baru. Merangkai masa tua bersamanya. Kabar bahagia, karena aku sudah menikah dengan Mahesa, lamarannya saat itu segera kuiyakan setelah Mas Danang pulang. Sebuah keputusan besar, dan cepat. Hanya mengikuti naluri, kupikir memang sudah tepat, berani melangkah bersama lelaki yang dicintai.

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    36. Kehadiran Denok

    Segera kudekap Denok, memeluknya erat, mencium pucuk kepalanya tanpa bisa berkata-kata. Kutahu saat begini ia merasa jatuh, merasa dicampakkan bagai orang tak berharga. Dilukai tanpa terlihat lukanya itu lebih sakit, masa saat diri butuh pereda berupa tempat bersandar dan didengarkan. Kupejamkan mata, merasakan guncangan bahu putriku. Mengalirkan doa semoga ia kuat menghadapi apa pun. “Denok, Denok minta cerai, Ma …!” Kata itu membuatku bagai tersambar. Segera kutarik diri, merangkum kedua bahunya, menatap matanya lekat. “Pokoknya Denok minta cerai,” ulangnya lagi dengan sinar mata begitu luka. “Tumpahkan semua dulu apa yang kamu rasa, Nak. Mama akan dengar,” ujarku sambil menatapnya. Kutunggu, tapi justru ia diam, seperti kehabisa

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    37. Kesempatan Kedua (PoV Author)

    “Eh, Imah, bagaimana orang itu, sudah bisa bangun, kah?” “Belum, Cil. Kadang bangun cuma merintih,” jawab perempuan berniqab, sambil menyendokkan pesanan nasi campur yang dibeli tetangganya ini. “Kasian mamamu malah jadi repot.” Di balik cadarnya ia tersenyum tulus. “Kasian, Cil. Doakan ja mudahan lekas sehat.” Warung nasi kuning dan nasi campur di halaman rumah ini biasanya memang laku, tapi beberapa hari terakhir makin ramai saja, karena tak cuma pembeli yang datang, beberapa warga penasaran keadaan seorang perempuan yang ditolong pemilik warung dari amukan massa. Sebagian mereka suruh cari, dan serahkan ke keluarganya, tapi Bu Yayah bersedia merawat sampai sehat terlebih dahulu. Perempuan muda itu nyaris mati, dalam kondisi penuh luka dan tak sadarkan diri masih saja dipukuli. Ironis, kain yan

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    38. April (PoV Author)

    Beberapa hari berlalu, setelah sebelumnya tidak berani melihat cermin, hari ini April putuskan ingin melihat wajahnya. Ia harus tahu sebelum memikirkan akan ke mana setelah ini. Melangkah ke luar kamar, ia celingukan mencari kaca. Tidak ada. Ia pun ke dapur. Setelah melihat ke sana ke mari pandangnya terjatuh pada sebuah cermin kecil tergantung di dinding, dekat keran pencuci tangan. Astaga! Seketika seperti terhenti bernapas, lihat bayangan wajahnya yang jauh berbeda. Di atas pipi ada bulat besar kehitaman, di pelipis juga, bibir hitam membesar, belum lagi hidung …! Ini bukan aku! Bukan! April mundur, membuang pandang. Napasnya menderu. Ia tidak percaya itu wajahnya. Sesaat kemudian ia kembali memberanikan diri melihat lagi, masih menampak

Bab terbaru

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    75. Akhir

    POV Soraya Setelah tertegun sejenak, suami meletakkan ponselku di atas kasur, tepat di sisinya. Aku menatap semua pergerakannya dalam diam. Sepertinya memang ada yang tak kutahu. “Dek … maaf sebelumnya kalau mas belum cerita ini.” “Ceritakan saja, Mas. Saya siap dengar,” balasku tenang. Sesakit apa yang akan ia katakan, mungkin aku kuat karena pernah mengalaminya dulu. “Sebenarnya ini sudah lama. Mas mengenalnya sudah dua tahun belakangan. Hanya dia baru bilang suka beberapa bulan lalu.” Aku coba mengatur napas, untuk melonggarkan dada yang terasa nyeri dan sesak. Akankah ini terulang seperti Mas Danang dulu lakukan …? Tidak. Jangan ya, Rabb …! “Dia usia 40 tahun, belum menikah. Dan … bilang jatuh cinta pada mas.” Mas Mahesa mengambil tanganku, menggenggamnya erat. “Maafkan mas …” kalimatnya yang menggantung membuatku terpukul. Bayangan pengakuan Mas Danang dan April saat itu mengitari pikiran, menghantuiku. “Mas pernah

