Share

Siapa yang Datang?

Penulis: DekPut
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 3 - Siapa yang Datang?

 

Mas Heru berjalan ke ruang tamu, kemudian duduk tepat di sebelahku.

 

"Maaf ya, Dek," ucap Mas Heru sembari memegang pundakku.

 

Aku diam saja, mematung dan membisu, tak menjawab ucapannya. Biar sekali ini saja kubalas perbuatannya. Selama 3 tahun menikah, dia selalu marah-marah padaku. Selama ini aku diam, tetapi tidak kali ini dan seterusnya. Enak saja dia, mentang-mentang aku diam, dikiranya aku ini bisa selamanya ditindas apa. Lihat saja Heru, kau akan kubalas.

 

"Dek, kamu tuli ya? Mas minta maaf, kenapa kamu diam saja? "tanya Mas Heru kesal.

 

"Ya," ucapku ketus.

 

Aku meninggalkan dia sendiri di ruang tamu dan langsung masuk ke kamar. Kukunci pintu agar dia tak bisa masuk.

 

"Songong banget sih, jadi orang! Orang masih mau ngomong juga malah ngeloyor pergi!" omel Mas Heru.

 

Terserah dialah, aku sudah lelah mendengar ocehannya. Aku memutuskan untuk tidur, barangkali saat tidur, aku bisa bermimpi bertemu dengan pangeran tampan yang bersedia menikah denganku, agar aku bisa terlepas dari Mas Heru yang pelit dan medit itu.

 

***

 

Pukul delapan malam, aku baru bangun, saat membuka kamar, tak terlihat batang hidung lelaki yang menjadi suamiku itu.

 

"Ke mana Mas Heru? Apa dia kabur?" tanyaku.

 

Meski aku dalam keadaan marah, tetapi aku juga merasa bersalah, tak seharusnya aku berbicara kasar padanya. Kini, penyesalan yang ada dalam hati. Apalagi bayangan pesan Mamak menggelayut di kepalaku. Harus nurut sama suami, selalu itu yang dipesankan Mamak padaku.

 

Hingga malam menjelang, Mas Heru juga tak kunjung kembali ke rumah, rumah yang diberikan orang tuanya sebagai hadiah pernikahan kami. Ya, walaupun sederhana, tetapi masih bisa untuk berteduh dari panas dan hujan. Untung saja, rumah ini dijadikan kado pernikahan oleh kedua orang tuanya, ah, bukan kedua orang tuanya sebenarnya, lebih tepatnya Abah, bapak Mas Heru. Kalau ibu Mas Heru, orangnya pelit dan medit, sebelas dua belas dengan suamiku itu.

 

Sebenarnya, Mas Heru dulu adalah lelaki yang baik, makanya aku memilihnya menjadi suami. Namun, entah kenapa, setelah menikah denganku, dia jadi sering marah-marah tak jelas dan membuatku naik darah, apalagi sifat pelit dan meditnya itu, membuatku mengelus dada. 

 

Padahal dulu, saat pacaran apa pun yang ingin kubeli selalu dituruti, mulai dari baju baru, make up, skin care, sepatu, pulsa, dan semua kebutuhanku dia turuti. Itulah alasanku menerima dia sebagai suami. Namun, saat sudah menikah, kelakuannya itu berbeda seratus delapan puluh derajat. Aku baru tahu kalau dirinya itu pelit dan kikir.

 

Setiap kali ditanya, kenapa uang nafkahku hanya lima belas ribu, Mas Heru selalu marah, tak jarang dia mengungkit bahwa uangnya dulu kuhabiskan karena aku meminta ini dan itu darinya, sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa jatah uang nafkahku hanya lima belas ribu. Catat, hanya lima belas ribu!. Meski dirinya yang memenuhi kebutuhan dapur lainnya, tetapi kan sebagai istri, kadang kala aku mau jajan makanan di luar, seperti beli cilok atau makan pempek.

