Home / Fiksi Remaja / Can You See Me? / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Can You See Me?: Chapter 71 - Chapter 80

92 Chapters

Bab. 70

Mata Rallin langsung membola begitu mendengar ucapan lelaki yang tengah duduk di motor itu. Ini serius Rallin mau dikenalin ke orang tuanya Nadiv? Sebagai apa? Teman? Sahabat? Atau… Rallin menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Rallin akan dikenalkan sebagai pacar. Nadiv saja sudah menolak pernyataan cintanya. Ah, memalukan saja. Padahal tadi ia sudah begitu percaya diri kalau Nadiv akan menerima cintanya, ternyata tidak. Itulah sebabnya, kita tidak boleh berekspektasi terlalu tinggi. Karena kadang luka dan kecewa itu hadir bukan dari orang lain akan tetapi hadir melalu harapan kita yang terlalu membumbung tinggi.Nadiv pun turun dari motornya. Lelaki itu menatap kaca di spion motornya kemudian menyugar rambutnya ke belakang. “Ganteng banget gue,” ujarnya narsis.Dahi Rallin langsung berkerut dalam. Merasa ingin muntah karena kenarsisan lelaki itu. Tapi kalau difikir-fikir, Nadiv ini memang tampan, makanya Rallin suka. Eh, bukan karena ketampanan Nad
Read more

Bab. 71

Maudi tersenyum lebar sampai menampakkan giginya yang rapi ketika melihat Rallin tengah menatapnya dengan pandangan terkejut. Gadis itu bahkan sampai tidak berkedip hanya karena menatap kehadiran Maudi di rumah Nadiv.Maudi berjalan menghampiri mereka yang tengah duduk sofa keluarga. Sementara Nadiv, lelaki itu tampak acuh dan malah sibuk bermain game di ponselnya. Sesekali lelaki itu mengumpat pelan karena kalah dalam bertanding game.Maudi langsung duduk di sebelah Rallin yang masih shock. Maudi langsung menampilkan senyum manis sembari menatap Rallin."Biasa aja liatin gue. Nanti lo naksir sama gue," kelakar gadis itu sambil tertawa kecil."Lo ngapain di sini?" tanya Rallin setelah diam beberapa saat. Masih sedikit kaget dengan insiden ini.Maudi berdehem sebentar kemudian beranjak berdiri kemudian berjalan menuju dinding. Dimana letak foto-foto masa kecil Nadiv terpasang.Kemudian tangannya menunjuk salah satu foto Nadiv bersama gadis se
Read more

Bab. 72

Henggar menatap sekumpulan flashdisk yang ia biarkan tergeletak di ranjangnya. Ia cukup kaget ketika membuka bungkusan plastik yang ternyata isinya lebih dari satu flashdisk. Mungkin ada sekitar sepuluh flashdik di sana dengan bentuk, model, dan ukuran yang sama. Membuat Henggar yakin kalau salah satu flashdisk itu menyimpan bukti rekaman kejadian dua tahun yang lalu.Henggar mengambil laptop yang ia simpan di laci meja belajarnya kemudian memangkunya. Ia mengambil satu flashdsik lalu memasangnya. Keningnya berkerut dalam saat ketika tidak mendapati satupn file yang tersimpan di sana. flahdisk itu tampak seperti baru.“Kenapa bisa gini?” tanyanya sendiri dengan bingung.Ia pun melepaskan flashdisk itu kemudian memasang flashdisk yang lainnya. Tapi herannya, semua flashdisk yang ia pasang tidak ada satupun yang memiliki file di dalamnya. Semuanya masih baru. Membuat Henggar mengerang kesal.“Pasti dia udah tau kalo gue bakal meriksa pos i
Read more

