Share

Hanya Diberi Nafkah IDR 15K
Hanya Diberi Nafkah IDR 15K
Author: DekPut

Prolog

Author: DekPut
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Teriknya matahari membakar kulitku, rasanya sungguh lelah jika harus berjalan berkilo meter dari pasar ke rumah hanya demi menghemat ongkos. Akan tetapi, hal itu tetap kulakukan.

Aku mempercepat langkah agar segera sampai ke rumah, bukan untuk istirahat, tetapi melaksanakan tugas seorang ibu rumah tangga yang sangat melelahkan. 

Sebelum membongkar belanjaan yang tak seberapa yang baru saja kubeli di pasar, membersihkan rumah adalah tujuan utamaku. Mas Heru, suamiku sangat marah jika melihat rumah dalam keadaan kotor. Pernah suatu ketika ia marah dan kabur dari rumah selama berhari-hari hanya karena noda yang ada di lantai. Lebai, suamiku itu memang benar-benar lebai.

"Rumah berantakan sekali, sih! Ini rumah atau kandang ayam, hah? Kamu ini, ngapain aja di rumah? Bisanya minta uang saja! Giliran membersihkan rumah tak mau! Dasar pengangguran! Tak becus! Seharian kerjaanmu apa? Cuma bersihkan rumah saja gak bisa!" Mas Heru memakiku dengan kata-kata menyakitkan seperti itu setiap kali mendapati rumah kami kotor, meski hanya ada setitik debu yang menempel di lantai.

Biasanya, jika sudah begitu aku hanya bisa menangis tersedu, meminta maaf, kemudian berjanji tak akan mengulanginya lagi.

"Maaf Mas, aku salah. Aku sudah membersihkan rumah dengan baik, sudah kupastikan tak ada debu dan noda yang menempel, tetapi, tetangga sebelah tadi membakar sampah, abu dan asapnya sampai ke rumah dan mengotori rumah kita," ucapku membela diri kala itu.

"Alasan saja! Pakai nyalahin tetangga kamu! Bilang saja kamu malas! Dasar pemalas! Pengangguran! Kamu pikir, aku di luar sana leha-leha? Gak kerja? Tahumu cuma minta uang dan uang saja!" Teriaknya sambil mendorongku hingga terjatuh.

Jika sudah begitu, lagi-lagi aku hanya bisa menangis, meluapkan kesalahan dan kekesalanku dengan cara menumpahkan air mata. Padahal, uang yang diberi Mas Heru hanya lima belas ribu sehari!. Bisa kalian bayangkan bukan? Bagaimana caraku memutar otak agar uang itu cukup memenuhi semua kebutuhan dapur? Bukan, bukan aku tak bersyukur dengan jatah lima belas ribu sehari itu, tetapi ini zaman milenial, di mana semua harga sayur-mayur, cabai dan lauk-pauk mahal.

*** Nafkah Lima Belas Ribu ***

"Mas, uang lima belas ribu mana cukup untuk membeli makanan yang bergizi?" protesku saat beberapa kali suamiku yang kikir itu memberi nafkah dengan jumlah yang sangat minim, lima belas ribu.

"Jadi wanita itu harus bersyukur! Ya, kamu cukup-cukupilah! Masa kamu gak pandai ngatur keuangan. Itu udah cukup kali, untuk beli lauk-pauk juga sayurnya! Lagian, semua kebutuhanmu kan sudah aku penuhi. Beras aku yang beli, minyak dan gula juga, garam juga, gas juga aku yang beli, lalu apalagi yang kurang? Lima belas ribu itu sangat cukup jika hanya beli lauk-pauk dan sayuran! Jangan boros jadi istri! Hemat sedikit dong! Jangan tahunya uang terus. Capek aku, setiap hari yang kamu bahas uang melulu! Kamu kira, aku ini ladang uangmu, hah?" omelnya panjang lebar.

Itulah percakapan kami saat suatu kali aku meminta uang nafkah lima belas ribu itu ditambah. Jawaban Mas Heru lagi-lagi hanya membuatku gigit jari. Bukan tambahan uang belanja yang didapat, omelan dan hinaan yang menyakitkan yang membuat sakit hati yang kudapati.