 

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, suamiku juga tak kunjung pulang.

 

"Sudah dua jam, kenapa dia belum juga pulang?" tanyaku pada si Empis.

 

Empis adalah ikan kesayangan milik Mas Heru, pernah suatu kali Mas Heru marah karena aku tak membersihkan akuarium si Empis.

 

"Empis, kamu tahu ke mana Bapakmu?" tanyaku lagi.

 

Empis hanya bisa berenang, menari-nari seperti balerina di air.

 

"Ah, percuma ngomong sama kamu, kamu juga gak bisa jawab! Kesal sekali aku sama kami!" ucapku lagi.

 

Empis tak menanggapi, ia terus menari di air, berkeliling ke sana ke mari.

 

Aku segera bangkit, ingin mengunci pintu, tetapi mataku tertuju pada seseorang yang sedang tertidur di sofa teras. Aku yang penasaran langsung menghampiri oramg tersebut.

 

"Ternyata kamu di sini, Mas," kataku.

 

Aku membangunkan Mas Heru yang tertidur di teras. Entah kenapa dia malah memilih tidur di teras, padahal bisa saja dia tidur di ruang tamu. Dasar Mas Heru! Selalu membuatku merasa kesal.

 

"Mas, bangun! Pindah ayo ke kamar," ucapku.

 

Mas Heru menggeliat, ia membuka matanya, kemudian berjalan ke kamar dengan langkah gontai.

 

***

 

"Maafin aku," kata Mas Heru sembari memeluk tubuhku.

 

Aku mengangguk saja.

 

"Jawab dulu, mau maafin aku atau enggak?" tanya Mas Heru lagi.

 

"Iya, aku maafin, sekarang ayo tidur," kataku.

 

Mas Heru melingkarkan sepuluh jarinya ke pinggangku yang ramping, kalau sudah begini, pastilah dia akan meminta haknya. Padahal, aku sedang malas meladeninya.

 

"Dek, bolehkah?" tanya Mas Heru.

 

"Aku ...," kataku.

 

Belum sempat menyelesaikan kalimat yang akan kukatakan, Mas Heru langsung melakukan hal yang dimintanya tadi. Benar-benar suami tak sabaran.

 

***

 

Pagi hari, buru-buru aku mandi dan melaksanakan salat subuh, sebab hari ini aku akan ke warung Mpok Maman untuk membeli cabai. Tak perlu ke pasar, sebab kemarin, masih ada tahu di kulkas. Lagian, aku ke pasar juga hanya tiga kali dalam seminggu, itu juga membeli kebutuhan yang tak ada di rumah dengan ala kadarnya.

 

"Mas, minta duit," kataku sambil menyodorkan tangan.

 

"Bukannya sudah kubilang kalau uang jatahmu selama tiga hari tak akan kuberi? Aku kan mau diurut nanti sama Mbah Oo," jelas Mas Heru.

 

Seketika emosiku naik, enak saja dia tak  mau memberi uang nafkah yang hanya lima belas ribu itu.

 

"Mas, aku hanya kamu kasih sehari lima belas ribu! Ingat, lima belas ribu! Kenapa masih mau kau potong juga? Urusan badan dan kakimu sakit, itu urusanmu, bukan urusanku!" kataku geram.

 

Mas Heru tampak tak suka dengan apa yang barusan kukatakan. Wajahnya berubah merah padam, dadanya naik turun, matanya merah seperti darah. Dia bersiap-siap mengangkat tangannya, seperti ia ingin melayangkan tangannya ke arah pipiku. Sudah tinggal satu Cm lagi, Mas Heru tak jadi menamparku, sebab seseorang mengetuk pintu ruamah dengan sangat keras.

 

"Assalamualaikum," sapa orang tersebut.

 

Aku dan Mas Heru menoleh ke arah sumber suara dan terkejut dengan kedatangannya.