Bab. 73

Tidak ada yang mengeluarkan suara selama perjalanan. Hanya terdengar suara bising kendaraan yang berlalu lalang. Nadiv fokus menyetir dengan kecepatan sedang, sesuai perintah Tiya, mamanya. Pikirannya melayang ke pesan yang dikirimkan oleh Adelia beberapa waktu lalu. Gadis itu tengah membutuhkannya. Membuat setitik hati kecil Nadiv ingin menemui Adelia. Tapi ia sudah berjanji untuk tidak terlibat dengan gadis itu lagi demi menjaga perasaan Rallin. Lalu apa yang harus ia lakukan?Sementara Rallin, suasana hatinya sedang tidak baik. Perasaan sesak selalu menggerogoti hatinya setiap ia mengingat tentang penyakit yang diidapnya itu. Membuat Rallin merasa hidupnya begitu hancur. ia bahkan sampai membayangkan kalau nanti, ia benar-benar ditakdirkan untuk pulang lebih dulu, lalu siapa gadis beruntung yang akan menemani Nadiv sampai hari tua? Rallin selalu berdoa agar diberikan umur yang panjang agar bisa bersama Nadiv untuk selamanya.Sibuk dengan pikiran masing-masing, sampa
Read more

Bab. 74

Rallin berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit. Langkahnya terasa berat. Tatapannya kosong, tidak ada binary cerah yang biasa ia tunjukkan dihadapan banyak orang. Tidak ada lagi topeng ceria yang senantiasa menghiasi wajahnya. Semuanya hilang, sama seperti semangat Rallin yang hilang sejak mendengar penjelasan dari Arden. Mungkin ia berdosa melakukan ini, tapi bolehkah ia menyesal karena sudah terlahir ke dunia? Bukan karena ia tidak mau bersyukur atas nikmat nyawa yang diberikan Tuhan untuknya. Hanya saja ia merasa kalau ini semua percuma. Percuma ia hidup kalau ia tidak pernah merasakan kebahagiaan. Iya, dia pernah mendengar seseorang berucap, Tuhan tidak akan memberikan ujian yang berat kecuali Dia yakin umatnya mampu melewati itu. Mampu, ya? Batin Rallin bersuara. Gadis itu menghela nafas berat. Apa mungkin ia mampu? Pandangan gadis itu mengedar, mencari keberadaan Nadiv. Keningnya berkerut dalam saat tidak menemukan Nadiv di tempat lelaki itu menungg
Read more

Bab. 75

Layaknya menaiki trampolin, dilambungkan begitu tinggi lalu dihempaskan begitu keras sampai ke dasar. Mungkin itulah yang dapat menggambarkan perasaan Rallin saat ini. Sakit, hancur, dan kecewa semuanya berpadu menjadi satu. Membuat dadanya begitu sesak ketika melihat bagaimana Nadiv, lelaki yang ia yakini akan selalu bersamanya dalam situasi apapun nyatanya lelaki itu juga yang kembali menorehkan luka begitu dalam. Dulunya ia kira ia telah mendapatkan hati Nadiv sepenuhnya. Tapi kenyataannya hanyalah angan belaka.  Tidak ada yang lebih hancur daripada melihat orang yang dicintai lebih mementingkan masa lalunya. Lalu untuk apa hadirnya Rallin kalau ternyata lelaki itu masih menaruh perasaan pada Adelia? Untuk apa lelaki itu memberikan harapan yang begitu manis kalau nyatanya harus berujung pahit? Rallin mengusap air matanya yang terus berjatuhan sejak tadi. Tidak ada isakan yang terdengar, namun yang ia tahu menangis dalam diam seperti inilah yang paling
Read more

Bab. 76

Rallin dan Arden berjalan berdampingan ketika mereka menyusuri jalanan menuju taman kota. Tempat itu tampak ramai karen hari sudah menjelang sore. Kemarin Rallin sering pergi kesini bersama Nadiv. Tapi itu kemarin, untuk saat ini Rallin masih belum ingin membahas tentang lelaki itu.Bahkan Rallin sengaja menonaktifkan ponselnya lantaran tidak ingin Nadiv menghubunginya. Entahlah, Rallin juga merasa bimbang dengan perasaannya. Ia sangat mencintai Nadiv tapi melihat kelakuan Nadiv yang seperti itu membuat ia menjadi ragu.Rallin mengalihkan pandangannya menatap wajah teduh milik Arden. Lelaki itu, Rallin bahkan baru mengenalnya beberapa waktu yang lalu. Tapi entah kenapa, setiap berasa di dekat lelaki itu Rallin merasa aman.Bukan, bukannya Rallin mulai menyimpan rasa diam-diam. Hanya saja ia bisa merasakan kalau Arden itu memang tulus untuk membantunya. Setidaknya lelaki itu bisa sedikit mengurangi beban pikiran Rallin yang terus menghantuinya.Arden menga
Read more

