Home / Fiksi Remaja / Can You See Me? / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Can You See Me?: Chapter 81 - Chapter 90

92 Chapters

Bab. 80

BRAK!!Suara gebrakan meja yang cukup keras membuat seluruh murid yang kini berada di kantin sontak berjengit kaget. Terutama dua siswa yang tengah makan semangkuk mie ayam itu. Pasalnya, seseorang telah menggebrak meja mereka dengan kasar.Nadiv, siswa lelaki yang tengah makan mie ayam itu mengerang kesal karena hampir saja tersedak pentol bakso karena kaget. Ia marah karena sudah dirusak acara makannya. Namun wajah lelaki itu berubah pias saat mendapati tatapan tajam dari sang pelaku.Nadiv menelan salivanya kelat. “Gar?” cicitnya. Kemudian ia menurunkan pandanganny. Tak berani menatap mata elang milik Henggar.Henggar menatap sinis dua orang itu. Ia tak peduli dengan tatapan heran dari para siswa di kantin. Fokusnya kini tertuju pada dua orang yang berperan penting dalam menyakiti hati adiknya. Kemudian tatapannya tertuju pada gadis yang dulu mengejar-ngejarnya dengan alasan dia mirip dengan seseorang. Dan sayangnya, orang itu adalah saudar
Read more

Bab. 81

Sang surya sudah mulai turun kembali ke peraduannya. Menyisakan awan-awan berwarna jingga di bentangan cakrawala. Suasana sore ini tampak begitu indah. Tampaknya hujan tidak akan turun hari ini. Sementara itu,, di dalam sebuah mobil berwarna putih, seorang gadis dengan rambut panjang yang ia gerai itu tampak tengah termenung. Gadis itu menyetir dengan kecepatan lambat. Pikirannya bercabang.“Aneh,” gumamnya pelan.Gadis itu adalah Rallin. Setelah dari rumah Astan, ia memilih untuk langsung pulang. Dengan alasan takut kalau Henggar mengkhawatirkannya. Apa lagi ia hanya pamit untuk menonton pertandingan Sendi yang hanya sebentar. Pasti lelaki itu akan menceramahinya karena pulang terlambat. Ya, meskipun Henggar tidak pernah marah, namun tetap saja mendengar omelan lelaki itu membuat Rallin pusing sendiri.Ia bahkan sampai heran. Di sekolah, Henggar selalu terlihat kalem dan tidak banyak bicara. Malah terkesan seperti misterius. Namun nyatanya tidak sam
Read more

Bab. 82

Nadiv duduk termenung di balkon apartemennya. Pikirannya tampak kacau terlebih lagi karena insiden di sekolah tadi. Dimana Henggar bertengkar dengannya. Nadiv tahu, ia memang pernah berjanji untuk tidak menyakiti Rallin. Hanya saja ia juga sudah terlanjur janji pada kedua orang tua Adelia untuk menjaga gadis itu. Apa lagi Adelia celaka karena menyelematkan dirinya. Jadi apa salahnya jika ia meminta Rallin untuk mengerti?Toh, Nadiv juga sangat mencintai Rallin. Jadi mana mungkin ia mengkhianati gadis itu. Meskipun ia tak bisa memungkiri kalau perasaannya untuk Adelia juga masih ada meski semu. Namun ia sudah mentekadkan diri untuk tidak kembali pada Adelia. Ia hanya sekedar menjaga gadis itu sampai gadis itu benar-benar sembuh. Setelah itu ia akan kembali fokus dan memprioritaskan Rallin. Tapi kenapa Rallin sulit untuk diajak bekerja sama? Kenapa gadis itu terkesan egois dengan meminta untuk selalu dituruti keinginannya?Nadiv mengusap wajahnya kasar. Merasa frustasi d
Read more