*** Nafkah Lima Belas Ribu ***

Namaku Eleanna, biasa dipanggil Anna. Aku, seorang ibu rumah tangga yang menikah dengan pria kikir bernama Heru Kurniawan. Dulu, kupikir menikah adalah salah satu caraku mencapai kebahagiaan, tetapi aku salah besar. Bukan bahagia yang kudapat, melainkan derita dan sakit hati yang ada.

*** Nafkah Lima Belas Ribu ***

Selesai sudah membersihkan rumah, kuputuskan untuk langsung mengeksekusi belanjaan yang baru saja dibeli dari pasar tadi. Ada bawang, cabai, kangkung, tahu, dan juga ikan asin. Itupun kubeli dengan jumlah seadanya. Bawang tiga ribu, cabai 3 ribu, kangkung 2 ribu, tahu empat ribu, ikan asin tiga ribu.

Hari ini, balado ikan asin dan tumis kangkung adalah menu makan siang. Untuk tahu yang kubeli tadi, bisa disimpan untuk besok, agar aku tak perlu ke pasar lagi, itu juga kalau lauk hari ini cukup sampai malam hari, kalau tidak terpaksa tahu tersebut kugoreng dan disantap untuk makan malam.

Selesai sudah masakan ala kadar ala chef Anna, balado ikan asin dan tumis kangkung sudah tersaji di meja makan. Bergegas, aku segera membersihkan perlatan bekas masak tadi, agar nanti Mas Heru tak mengomel dan mencaci makiku seperti yang sudah-sudah.

Lelah sekali rasanya hari ini, aku memutuskan untuk merebahkan tubuh usai memasak dan membersihkan rumah.

"Capek banget rasanya," ucapku pada diri sendiri.

Belum ada lima menit merebahkan badan, deru motor Mas Heru sudah terdengar dari luar sana.

"Assalamualaikum!" seru lelaki yang selama dua tahun ini menjadi suamiku.

Buru-buru aku membuka pintu agar tak terjadi perang dunia ketiga. Sebab, jika lama sedikit membuka pintu, ia akan mengomel sepanjang hari yang membuat telingaku sakit.

"Waalaikumsalam," sapaku sambil memberikan senyum termanis di hadapannya.

"Ngapain senyum-senyum?" tanyanya dengan nada curiga.

Tuh kan, salah lagi. Harusnya tadi aku menyambutnya dengan muka masam saja, menampakkan wajah lelahku karena seharian berjalan berkilo-kilo meter dari pasar ke rumah, ditambah lelah karena membersihkan rumah dan memasak makanan untuknya.

"Gak apa-apa Mas. Sini, tasnya kubawa ke kamar," ucapku kemudian.

"Gak perlu! Aku bisa bawa sendiri!" tukasnya sembari menghempas tangannya dengan kasar.

Mas Heru masuk ke rumah, mengamati seluruh ruangan rumah, apakah sudah bersih atau belum, lalu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Tumben rumah masih bersih?" ucapnya padaku.

Bersih salah, kotor juga salah, entah apa mau lelaki yang menikahiku dua tahun terakhir ini. Ingin sekali kata itu kuucapkan padanya. Namun, lagi-lagi aku ingat pesan Mamak di kampung, kata Mamakku jangan sekali-kali membantah suami.

"Iya, Mas. Berulang kali kubersihkan, agar rumah terlihat rapi dan bersih," jawabku kemudian.

"Iya lah, harus itu. Memang membersihkan rumah adalah tugasmu! Bukan malas-malasan apalagi rebahan!" katanya sinis.

Aku mengelus dada, apa katanya tadi, malas-malasan? Dia kira aku gak punya kerjaan apa! Selalu dituduh malas-malasan dan tak punya kerjaan. Sungguh hatiku terasa sakit! Rasanya, ingin sekali kucakar wajahnya yang cukup tampan dan membuatku jatuh cinta itu. Namun, lagi-lagi pesan Mamak terngiang dalam ingatanku. "Jangan membantah suami! Lakukan apa yang diperintahkannya. Nurut sama suami kalau sudah menikah," begitulah pesan Mamak yang selalu kuingat.