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    74. Pesan dari Seorang Perempuan

    “Tante, apa kabar?”Aku yang mendapat sapaan itu langsung menoleh, seseorang perempuan berhijab panjang, dengan masker putih hingga yang terlihat hanya matanya.“Alhamdulillah, baik. Apa kabar juga,” balasku, tersenyum sambil mengingat-ngingat dia siapa.Seperti paham, ia menurunkan maskernya. Perempuan berwajah tirus dengan hidung lancip dan sedikit parut luka kecil di dekat hidung. Meski begitu dia tampak cantik.“Alhamdulillah baik juga, Tan. Saya … April,” ucapnya sambil meraih dan menyalim tanganku.“April?” Segera kubuka tangan memeluk tubuhnya. Sudah lumayan lama kami tak bertemu. “Senang bertemu kamu lagi.”Aku memang pernah dengar dia sakit, dan setelah sehat aku kemudian tak tahu lagi bagaimana hidupnya, hingga bisa bertemu di sini sekarang.April tampak jauh lebih baik.“Saya juga senang ketemu Tante.” Suaranya yang masih khas, tetapi kini

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    73. Keinginan April yang Kubenci!

    POV Danang“Saya minta maaf ... sangat mohon dimaafkan Al ... keluarga Mama, Papi, dan keluarga Ayah. Saya sudah terlalu jauh melangkah ... ini kesalahan besar yang sudah saya lakukan. Saya ... sudah menyakiti semua orang, terutama Almira.”Angger bicara begitu di malam harinya, saat kami sudah pulang dan berkumpul di rumah, kecuali Naya yang tetap tinggal di rumah besan.Semua kompak tinggal di rumah yang dulu Soraya beli saat anak-anak kuliah, dan sudah direnovasi berlantai tiga ini. Kami tidak ada yang menyewa hotel. Tempat ini lebih dari cukup untuk menikmati kebersamaan luar biasa, yang amat langka terjadi. Meski kami sudah bukan suami istri, Soraya tampak tak canggung menganggapku sebagai bagian dari keluarga.“Kami mendukungmu, Nak Angger. Keputusan apa pun memang hanya kalian berdua yang menjalani. Jika berdua sama-sama ingin bertahan, berjuanglah. Kami akan mendukung selama itu ke arah yang baik. Kami salut kamu be

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    72. Acara Naya

    Malam ini aku, Mas Mahesa juga Rama ngumpul di ruang tengah, kita baru selesai videocall dengan putri Mas Mahesa yang tinggal di Belanda. Rama dengan Bahasa Inggrisnya tadi amat fasih bicara dengan ponakan dan saudara lain di sana. Kontak kami memang sebatas video call, setelah tiga kali pertemuan secara langsung dengan gadis berwajah khas India itusangat ramah dan baik padaku, yang dipanggil Mami olehnya. “Kapan kita liburan ke Belanda?” Mas Mahesa bertanya. “Kalau liburan panjang bisa, Mas, sebelum Rama masuk SD, gimana?” “Bisa. Gimana, Dek Rama mau kita ketemu sama Mark dan Loui?” “Mau, Pi. Mau banget. Biar naik sepeda bareng.” Aku pun setujui kami akan liburan tiga bulan lagi. Selama fisik masih kuat ke manapun diajak suami oke aja. Beberapa tempat wisata di Indonesia sudah Mas Mahesa ajak. Ia termasuk laki-laki yang suka travelling, dan aku pun merasa ketularan. Masa tua kami isi sosial juga menjalin silaturahmi dengan ana

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    71. Doaku Masih Membersamai Kalian

    PoV Soraya“Pakabar Mama?” Pelukan dan cium pipi kiri kanan saat aku bertemu Almira di restoran.“Alhamdulillah, mama sehat. Kamu gimana, Sayang?”“Alhamdulillah, Ma.” Almira membuka tangan mengisyaratkan aku melihat kalau ia baik-baik saja.Aku tersenyum lega. “Kita ke ruang sana, yuk.” Tangan Al kemudian kugamit, kami mengikuti seorang waiters yang mengantarkan ke ruang pesananku.“Mama sempet nunggu, kah tadi?”“Enggak, kok, Al, papimu barusan aja pergi.”“Jadi beneran kita berdua aja nih?” Wajahnya sedikit heran melihat kami menyusuri lorong yang diapit susunan batu alam.“Skali-kali mama ngedate sama kamu, ya ‘kan?” godaku.“Aih, Mama. Tapi kok bikin deg-deg’an ya. Kita kemana? Kok, berasa kayak mau dikasih surprise. Masa aku lupa ini ulang tahunku?” katanya

