Semua Bab Hanya Diberi Nafkah IDR 15K: Bab 1 - Bab 10

15 Bab

Prolog

Teriknya matahari membakar kulitku, rasanya sungguh lelah jika harus berjalan berkilo meter dari pasar ke rumah hanya demi menghemat ongkos. Akan tetapi, hal itu tetap kulakukan.Aku mempercepat langkah agar segera sampai ke rumah, bukan untuk istirahat, tetapi melaksanakan tugas seorang ibu rumah tangga yang sangat melelahkan. Sebelum membongkar belanjaan yang tak seberapa yang baru saja kubeli di pasar, membersihkan rumah adalah tujuan utamaku. Mas Heru, suamiku sangat marah jika melihat rumah dalam keadaan kotor. Pernah suatu ketika ia marah dan kabur dari rumah selama berhari-hari hanya karena noda yang ada di lantai. Lebai, suamiku itu memang benar-benar lebai."Rumah berantakan sekali, sih! Ini rumah atau kandang ayam, hah? Kamu ini, ngapain aja di rumah? Bisanya minta uang saja! Giliran membersihkan rumah tak mau! Dasar pengangguran! Tak becus! Seharian kerjaanmu apa? Cuma bersihkan rumah saja gak bisa!" Mas Heru memakiku dengan kata-kata menyakitka
Baca selengkapnya

Ikan Asin

Bab 1 Ikan Asin"Iya, ya sudah. Kamu masak apa hari ini?" tanyanya lagi.Baru hendak menjawab, Mas Heru sudah lebih dahulu pergi ke dapur, membuka tudung saji."Ikan asin? Kamu kira aku kucing, apa?" Bentaknya padaku.Mas Heru meninggalkanku seorang diri di dapur, dengan masakan yang sudah berserakan di atas meja.Selalu begitu, ia tak menghargai apa yang kulakukan. Aku mengusap air mata yang tumpah, dan membereskan lauk yang tadi berserakan di meja makan. Beruntung tak berserakan di lantai, jadi, makanan ini bisa kumakan.***"Kamu itu kalau masak yang kreatif sedikit kenapa sih?" protesnya saat aku sudah berada di ruang televisi."Kreatif bagaimana maksudmu Mas?" tanyaku polos."Ya kreatif lah, masa setiap hari aku kamu kasih makan tahu, tempe, ikan asin, telur. Itu terus! Kamu tahu gak kalau aku ini bosan! Harusnya kamu kreatif lah masak menunya, biar aku selera makan! Bosan aku kalau tiap hari makannya itu terus! Bel
Baca selengkapnya

Marah

Bab 2 NLBR"Assalamualaikum," suara Mas Heru membuatku buru-buru merapikan rambut."Waalaikumsalam," jawabku.Pintu terbuka, Mas Heru masuk, kulihat wajahnya sangat lelah. Bukankah dia baru saja makan enak di rumah orang tuanya? Lalu, kenapa mukanya ditekuk begitu? Sebenarnya ada apa dengannya? Batinku."Kenapa mukanya kusut, Mas?" tanyaku."Aku lapar. Ikan asin sama kangkungmu mana? Siapkan, aku mau makan!" seru Mas Heru.Bukannya dia habis makan enak? Kenapa bilang lapar? Apa ibunya tak masak?"Aku berkata begini, karena mertuaku memang selalu masak makanan yang enak, walaupun enak rasa masakannya karena micin."Loh, kan habis dari rumah Ibu? Emang Ibu gak masak?" tanyaku heran."Siapin aja deh, gak usah banyak komentar. Aku lapar, bukan butuh pertanyaanmu! Aku butuh makan! Cepat!" hardiknya.Duh, laki-laki ini memang keterlaluan. Udah nyuruh, malah marah-marah. Aku heran kenapa sampai sekarang masih bertahan de
Baca selengkapnya

Siapa yang Datang?