"Mas, aku kan gak cuma rebahan aja di rumah," kataku sedikit kesal.

"Iya. Emang kamu harusnya gak rebahan! Ya harus membersihkan rumah seperti ini, ini lihat sini, kalau begini kan rapi, bersih, enak dipandang mata, iya kan?" Mas Heru menarik lenganku dengan kasar, lalu menunjukkan seisi rumah yang baru saja kubersihkan.

"Iya Mas," kataku sembari menunduk.

"Iya, ya sudah. Kamu masak apa hari ini?" tanyanya lagi.

Baru hendak menjawab, Mas Heru sudah lebih dahulu pergi ke dapur, membuka tudung saji.

"Ikan asin? Kamu kira aku kucing, apa?" Bentaknya padaku.

Mas Heru meninggalkanku seorang diri di dapur, dengan masakan yang sudah berserakan di atas meja.

Bersambung

Related chapters

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ikan Asin

    Bab 1 Ikan Asin"Iya, ya sudah. Kamu masak apa hari ini?" tanyanya lagi.Baru hendak menjawab, Mas Heru sudah lebih dahulu pergi ke dapur, membuka tudung saji."Ikan asin? Kamu kira aku kucing, apa?" Bentaknya padaku.Mas Heru meninggalkanku seorang diri di dapur, dengan masakan yang sudah berserakan di atas meja.Selalu begitu, ia tak menghargai apa yang kulakukan. Aku mengusap air mata yang tumpah, dan membereskan lauk yang tadi berserakan di meja makan. Beruntung tak berserakan di lantai, jadi, makanan ini bisa kumakan.***"Kamu itu kalau masak yang kreatif sedikit kenapa sih?" protesnya saat aku sudah berada di ruang televisi."Kreatif bagaimana maksudmu Mas?" tanyaku polos."Ya kreatif lah, masa setiap hari aku kamu kasih makan tahu, tempe, ikan asin, telur. Itu terus! Kamu tahu gak kalau aku ini bosan! Harusnya kamu kreatif lah masak menunya, biar aku selera makan! Bosan aku kalau tiap hari makannya itu terus! Bel

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Marah

    Bab 2 NLBR"Assalamualaikum," suara Mas Heru membuatku buru-buru merapikan rambut."Waalaikumsalam," jawabku.Pintu terbuka, Mas Heru masuk, kulihat wajahnya sangat lelah. Bukankah dia baru saja makan enak di rumah orang tuanya? Lalu, kenapa mukanya ditekuk begitu? Sebenarnya ada apa dengannya? Batinku."Kenapa mukanya kusut, Mas?" tanyaku."Aku lapar. Ikan asin sama kangkungmu mana? Siapkan, aku mau makan!" seru Mas Heru.Bukannya dia habis makan enak? Kenapa bilang lapar? Apa ibunya tak masak?"Aku berkata begini, karena mertuaku memang selalu masak makanan yang enak, walaupun enak rasa masakannya karena micin."Loh, kan habis dari rumah Ibu? Emang Ibu gak masak?" tanyaku heran."Siapin aja deh, gak usah banyak komentar. Aku lapar, bukan butuh pertanyaanmu! Aku butuh makan! Cepat!" hardiknya.Duh, laki-laki ini memang keterlaluan. Udah nyuruh, malah marah-marah. Aku heran kenapa sampai sekarang masih bertahan de

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Siapa yang Datang?

    Bab 3 - Siapa yang Datang?Mas Heru berjalan ke ruang tamu, kemudian duduk tepat di sebelahku."Maaf ya, Dek," ucap Mas Heru sembari memegang pundakku.Aku diam saja, mematung dan membisu, tak menjawab ucapannya. Biar sekali ini saja kubalas perbuatannya. Selama 3 tahun menikah, dia selalu marah-marah padaku. Selama ini aku diam, tetapi tidak kali ini dan seterusnya. Enak saja dia, mentang-mentang aku diam, dikiranya aku ini bisa selamanya ditindas apa. Lihat saja Heru, kau akan kubalas."Dek, kamu tuli ya? Mas minta maaf, kenapa kamu diam saja? "tanya Mas Heru kesal."Ya," ucapku ketus.Aku meninggalkan dia sendiri di ruang tamu dan langsung masuk ke kamar. Kukunci pintu agar dia tak bisa masuk."Songong banget sih, jadi orang! Orang masih mau ngomong juga malah ngeloyor pergi!" omel