Bab. 82

Ucapan Rallin membuat kepala Nadiv berputar 180 derajat menghadap Rallin. Tak mengerti dengan ucapan gadis itu. Wajahnya tampak bingung.Melihat itu, Rallin mengulas senyum getir. “Setidaknya, kalo lo emang nggak cinta, jangan bertingkah seolah-olah lo bakal cinta sama gue. Dibohongi kayak gini lebih menyakitkan daripada ditinggalkan.”Kening Nadiv berkerut. Ia tak suka dengan apa yang dibicarakan oleh Rallin. Apa maksud gadis itu menyuruhnya pergi? Apa Rallin sudah tidak mencintai dirinya lagi?“Maksud lo apa?”Rallin mengalihkan pandangannya ke depan. Menatap bunga-bunga yang tampaknya lebih menarik. “Pada akhirnya, yang pernah mencintai tanpa tapi, pernah bertahan tanpa paksaan, dan pernah sabar menanti sadar pun, akan melepaskan tanpa pesan,” ujarnya tanpa menatap Nadiv.“Lo mau ngelepasin gue? Kenapa?” tanya Nadiv. Ia tak terima dengan Rallin yang seperti ini. Ini hanya perkara ia menjaga Adelia
Read more

Bab. 84

Mulai saat ini, bersikaplah seharusnya. Tanpa harus membiarkan diri terluka hanya demi menjaga perasaan orang lain. Karena pada dasarnya, setiap hati juga ingin dihargai. Bukan terus memaklumi mereka yang tak pernah mencoba mengerti. Semua hal itu butuh waktu, dan hal baik datang di waktu yang tepat.Rallin menghela nafasnya panjang. Rasa sesak masih terus menggerogoti relung hatinya. Baru saja berjanji, namun langsung ingkar. Tidak pernah habis fikir dengan sikap Nadiv saat ini. Kalau memang ia masih mencintai Adelia, kenapa ia enggan kembali? Malah meminta Rallin untuk terus bersamanya.Sekarang, Rallin hanya ingin tenang. Ia tidak ingin terbebani dengan hal apapun termasuk asmara. Ia sadar, selama ini ia terlalu dalam melukai hatinya sendiri. Gadis itu mengusap air matanya yang tiba-tiba saja menetes.Bohong kalau ia tidak sakit hati. Cewek mana yang rela liat cowoknya mentingin cewek lain terlebih itu adalah mantannya sendiri. Namun sekarang, ia sudah meyaki
Read more

Bab. 85

“Mungkin mengikhlaskan adalah cara terbaik untuk menyelamatkan diri, sebelum semuanya semakin dalam dan semakin sakit lagi.”Rallin menarik nafas panjang kala mendengar penuturan Arden yang menyentuh hatinya itu. Lelaki itu selalu tahu apa yang dipikirkan Rallin. Kini keduanya tengah duduk di sebuah bangku taman yang ada di halaman belakang rumah sakit. Tempat yang jarang dikunjungi, sehingga mampu menenangkan hati yang tengah gundah.Gadis itu menatap jauh ke depan. Pandangannya tampak kosong. Ada rasa hampa dalam dirinya ketika tidak bersama Nadiv. Nyatanya ia tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Terlalu dalam mencintai rupanya salah satu cara mendekatkan diri dengan kecewa yang dalam juga. Ingin marah, tapi percuma. Sama saja seperti dirinya membuang-buang tenaga.Kemudian gadis itu mengalihkan pandangannya ke samping. Menatap Arden yang tampak ikut diam. “Kenapa saya nggak pernah beruntung dalam hal percintaan, Dok?” tanyanya send
Read more