Bab 3 - Siapa yang Datang? Mas Heru berjalan ke ruang tamu, kemudian duduk tepat di sebelahku. "Maaf ya, Dek," ucap Mas Heru sembari memegang pundakku. Aku diam saja, mematung dan membisu, tak menjawab ucapannya. Biar sekali ini saja kubalas perbuatannya. Selama 3 tahun menikah, dia selalu marah-marah padaku. Selama ini aku diam, tetapi tidak kali ini dan seterusnya. Enak saja dia, mentang-mentang aku diam, dikiranya aku ini bisa selamanya ditindas apa. Lihat saja Heru, kau akan kubalas. "Dek, kamu tuli ya? Mas minta maaf, kenapa kamu diam saja? "tanya Mas Heru kesal. "Ya," ucapku ketus. Aku meninggalkan dia sendiri di ruang tamu dan langsung masuk ke kamar. Kukunci pintu agar dia tak bisa masuk. "Songong banget sih, jadi orang! Orang masih mau ngomong juga malah ngeloyor pergi!" omel
Baca selengkapnya

Papa Eleanna

Bab 4 - Papa Eleanna "Assalamualaikum," sapa orang tersebut.Aku menatap ke arah pintu, sedikit terkejut dengan kehadiran orang itu. Begitu juga dengan Mas Heru, buru-buru dia tak jadi menamparku, malah kini membelai pipiku mesra. Dasar, pandai sekali dia bersandiwara."Masuk, Pa. Maaf Anna dan Mas Heru jarang berkunjung," kataku.Ya, lelaki itu adalah papaku. Ah, bukan Papa biologis, tetapi dia papa sambungku. Mamak menikah lagi setelah bapak meninggal.Papa mengangguk."Gak apa-apa, kamu sehat, El?" tanya papa.Aku tersenyum saja. Ingin sekali kukatakan bahwa badanku sehat, tetapi jiwaku sakit. Namun, itu kuurungkan, mengingat penyakit jantung yang diderita papa."El, ditanya kok malah tersenyum saja? Kamu sedang ada masalah sama suamimu?" tanya papa lagi."Ah, El sehat, Pa. Papa sudah makan? Tumben gak ngomong kalau mau ke sini, harusnya papa bilang, jadi El masak yang ena
Baca selengkapnya

Ditemani Belanja

Bab 5 - Ditemani Belanja  Papa memperhatikanku yang mengunyah bakso dengan lahap."Pelan-pelan El, makannya. Kamu kayak gak makan bakso bertahun-tahun saja!" seru papa.Aku tersedak, ya, memang benar kalau aku sudah tak makan bakso selama bertahun-tahun. Ah, papa dinasihati seperti itu membuatku malu."Hemmm ... maaf pa, El memang baru kali ini makan bakso lagi," ucapku jujur.Bola mata papa membulat, ia terkejut mendengarnya."Jadi, selama ini kamu gak pernah makan bakso?"tanyanya prihatin.Aku mengangguk pelan."Keterlaluan sekali Heru! Harusnya dia membiarkanmu untuk sekadar jajan bakso!"ucap papa.Ah, papa tak tahu saja, berapa uang nafkah yang diberikan Mas Heru padaku selama ini. Jika tahu, mungkin dia akan jauh lebih marah."Ya sudah, kalau kamu mau bungkus lagi untuk dibawa pulang, bungkus saja," ujar papa.Aku menggeleng. Kalau nanti aku iy
Baca selengkapnya