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Papa Eleanna

    Bab 4 - Papa Eleanna"Assalamualaikum," sapa orang tersebut.Aku menatap ke arah pintu, sedikit terkejut dengan kehadiran orang itu. Begitu juga dengan Mas Heru, buru-buru dia tak jadi menamparku, malah kini membelai pipiku mesra. Dasar, pandai sekali dia bersandiwara."Masuk, Pa. Maaf Anna dan Mas Heru jarang berkunjung," kataku.Ya, lelaki itu adalah papaku. Ah, bukan Papa biologis, tetapi dia papa sambungku. Mamak menikah lagi setelah bapak meninggal.Papa mengangguk."Gak apa-apa, kamu sehat, El?" tanya papa.Aku tersenyum saja. Ingin sekali kukatakan bahwa badanku sehat, tetapi jiwaku sakit. Namun, itu kuurungkan, mengingat penyakit jantung yang diderita papa."El, ditanya kok malah tersenyum saja? Kamu sedang ada masalah sama suamimu?" tanya papa lagi."Ah, El sehat, Pa. Papa sudah makan? Tumben gak ngomong kalau mau ke sini, harusnya papa bilang, jadi El masak yang ena

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ditemani Belanja

    Bab 5 - Ditemani BelanjaPapa memperhatikanku yang mengunyah bakso dengan lahap."Pelan-pelan El, makannya. Kamu kayak gak makan bakso bertahun-tahun saja!" seru papa.Aku tersedak, ya, memang benar kalau aku sudah tak makan bakso selama bertahun-tahun. Ah, papa dinasihati seperti itu membuatku malu."Hemmm ... maaf pa, El memang baru kali ini makan bakso lagi," ucapku jujur.Bola mata papa membulat, ia terkejut mendengarnya."Jadi, selama ini kamu gak pernah makan bakso?"tanyanya prihatin.Aku mengangguk pelan."Keterlaluan sekali Heru! Harusnya dia membiarkanmu untuk sekadar jajan bakso!"ucap papa.Ah, papa tak tahu saja, berapa uang nafkah yang diberikan Mas Heru padaku selama ini. Jika tahu, mungkin dia akan jauh lebih marah."Ya sudah, kalau kamu mau bungkus lagi untuk dibawa pulang, bungkus saja," ujar papa.Aku menggeleng. Kalau nanti aku iy

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ucapan Papa

    Bab 6- Ucapan Papa"El, ada yang ingin Papa katakan lagi," ucap Papa.Aku terbengong. Entah apa yang akan dikatakan bapak sambungku ini, aku hanya bisa terbengong untuk beberapa saat, bukan terbengong, tetapi menunggu kalimat yang keliar dari bibir Papa."Sudah dua bulan ini, Papa lihat Heru main ke rumah Sindi," ujar Papa.Deg, jantungku berdetak. Tadi pagi juga Mas Heru memberikanku uang enam puluh ribu karena katanya Papa mau datang. Itu juga tahu dari Sindi. Sebenarnya, apa hubungan Mas Heru dan Sindi?"Papa lihat sendiri, El. Mungkin kamu gak akan percaya, tetapi Papa tak bohong," ujar Papa.Aku bergeming, bingung rasanya mau menjawab apa."Oh, mungkin lagi ada urusan," ucapku.Papa menggeleng."Tak mungkin ada urusan, Papa sering lihat mereka berboncengan berdua, juga sering berpelukan," jelas Papa.Aku mengelus dada. Fakta baru yang kuketahui saat sudah tiga