 

 

Kira-kira, siapa yang dattang ke rumah mereka?  Kenapa wajah Mas Heru menjadi tegang? 

 

***

TBC

 

Tetap stay tune ya. Jangan lupa like dan komennya. Sayang kalian banyak-banyak.

Bab terkait

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Papa Eleanna

    Bab 4 - Papa Eleanna"Assalamualaikum," sapa orang tersebut.Aku menatap ke arah pintu, sedikit terkejut dengan kehadiran orang itu. Begitu juga dengan Mas Heru, buru-buru dia tak jadi menamparku, malah kini membelai pipiku mesra. Dasar, pandai sekali dia bersandiwara."Masuk, Pa. Maaf Anna dan Mas Heru jarang berkunjung," kataku.Ya, lelaki itu adalah papaku. Ah, bukan Papa biologis, tetapi dia papa sambungku. Mamak menikah lagi setelah bapak meninggal.Papa mengangguk."Gak apa-apa, kamu sehat, El?" tanya papa.Aku tersenyum saja. Ingin sekali kukatakan bahwa badanku sehat, tetapi jiwaku sakit. Namun, itu kuurungkan, mengingat penyakit jantung yang diderita papa."El, ditanya kok malah tersenyum saja? Kamu sedang ada masalah sama suamimu?" tanya papa lagi."Ah, El sehat, Pa. Papa sudah makan? Tumben gak ngomong kalau mau ke sini, harusnya papa bilang, jadi El masak yang ena

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ditemani Belanja

    Bab 5 - Ditemani BelanjaPapa memperhatikanku yang mengunyah bakso dengan lahap."Pelan-pelan El, makannya. Kamu kayak gak makan bakso bertahun-tahun saja!" seru papa.Aku tersedak, ya, memang benar kalau aku sudah tak makan bakso selama bertahun-tahun. Ah, papa dinasihati seperti itu membuatku malu."Hemmm ... maaf pa, El memang baru kali ini makan bakso lagi," ucapku jujur.Bola mata papa membulat, ia terkejut mendengarnya."Jadi, selama ini kamu gak pernah makan bakso?"tanyanya prihatin.Aku mengangguk pelan."Keterlaluan sekali Heru! Harusnya dia membiarkanmu untuk sekadar jajan bakso!"ucap papa.Ah, papa tak tahu saja, berapa uang nafkah yang diberikan Mas Heru padaku selama ini. Jika tahu, mungkin dia akan jauh lebih marah."Ya sudah, kalau kamu mau bungkus lagi untuk dibawa pulang, bungkus saja," ujar papa.Aku menggeleng. Kalau nanti aku iy

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ucapan Papa

    Bab 6- Ucapan Papa"El, ada yang ingin Papa katakan lagi," ucap Papa.Aku terbengong. Entah apa yang akan dikatakan bapak sambungku ini, aku hanya bisa terbengong untuk beberapa saat, bukan terbengong, tetapi menunggu kalimat yang keliar dari bibir Papa."Sudah dua bulan ini, Papa lihat Heru main ke rumah Sindi," ujar Papa.Deg, jantungku berdetak. Tadi pagi juga Mas Heru memberikanku uang enam puluh ribu karena katanya Papa mau datang. Itu juga tahu dari Sindi. Sebenarnya, apa hubungan Mas Heru dan Sindi?"Papa lihat sendiri, El. Mungkin kamu gak akan percaya, tetapi Papa tak bohong," ujar Papa.Aku bergeming, bingung rasanya mau menjawab apa."Oh, mungkin lagi ada urusan," ucapku.Papa menggeleng."Tak mungkin ada urusan, Papa sering lihat mereka berboncengan berdua, juga sering berpelukan," jelas Papa.Aku mengelus dada. Fakta baru yang kuketahui saat sudah tiga