Ucapan Papa

Bab 6- Ucapan Papa "El, ada yang ingin Papa katakan lagi," ucap Papa.Aku terbengong. Entah apa yang akan dikatakan bapak sambungku ini, aku hanya bisa terbengong untuk beberapa saat, bukan terbengong, tetapi menunggu kalimat yang keliar dari bibir Papa."Sudah dua bulan ini, Papa lihat Heru main ke rumah Sindi," ujar Papa.Deg, jantungku berdetak. Tadi pagi juga Mas Heru memberikanku uang enam puluh ribu karena katanya Papa mau datang. Itu juga tahu dari Sindi. Sebenarnya, apa hubungan Mas Heru dan Sindi?"Papa lihat sendiri, El. Mungkin kamu gak akan percaya, tetapi Papa tak bohong," ujar Papa.Aku bergeming, bingung rasanya mau menjawab apa."Oh, mungkin lagi ada urusan," ucapku.Papa menggeleng."Tak mungkin ada urusan, Papa sering lihat mereka berboncengan berdua, juga sering berpelukan," jelas Papa.Aku mengelus dada. Fakta baru yang kuketahui saat sudah tiga
Baca selengkapnya

Bab 7

"Kalau menurutmu mengurus rumah adalah pekerjaan yang mudah, kau saja yang mengerjakannya." -Anna- *** Aku menangis tersedu saat Mas Heru menanyakan soal rumah yang berantakan. Bukan karena cèngeng, aku hanya tak suka dia terus menyalahkan. Terlebih video yang dikirim papa soal Mas Heru dan Sindi membuatku muak dan ingin mencakar wajahnya yang rupawan itu. "Dek." Mas Heru masuk ke kamar dan mendekatiku. "Dek, jangan marah dong. Mas minta maaf." Tumben sekali lelaki ini meminta maaf. Biasanya juga gak pernah minta maaf.  "Dek, jangan marah. Masa begitu saja marah?" Aku diam saja. Malas menanggapi ucapan Mas Heru yang semakin membuatku muak. "Dek Eleanna, Mas lagi ngomong sama kamu, loh, ini. Masa dicuekin?" Sepertinya, lelaki kikir yang menikah
Baca selengkapnya

Bab 8 - Tinggal di Rumah Papa

"Orang tua adalah tempat kembali pulang bagi seorang anak perempuan yang memiliki masalah dalam rumah tangganya."-Eleanna-***Aku menatap langit-langit kamar yang bercat biru. Dulu, sebelum menikah dengan Mas Heru, kamar inilah yang menjadi saksi bisu setiap kegiatan yang kulakukan. Tempat di mana aku mencurahkan segala keluh kesah, melepas lelah, juga melepas amarah pada seseorang. Ya, kamar ini adalah tempat ternyaman dan teramanku. Di sini begitu banyak kenangan tentang almarhumah Mama dan Ayah. Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar yang ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran kamar di rumah Mas Heru."Ellea, boleh Papa masuk?" Ternyata orang tersebut adalah papa tiriku. Sosok pengganti almarhum ayah yang sangat menyayangiku."Boleh, Pa. Masuk saja, pintunya gak Ellea kunci," jawabku sekenanya.Pintu kamar terbuka, lelaki berumur enam puluh lima tahun itu masuk, sambil tersenyum hangat padaku. Tangannya membawa sebua
Baca selengkapnya

Bab 9 - Berang

 "Meski cintaku sudah berkurang, aku masih berhak marah melihat suami bermesraan."   -Elleanna-   ***   Aku menatap tajam ke arah dua orang yang sedang bermesraan itu. Bisa-bisanya Mas Heru malah bermesraan dengan Sindi. Terlihat Sindi bergelayut manja di lengan Mas Heru. Sungguh, membuatku geram dan berang.   Dengan langkah seribu, aku melangkah dan menghampiri mereka berdua.   "Mas Heru! Apa yang kau lakukan, hah?!" bentakku.   Emosiku sudah di ubun-ubun. Ya, meskipun cintaku sudah berkurang, tetapi aku berhak marah saat melihat Mas Heru bermesraan dengan wanita lain di hadapanku.    Wajah Mas Heru pias, terlihat sekali mimik wajahnya seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan. Dengan cepat tangan Sindi dilepas Mas Heru.   "Dek, kamu ternyata di sini. Aku ... aku dan Sindi ingin mencarimu tadi. Ini tak sepe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status