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 7

    "Kalau menurutmu mengurus rumah adalah pekerjaan yang mudah, kau saja yang mengerjakannya."-Anna-***Aku menangis tersedu saat Mas Heru menanyakan soal rumah yang berantakan. Bukan karena cèngeng, aku hanya tak suka dia terus menyalahkan. Terlebih video yang dikirim papa soal Mas Heru dan Sindi membuatku muak dan ingin mencakar wajahnya yang rupawan itu."Dek."Mas Heru masuk ke kamar dan mendekatiku."Dek, jangan marah dong. Mas minta maaf."Tumben sekali lelaki ini meminta maaf. Biasanya juga gak pernah minta maaf."Dek, jangan marah. Masa begitu saja marah?"Aku diam saja. Malas menanggapi ucapan Mas Heru yang semakin membuatku muak."Dek Eleanna, Mas lagi ngomong sama kamu, loh, ini. Masa dicuekin?"Sepertinya, lelaki kikir yang menikah

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 8 - Tinggal di Rumah Papa

    "Orang tua adalah tempat kembali pulang bagi seorang anak perempuan yang memiliki masalah dalam rumah tangganya."-Eleanna-***Aku menatap langit-langit kamar yang bercat biru. Dulu, sebelum menikah dengan Mas Heru, kamar inilah yang menjadi saksi bisu setiap kegiatan yang kulakukan. Tempat di mana aku mencurahkan segala keluh kesah, melepas lelah, juga melepas amarah pada seseorang. Ya, kamar ini adalah tempat ternyaman dan teramanku. Di sini begitu banyak kenangan tentang almarhumah Mama dan Ayah.Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar yang ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran kamar di rumah Mas Heru."Ellea, boleh Papa masuk?" Ternyata orang tersebut adalah papa tiriku. Sosok pengganti almarhum ayah yang sangat menyayangiku."Boleh, Pa. Masuk saja, pintunya gak Ellea kunci," jawabku sekenanya.Pintu kamar terbuka, lelaki berumur enam puluh lima tahun itu masuk, sambil tersenyum hangat padaku. Tangannya membawa sebua

Latest chapter

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Pov Sindi

    "Cuih, kau bilang tak ada hubungan apa pun, tetapi baru beberapa menit yang lalu kalian bergandengan tangan begitu mesra layaknya pasangan suami dan istri, atau seperti pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara. Sudahlah, aku tak butuh penjelasanmu. Aku lelah dengan semua omong kosong yang kau katakan, Sin. Mulai saat ini, kutalak kau, sekarang!” ucapku penuh penekanan. Wajah Sindi berubah pucat pasi, keringat dingin seperti biji jagung mengucur dengan derasnya melewati dahi Sindi yang lebar. Meski sedikit merasa kasihan, tetapi rasa kasihan ku menguap begitu saja. Entah karena rasa benci yang menyeruak hati lebih mendominasi, atau memang aku sudah tak peduli dengan itu. Kuayuhkan kaki panjangku menjauh dari dua pengkhianat itu. Sindi, mantan istriku dan Heru, salah satu pegawaiku. Kutinggalkan kedua pengkhianat itu diiikuti Pak Suprapto yang sedari tadi diam tanpa kata. Tak sengaja, kulihat Pak Suprapto tersenyum penuh arti ke arah Heru. Entah apa yang dipikirkan Pa

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   POV Ashraf

    "Mungkin ada salah paham di sini, Mbak Elleanna pasti salah paham," ucapku demi membela Sindi, istriku. "Terserah Anda mau percaya atau tidak. Faktanya, rumah tangga saya berantakan karena ulah istri Anda. Ah, bukan, ulah karyawan kepercayaan juga istri Anda!" Elleanna, anak dari salah satu investorku berkata seperti itu sambil berlalu entah ke mana. Apakah benar yang dikatakan Elleanna? Mengapa pula Sindi berkhianat padaku setelah apa yang selama ini kuberikan kepadanya? Atau ini hanya alibi anak Pak Suprapto untuk menjelek-jelekkan istriku saja? Aku merasa frustasi dan bingung dengan situasi saat ini. Jika memang benar apa yang dikatakan Elleanna adalah kebenaran, maka siap-siaplah Sindi menerima kemarahanku. Namun, jika apa yang dikatakan Elleanna sebuah kebohongan, aku tak akan segan-segan memenjarakan wanita itu, sebab dia sudah berani menuduh istriku. Ya, tak peduli siapa ayah wanita itu. Yang jelas, siapa pu