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 7

    "Kalau menurutmu mengurus rumah adalah pekerjaan yang mudah, kau saja yang mengerjakannya."-Anna-***Aku menangis tersedu saat Mas Heru menanyakan soal rumah yang berantakan. Bukan karena cèngeng, aku hanya tak suka dia terus menyalahkan. Terlebih video yang dikirim papa soal Mas Heru dan Sindi membuatku muak dan ingin mencakar wajahnya yang rupawan itu."Dek."Mas Heru masuk ke kamar dan mendekatiku."Dek, jangan marah dong. Mas minta maaf."Tumben sekali lelaki ini meminta maaf. Biasanya juga gak pernah minta maaf."Dek, jangan marah. Masa begitu saja marah?"Aku diam saja. Malas menanggapi ucapan Mas Heru yang semakin membuatku muak."Dek Eleanna, Mas lagi ngomong sama kamu, loh, ini. Masa dicuekin?"Sepertinya, lelaki kikir yang menikah

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 8 - Tinggal di Rumah Papa

    "Orang tua adalah tempat kembali pulang bagi seorang anak perempuan yang memiliki masalah dalam rumah tangganya."-Eleanna-***Aku menatap langit-langit kamar yang bercat biru. Dulu, sebelum menikah dengan Mas Heru, kamar inilah yang menjadi saksi bisu setiap kegiatan yang kulakukan. Tempat di mana aku mencurahkan segala keluh kesah, melepas lelah, juga melepas amarah pada seseorang. Ya, kamar ini adalah tempat ternyaman dan teramanku. Di sini begitu banyak kenangan tentang almarhumah Mama dan Ayah.Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar yang ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran kamar di rumah Mas Heru."Ellea, boleh Papa masuk?" Ternyata orang tersebut adalah papa tiriku. Sosok pengganti almarhum ayah yang sangat menyayangiku."Boleh, Pa. Masuk saja, pintunya gak Ellea kunci," jawabku sekenanya.Pintu kamar terbuka, lelaki berumur enam puluh lima tahun itu masuk, sambil tersenyum hangat padaku. Tangannya membawa sebua

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 9 - Berang

    "Meski cintaku sudah berkurang, aku masih berhak marah melihat suami bermesraan." -Elleanna- *** Aku menatap tajam ke arah dua orang yang sedang bermesraan itu. Bisa-bisanya Mas Heru malah bermesraan dengan Sindi. Terlihat Sindi bergelayut manja di lengan Mas Heru. Sungguh, membuatku geram dan berang. Dengan langkah seribu, aku melangkah dan menghampiri mereka berdua. "Mas Heru! Apa yang kau lakukan, hah?!" bentakku. Emosiku sudah di ubun-ubun. Ya, meskipun cintaku sudah berkurang, tetapi aku berhak marah saat melihat Mas Heru bermesraan dengan wanita lain di hadapanku. Wajah Mas Heru pias, terlihat sekali mimik wajahnya seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan. Dengan cepat tangan Sindi dilepas Mas Heru. "Dek, kamu ternyata di sini. Aku ... aku dan Sindi ingin mencarimu tadi. Ini tak sepe

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Rencana Mama (POV Heru)

    "Wanita akan luluh jika lelaki berani meminta maaf duluan." -Heru- Aku mengendarai motor ke rumah ibu. Hal ini kulakukan agar bisa meminta pendapat pada ibu. Biasanya, ibu mampu memberikan jurus-jurus jitu agar aku mendapatkan ide cemerlang. Kupacu motor dengan kecepatan sedang. Hanya butuh waktu lima belas menit dari rumah Sindi ke rumah ibuku. Tak terasa, kini aku sudah tiba di rumah. "Assalamualaikum." "Waalaikumussalam. Eh, kamu, Ru. Ada apa? Tumben ke sini?" "Mama ini gimana, sih. Anak sendiri main ke rumah malah responsnya begitu!" Aku menggerutu pada mama. Rasanya kesal sekali saat main ke rumah malah ditanya seperti itu. "Ya, maaf. Jarang-jarang kamu main ke sini, kalau main juga paling numpang makan. Istrimu gak masak lagi, emang? Atau masakannya gak enak?" Mama menebak kedatanganku. Aku menghela napas, rasanya ingin tertawa mende