Bab. 86

“Gila lo? Demi apa, anjir?!”Rallin menutup telinganya dengan kedua tangan. Meredam suara Maudi yang begitu melengking memekakkan telinga. Raut wajah Maudi tampak begitu terkejut setelah Rallin menceritakan kejadian di rumah sakit tadi. Tepat saat Arden menyatakan perasaannya pada Rallin.Jangankan Maudi, Rallin saja sangat terkejut bahkan gadis itu tidak bisa berkata apa-apa tadi. Setelah pulang dari rumah sakit, Rallin meminta Sendi untuk mengantarkannya ke rumah Maudi. Pasalnya gadis itu tidak sedang ada di apartemen. Toh, Rallin juga enggan pergi ke apartemen Maudi yang berdekatan dengan apartemen milik Nadiv.Entahlah, Rallin rasanya sudah mati rasa dengan lelaki yang sampai saat ini masih merajai hatinya. Perlakuan serta sikap lelaki itu seolah meminta Rallin untuk pergi dari sisinya. Rallin tersenyum getir, lalu untuk apa kemarin Nadiv melontarkan janji untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi kalau pada akhirnya akan terus terulang seperti in
Read more

Bab. 87

Dalam hidupnya, Henggar tidak pernah berfikir akan mengalami hal seburuk ini. Kehilangan saudara kembar dengan cara yang tragis menyisakan trauma yang dalam untuknya. Terjadinya perpecahan di dalam keluarganya, membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih dingin dan tertutup.Menjadi pribadi yang dingin, membuat Henggar tidak pernah merasa takut dengan apapun. Ia merasa, hatinya sudah mati. Namun untuk kedua kalinya, rasa takut yang begitu hebat kembali menyerang ulu hatinya.Derap langkah kaki yang begitu cepat seperti tengah berlari, membuat para pengunjung rumah sakit menatapnya dengan heran. Pandangan lelaki itu tampak mengabur karena buliran kristal mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak peduli dengan tatapan yang tertuju padanya. Pikirannya sekarang hanya terfokus pada adiknya, Rallin.Detak jantung Henggar mendadak terhenti saat tadi mendapati pesan dari Maudi yang mengabarkan kalau Rallin tiba-tiba mimisan lalu pingsan. Maudi juga memberitahu ruma
Read more

Bab. 88

Tidak ada yang baik-baik saja jika berada di posisi Henggar. Lelaki itu tampak putus asa. Ia bahkan berulang kali menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjaga Rallin dengan baik. Adiknya yang begitu ia sayangi, kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan keadaan belum sadarkan diri. Ia tidak tahu apa yang membuat adiknya drop seperti itu.“Kemarin dia masih baik-baik aja, Di.” Henggar berkata lirih. Tatapan lelaki itu tampak kosong. Seperti tidak ada gairah hidup di dalam tatapannya.Maudi yang setia menemani Henggar pun ikut merasakan kehampaan lelaki itu. Ia juga merasa sangat terpukul. Terlebih lagi Rallin adalah sahabat satu-satunya yang mampu mengerti dirinya bahkan lebih dari siapapun termasuk orang tuanya. Melihat Rallin lemah tak berdaya membuat relung hatinya berdenyut sakit.“Doain aja yang terbaik buat dia, Gar. Gue bahkan ngerasa orang paling bodoh karena sahabat gue sakit aja gue nggak tau,” ujar Maudi miris.K
Read more

Bab. 89

Seorang wanita dengan pakaian yang tampak glamour serta elegan itu tengah berada di sebuah studio foto. Sepertinya tengah melakukan photoshoot. Wanita itu terlihat sedang berjalan menuju ruang make up.“Ibu masih saja awet muda. Padahal sudah punya anak tiga,” puji seorang gadis yang berada di belakangnya. Sepertinya tengah membenarkan rambut yang berantakan.Wanita itu tersenyum tipis. Matanya menatap ke arah cermin yang ada di depannya. “Anakku hanya dua,” ujarnya tegas seolah tanpa beban.Gadis di belakangnya itu mengernyit. “Oh, iya? Bukankah ada tiga? Yang satu lagi perempuan?” tanya gadis itu lagi.“Hanya dua dan semuanya laki-laki. Satu anak lelakiku sudah meninggal,” tegas wanita itu lagi.Gadis hanya tersenyum simpul. Tak lagi melanjutkan pertanyaannya. Kemudian ia kembali membenahi tatanan rambut milik wanita di depannya itu.“Pemirsa, sebuah fakta mengejutkan terungkap dari sal
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status