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Berkunjung ke Kantor

    "Mbok Na, tolong ambilkan ember!" Aku berteriak sekencang mungkin karena tak tahan melihat foto yang dikirim Mas Heru.Laki-laki itu benar-benar sudah tak waras. Bisa-bisanya dia mengirim foto menjijikkan seperti itu. Bukannya aku terpesona, malah membuat semua isi perutku keluar."Ini, Non. Non Ellea kenapa?" tanya Mbok Na khawatir."Perutku mual, Mbok. Pengen muntah apalagi setelah dikirim foto ini." Kusodorkan foto yang dikirim Mas Heru. Foto dirinya yang sedang memakai lingeri milikku."Astaghfirullah. Ada-ada aja Pak Heru. Maksudnya apa coba mengirim foto seperti itu?" oceh Mbok Na.Aku menggeleng, tak tahu juga apa maksud lelaki yang masih berstatus suamiku itu."Sudahlah, Mbok. Abaikan saja. Biarkan Mas Heru bertindak kekanak-kanakan seperti itu. Besok pagi, aku akan ke kantor Mas Heru. Tolong, bilang sama Pak Sutris untuk mengantarku, ya, Mbok?" pintaku.Mbok Na mengangguk, lalu meninggalkan diriku.***Cuaca pag

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Melakukan Pembalasan

    "Pembalasan elegan adalah menyakitimu beserta selingkuhanmu secara perlahan. Tunggu saja pembalasanku."-Elleanna-***Aku mengangkat tubuh Mas Heru yang berjongkok di depan pintu ala-ala film India. Rasanya aku malas sekali melihat wajahnya itu, tetapi demi dramanya berakhir dengan cepat, mau tidak mau kuangkat tubuhnya."Aku sudah memaafkanmu, Mas. Bangunlah, jangan seperti ini."Mas Heru bangkit lalu menubrukkan badannya ke tubuhku. Rasanya ingin mengelak, tetapi itu sangat cepat terjadi."Terima kasih, Dek. Mas sayang sekali sama kamu. Pulanglah, Dek. Ayo, kembali ke rumah," bujuk lelaki yang masih berstatus suamiku itu.Aku tersenyum saja menanggapi ucapannya. Enak saja dia memintaku kembali ke rumahnya yang sumpek dan sempit itu. Seperti lelaki tak tahu malu saja Mas Heru. Sudah pastilah kutolak permintaan Mas Heru."Maaf Mas, aku masih ingin di sini. Nanti, kalau ingin pulang, aku akan pulang sendiri," ucapku akhirnya.

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Rencana Mama (POV Heru)

    "Wanita akan luluh jika lelaki berani meminta maaf duluan." -Heru- Aku mengendarai motor ke rumah ibu. Hal ini kulakukan agar bisa meminta pendapat pada ibu. Biasanya, ibu mampu memberikan jurus-jurus jitu agar aku mendapatkan ide cemerlang. Kupacu motor dengan kecepatan sedang. Hanya butuh waktu lima belas menit dari rumah Sindi ke rumah ibuku. Tak terasa, kini aku sudah tiba di rumah. "Assalamualaikum." "Waalaikumussalam. Eh, kamu, Ru. Ada apa? Tumben ke sini?" "Mama ini gimana, sih. Anak sendiri main ke rumah malah responsnya begitu!" Aku menggerutu pada mama. Rasanya kesal sekali saat main ke rumah malah ditanya seperti itu. "Ya, maaf. Jarang-jarang kamu main ke sini, kalau main juga paling numpang makan. Istrimu gak masak lagi, emang? Atau masakannya gak enak?" Mama menebak kedatanganku. Aku menghela napas, rasanya ingin tertawa mende