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Melakukan Pembalasan

    "Pembalasan elegan adalah menyakitimu beserta selingkuhanmu secara perlahan. Tunggu saja pembalasanku."-Elleanna-***Aku mengangkat tubuh Mas Heru yang berjongkok di depan pintu ala-ala film India. Rasanya aku malas sekali melihat wajahnya itu, tetapi demi dramanya berakhir dengan cepat, mau tidak mau kuangkat tubuhnya."Aku sudah memaafkanmu, Mas. Bangunlah, jangan seperti ini."Mas Heru bangkit lalu menubrukkan badannya ke tubuhku. Rasanya ingin mengelak, tetapi itu sangat cepat terjadi."Terima kasih, Dek. Mas sayang sekali sama kamu. Pulanglah, Dek. Ayo, kembali ke rumah," bujuk lelaki yang masih berstatus suamiku itu.Aku tersenyum saja menanggapi ucapannya. Enak saja dia memintaku kembali ke rumahnya yang sumpek dan sempit itu. Seperti lelaki tak tahu malu saja Mas Heru. Sudah pastilah kutolak permintaan Mas Heru."Maaf Mas, aku masih ingin di sini. Nanti, kalau ingin pulang, aku akan pulang sendiri," ucapku akhirnya.

Bab terbaru

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Pov Sindi

    "Cuih, kau bilang tak ada hubungan apa pun, tetapi baru beberapa menit yang lalu kalian bergandengan tangan begitu mesra layaknya pasangan suami dan istri, atau seperti pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara. Sudahlah, aku tak butuh penjelasanmu. Aku lelah dengan semua omong kosong yang kau katakan, Sin. Mulai saat ini, kutalak kau, sekarang!” ucapku penuh penekanan. Wajah Sindi berubah pucat pasi, keringat dingin seperti biji jagung mengucur dengan derasnya melewati dahi Sindi yang lebar. Meski sedikit merasa kasihan, tetapi rasa kasihan ku menguap begitu saja. Entah karena rasa benci yang menyeruak hati lebih mendominasi, atau memang aku sudah tak peduli dengan itu. Kuayuhkan kaki panjangku menjauh dari dua pengkhianat itu. Sindi, mantan istriku dan Heru, salah satu pegawaiku. Kutinggalkan kedua pengkhianat itu diiikuti Pak Suprapto yang sedari tadi diam tanpa kata. Tak sengaja, kulihat Pak Suprapto tersenyum penuh arti ke arah Heru. Entah apa yang dipikirkan Pa

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   POV Ashraf

    "Mungkin ada salah paham di sini, Mbak Elleanna pasti salah paham," ucapku demi membela Sindi, istriku. "Terserah Anda mau percaya atau tidak. Faktanya, rumah tangga saya berantakan karena ulah istri Anda. Ah, bukan, ulah karyawan kepercayaan juga istri Anda!" Elleanna, anak dari salah satu investorku berkata seperti itu sambil berlalu entah ke mana. Apakah benar yang dikatakan Elleanna? Mengapa pula Sindi berkhianat padaku setelah apa yang selama ini kuberikan kepadanya? Atau ini hanya alibi anak Pak Suprapto untuk menjelek-jelekkan istriku saja? Aku merasa frustasi dan bingung dengan situasi saat ini. Jika memang benar apa yang dikatakan Elleanna adalah kebenaran, maka siap-siaplah Sindi menerima kemarahanku. Namun, jika apa yang dikatakan Elleanna sebuah kebohongan, aku tak akan segan-segan memenjarakan wanita itu, sebab dia sudah berani menuduh istriku. Ya, tak peduli siapa ayah wanita itu. Yang jelas, siapa pu