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    70. PoV Danang

    POV DanangAh, harusnya ketenangan sudah kugenggam ... tapi kenapa terasa masih jauh. Setelah semua yang kuminta pada anak-anak terpenuhi, juga hubungan Adam yang membaik dengan April pun dikabulkan. Aku tetap merasa ada yang berlubang dalam dasar hati.Ada apa denganku ...?Pagi-pagi, seperti biasa keluar kamar aku langsung ke dapur, berpapasan dan berbagi senyum dengan Almira. Wajah pucatnya cepat mengurai senyum lebar setelah menyadari tatapanku, kurasa senyum itu sangat dipaksakan.“Ayah mau sarapan apa, nanti tinggal bilang simbok, ya, Al buru-buru piket pagi. Kalau bahan kurang atau butuh apa bisa wa aja, pulangnya Al belikan.”Di atas rasa sedih atas rumahtangganya ia masih memikirkan keperluanku. Dia pikir aku tak tahu apa-apa. Betapa aku merasa tak berguna sebagai ayah. Kalimatnya terasa menegurku yang selama ini terlalu banyak permintaan dan kecerewetan, termasuk tentang makanan.“Ah, ayah a

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    69. Senja Bertaut dengan Masalah Anak-anak

    “Wuaah, ini ajaib, Mama Al.” “Cakepnya, anak bule, kulit putih ambil mamanya, hidung mancung dari papanya.” “Kada nyangka, Aya, ikam kawa bisi anak lagi.” (Nggak nyangka, Aya, kamu bisa punya anak lagi) Itu sebagian kecil beragam komentar kawan-kawan saat aku lahiran, bahkan sampai sekarang. Sejak hamil sampai melahirkan mereka rutin lakukan panggilan video, ikut gemas lihat perkembangan anakku. Sekarang Rama sedang aktif-aktifnya melangkah, seperti mau cepat bisa lari. Otot kakinya sudah kuat, tak pernah terlihat jatuh lagi. Aku bersyukur atas kesehatannya ini. Dua perawat siaga, satu bertugas untuk Rama, satu untukku. Suami benar-benar memanjakan kami dengan kemampuannya. Ia melarangku terlalu lelah mengejar Rama yang sangat aktif bermain. “Biarkan yang muda aja

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    68. Bahagiaku

    PoV SorayaHari di mana anak-anak memberi hadiah untukku, lukisan pemandangan yang menggetarkan hati. Sangat mengharukan, karena di situ ada kenangan dua orang yang tersimpan dalam.Pertama, tempat itu tempat Mas Danang dulu mengutarakan isi hati. Getaran cinta pertama pada lawan jenis. Kenapa bisa di sana, ya karena aku mengenalnya saat study tour kelas 2 SMA ke Jogja. Ia lebih tua 6 tahun dariku, bertemu di Borobudur langsung bilang suka dalam pandangan pertama. Jodoh menggariskan kami bertemu lagi di Palangkaraya dua tahun kemudian, lalu menikah di usiaku yang masih terbilang muda.Kedua, itu tempat kenangan bersama Mas Mahesa juga. Getaran pertama muncul makin kuat padanya, ia pernah dalam diam menungguku menikmati pemandangan bak karpet hijau terpampang di depan mata. Meski sudah tua saat itu, tapi getarku padanya sempat membuat diri

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    67. Rumah Tangga-ku

    PoV Denok“Iya, iya. Kewajiban seorang mama ya memang begitu. Memastikan kalau anak-anaknya tumbuh baik.”“Termasuk harus berbohong?” Kututup mulut yang refleks bertanya.“Bohong buat kebaikan kenapa enggak?”“Ih, namanya Mama jahat sama diri sendiri.” Aku memeluk kakinya, mata hampir kembali basah.“Al, Nay, Fa, Denok … kalian dengarkan, ya. Mama ini sayang diri sendiri, sayang kalian-““Sayang Ayah?” Mama terhenti melihatku.Mengatup mulut sedikit mengangguk.“Ya, mama akui sayang ayahmu juga … 21 tahun bersama sebelum peristiwa itu bukanlah waktu sebentar. Kebaikan ayah kalian, di awal kami membangun rumah tangga

DMCA.com Protection Status