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 9 - Berang

    "Meski cintaku sudah berkurang, aku masih berhak marah melihat suami bermesraan." -Elleanna- *** Aku menatap tajam ke arah dua orang yang sedang bermesraan itu. Bisa-bisanya Mas Heru malah bermesraan dengan Sindi. Terlihat Sindi bergelayut manja di lengan Mas Heru. Sungguh, membuatku geram dan berang. Dengan langkah seribu, aku melangkah dan menghampiri mereka berdua. "Mas Heru! Apa yang kau lakukan, hah?!" bentakku. Emosiku sudah di ubun-ubun. Ya, meskipun cintaku sudah berkurang, tetapi aku berhak marah saat melihat Mas Heru bermesraan dengan wanita lain di hadapanku. Wajah Mas Heru pias, terlihat sekali mimik wajahnya seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan. Dengan cepat tangan Sindi dilepas Mas Heru. "Dek, kamu ternyata di sini. Aku ... aku dan Sindi ingin mencarimu tadi. Ini tak sepe

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 8 - Tinggal di Rumah Papa

    "Orang tua adalah tempat kembali pulang bagi seorang anak perempuan yang memiliki masalah dalam rumah tangganya."-Eleanna-***Aku menatap langit-langit kamar yang bercat biru. Dulu, sebelum menikah dengan Mas Heru, kamar inilah yang menjadi saksi bisu setiap kegiatan yang kulakukan. Tempat di mana aku mencurahkan segala keluh kesah, melepas lelah, juga melepas amarah pada seseorang. Ya, kamar ini adalah tempat ternyaman dan teramanku. Di sini begitu banyak kenangan tentang almarhumah Mama dan Ayah.Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar yang ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran kamar di rumah Mas Heru."Ellea, boleh Papa masuk?" Ternyata orang tersebut adalah papa tiriku. Sosok pengganti almarhum ayah yang sangat menyayangiku."Boleh, Pa. Masuk saja, pintunya gak Ellea kunci," jawabku sekenanya.Pintu kamar terbuka, lelaki berumur enam puluh lima tahun itu masuk, sambil tersenyum hangat padaku. Tangannya membawa sebua

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 7

    "Kalau menurutmu mengurus rumah adalah pekerjaan yang mudah, kau saja yang mengerjakannya."-Anna-***Aku menangis tersedu saat Mas Heru menanyakan soal rumah yang berantakan. Bukan karena cèngeng, aku hanya tak suka dia terus menyalahkan. Terlebih video yang dikirim papa soal Mas Heru dan Sindi membuatku muak dan ingin mencakar wajahnya yang rupawan itu."Dek."Mas Heru masuk ke kamar dan mendekatiku."Dek, jangan marah dong. Mas minta maaf."Tumben sekali lelaki ini meminta maaf. Biasanya juga gak pernah minta maaf."Dek, jangan marah. Masa begitu saja marah?"Aku diam saja. Malas menanggapi ucapan Mas Heru yang semakin membuatku muak."Dek Eleanna, Mas lagi ngomong sama kamu, loh, ini. Masa dicuekin?"Sepertinya, lelaki kikir yang menikah

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ucapan Papa

    Bab 6- Ucapan Papa"El, ada yang ingin Papa katakan lagi," ucap Papa.Aku terbengong. Entah apa yang akan dikatakan bapak sambungku ini, aku hanya bisa terbengong untuk beberapa saat, bukan terbengong, tetapi menunggu kalimat yang keliar dari bibir Papa."Sudah dua bulan ini, Papa lihat Heru main ke rumah Sindi," ujar Papa.Deg, jantungku berdetak. Tadi pagi juga Mas Heru memberikanku uang enam puluh ribu karena katanya Papa mau datang. Itu juga tahu dari Sindi. Sebenarnya, apa hubungan Mas Heru dan Sindi?"Papa lihat sendiri, El. Mungkin kamu gak akan percaya, tetapi Papa tak bohong," ujar Papa.Aku bergeming, bingung rasanya mau menjawab apa."Oh, mungkin lagi ada urusan," ucapku.Papa menggeleng."Tak mungkin ada urusan, Papa sering lihat mereka berboncengan berdua, juga sering berpelukan," jelas Papa.Aku mengelus dada. Fakta baru yang kuketahui saat sudah tiga

DMCA.com Protection Status