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Berkunjung ke Kantor

    "Mbok Na, tolong ambilkan ember!" Aku berteriak sekencang mungkin karena tak tahan melihat foto yang dikirim Mas Heru.Laki-laki itu benar-benar sudah tak waras. Bisa-bisanya dia mengirim foto menjijikkan seperti itu. Bukannya aku terpesona, malah membuat semua isi perutku keluar."Ini, Non. Non Ellea kenapa?" tanya Mbok Na khawatir."Perutku mual, Mbok. Pengen muntah apalagi setelah dikirim foto ini." Kusodorkan foto yang dikirim Mas Heru. Foto dirinya yang sedang memakai lingeri milikku."Astaghfirullah. Ada-ada aja Pak Heru. Maksudnya apa coba mengirim foto seperti itu?" oceh Mbok Na.Aku menggeleng, tak tahu juga apa maksud lelaki yang masih berstatus suamiku itu."Sudahlah, Mbok. Abaikan saja. Biarkan Mas Heru bertindak kekanak-kanakan seperti itu. Besok pagi, aku akan ke kantor Mas Heru. Tolong, bilang sama Pak Sutris untuk mengantarku, ya, Mbok?" pintaku.Mbok Na mengangguk, lalu meninggalkan diriku.***Cuaca pag

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Melakukan Pembalasan

    "Pembalasan elegan adalah menyakitimu beserta selingkuhanmu secara perlahan. Tunggu saja pembalasanku."-Elleanna-***Aku mengangkat tubuh Mas Heru yang berjongkok di depan pintu ala-ala film India. Rasanya aku malas sekali melihat wajahnya itu, tetapi demi dramanya berakhir dengan cepat, mau tidak mau kuangkat tubuhnya."Aku sudah memaafkanmu, Mas. Bangunlah, jangan seperti ini."Mas Heru bangkit lalu menubrukkan badannya ke tubuhku. Rasanya ingin mengelak, tetapi itu sangat cepat terjadi."Terima kasih, Dek. Mas sayang sekali sama kamu. Pulanglah, Dek. Ayo, kembali ke rumah," bujuk lelaki yang masih berstatus suamiku itu.Aku tersenyum saja menanggapi ucapannya. Enak saja dia memintaku kembali ke rumahnya yang sumpek dan sempit itu. Seperti lelaki tak tahu malu saja Mas Heru. Sudah pastilah kutolak permintaan Mas Heru."Maaf Mas, aku masih ingin di sini. Nanti, kalau ingin pulang, aku akan pulang sendiri," ucapku akhirnya.

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Rencana Mama (POV Heru)

    "Wanita akan luluh jika lelaki berani meminta maaf duluan." -Heru- Aku mengendarai motor ke rumah ibu. Hal ini kulakukan agar bisa meminta pendapat pada ibu. Biasanya, ibu mampu memberikan jurus-jurus jitu agar aku mendapatkan ide cemerlang. Kupacu motor dengan kecepatan sedang. Hanya butuh waktu lima belas menit dari rumah Sindi ke rumah ibuku. Tak terasa, kini aku sudah tiba di rumah. "Assalamualaikum." "Waalaikumussalam. Eh, kamu, Ru. Ada apa? Tumben ke sini?" "Mama ini gimana, sih. Anak sendiri main ke rumah malah responsnya begitu!" Aku menggerutu pada mama. Rasanya kesal sekali saat main ke rumah malah ditanya seperti itu. "Ya, maaf. Jarang-jarang kamu main ke sini, kalau main juga paling numpang makan. Istrimu gak masak lagi, emang? Atau masakannya gak enak?" Mama menebak kedatanganku. Aku menghela napas, rasanya ingin tertawa mende