Bab. 77

Sendi Prasaja Sini dong ke SMA Dwingga, gue ada turnamen basket. Dibuka untuk umum kok. Gue butuh penyemangat.Kedua sudut bibir Rallin terangkat kala membaca pesan dari Sendi yang masuk beberapa menit yang lalu. Gadis itu tadinya tengah rebahan di ranjangnya. Ia tidak tahu ingin melakukan apa karena hari ini juga Henggar tengah bersekolah. Sedangkan Nadiv? Ah, tidak perlu di tanya pasal lelaki itu. Nadiv bahkan dengan santainya tidak menghubungi Rallin sejak kemarin. Sedih? Sudah pasti Rallin sedih, bahkan sakit hati.Tak mau memikirkan Nadiv terlalu lama, Rallin segera beranjak untuk berganti pakaian. Gadis itu memilih untuk memakai kaos oblong berwarna putih dipadukan dengan celana jeans berwarna biru langit. Gadis itu mencepol asal rambutnya. Lalu memoleskan sedikit bedak dan lipgloss agar bibirnya tidak pucat. Rallin mematut pantulan dirinya di cermin.Gadis itu menyunggingkan senyum tipis. “Cantik banget gue. Tapi suka di sia-sia
Read more

Bab. 78

Suasana lapangan basket SMA Dwingga pagi ini sudah tampak ramai. Bahkan tribun pun sudah disesaki olah siswa yang ingin menonton pertandingan antara Grand Nusa dan Kencana. Dua club basket yang sama-sama memiliki pemain yang mahir dalam menyusun strategi.Disisi lapangan sebelah kanan, ada Sendi dan para anggotanya yang tengah duduk membentuk lingkaran. Mereka tampak tengah membicarakan strategi lagi. agar para anggota bisa memahami dan tidak melakukan kesalahan nantinya. Sendi tampak mendominasi di sini karena dia adalah sang kapten. Lelaki itu memegang penuh tanggung jawab agar bisa membawa timnya ke garis kemenangan.Sementara Rallin, gadis itu tampak duduk di tribun bagian bawah. Tepatnya di dekat Sendi. Rallin tampak sedikit risih dengan beberapa tatapan siswa Dwingga yang mengarah padanya. Apalagi siswa laki-laki yang duduk bergerombol dengan jarak lima meter di depannya. Mereka sering mencuri-curi pandang ke arah Rallin membuat gadis itu sedikit canggung.
Read more

Bab. 79

Pertandingan sudah berakhir sejak lima belas menit yang lalu. Kini tim Sendi sedang duduk bersantai di pinggir lapangan. Pertandingan yang cukup sengit tadi berakhir dengan tim Sendi yang memenangkan. Itupun hanya selisih dua angka. Sendi tampak menyiramkan satu botol aqua ke rambutnya. Membuat para siswi Dwingga yang melihatnya sontak memekik tertahan. Kadar ketampanan lelaki itu bertambah dua kali lipat.Rallin menahan tawanya. “Tuh, dilihatin sama cewek,” ujarnya pada Sendi.Sendi hanya tersenyum tipis. “Udah biasa. Biasalah orang ganteng,” katanya menyombongkan diri.Hal itu membuat Rallin mencebik kesal. “Nyesel gue muji lo.”“Tapi tetep, di sini yang paling ganteng itu gue,” ujar Didan sembari menepuk dadanya bangga.“Dih, muka kek monyet upin-upin pake bilang ganteng,” cibir Rangga.Didan mendelik kesal. “Kok lo body semriwing sih, Ngga!”“Body shammi
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status