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 9 - Berang

    "Meski cintaku sudah berkurang, aku masih berhak marah melihat suami bermesraan." -Elleanna- *** Aku menatap tajam ke arah dua orang yang sedang bermesraan itu. Bisa-bisanya Mas Heru malah bermesraan dengan Sindi. Terlihat Sindi bergelayut manja di lengan Mas Heru. Sungguh, membuatku geram dan berang. Dengan langkah seribu, aku melangkah dan menghampiri mereka berdua. "Mas Heru! Apa yang kau lakukan, hah?!" bentakku. Emosiku sudah di ubun-ubun. Ya, meskipun cintaku sudah berkurang, tetapi aku berhak marah saat melihat Mas Heru bermesraan dengan wanita lain di hadapanku. Wajah Mas Heru pias, terlihat sekali mimik wajahnya seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan. Dengan cepat tangan Sindi dilepas Mas Heru. "Dek, kamu ternyata di sini. Aku ... aku dan Sindi ingin mencarimu tadi. Ini tak sepe

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 8 - Tinggal di Rumah Papa

    "Orang tua adalah tempat kembali pulang bagi seorang anak perempuan yang memiliki masalah dalam rumah tangganya."-Eleanna-***Aku menatap langit-langit kamar yang bercat biru. Dulu, sebelum menikah dengan Mas Heru, kamar inilah yang menjadi saksi bisu setiap kegiatan yang kulakukan. Tempat di mana aku mencurahkan segala keluh kesah, melepas lelah, juga melepas amarah pada seseorang. Ya, kamar ini adalah tempat ternyaman dan teramanku. Di sini begitu banyak kenangan tentang almarhumah Mama dan Ayah.Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar yang ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran kamar di rumah Mas Heru."Ellea, boleh Papa masuk?" Ternyata orang tersebut adalah papa tiriku. Sosok pengganti almarhum ayah yang sangat menyayangiku."Boleh, Pa. Masuk saja, pintunya gak Ellea kunci," jawabku sekenanya.Pintu kamar terbuka, lelaki berumur enam puluh lima tahun itu masuk, sambil tersenyum hangat padaku. Tangannya membawa sebua

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Bab 7

    "Kalau menurutmu mengurus rumah adalah pekerjaan yang mudah, kau saja yang mengerjakannya."-Anna-***Aku menangis tersedu saat Mas Heru menanyakan soal rumah yang berantakan. Bukan karena cèngeng, aku hanya tak suka dia terus menyalahkan. Terlebih video yang dikirim papa soal Mas Heru dan Sindi membuatku muak dan ingin mencakar wajahnya yang rupawan itu."Dek."Mas Heru masuk ke kamar dan mendekatiku."Dek, jangan marah dong. Mas minta maaf."Tumben sekali lelaki ini meminta maaf. Biasanya juga gak pernah minta maaf."Dek, jangan marah. Masa begitu saja marah?"Aku diam saja. Malas menanggapi ucapan Mas Heru yang semakin membuatku muak."Dek Eleanna, Mas lagi ngomong sama kamu, loh, ini. Masa dicuekin?"Sepertinya, lelaki kikir yang menikah

  • Hanya Diberi Nafkah IDR 15K   Ucapan Papa

    Bab 6- Ucapan Papa"El, ada yang ingin Papa katakan lagi," ucap Papa.Aku terbengong. Entah apa yang akan dikatakan bapak sambungku ini, aku hanya bisa terbengong untuk beberapa saat, bukan terbengong, tetapi menunggu kalimat yang keliar dari bibir Papa."Sudah dua bulan ini, Papa lihat Heru main ke rumah Sindi," ujar Papa.Deg, jantungku berdetak. Tadi pagi juga Mas Heru memberikanku uang enam puluh ribu karena katanya Papa mau datang. Itu juga tahu dari Sindi. Sebenarnya, apa hubungan Mas Heru dan Sindi?"Papa lihat sendiri, El. Mungkin kamu gak akan percaya, tetapi Papa tak bohong," ujar Papa.Aku bergeming, bingung rasanya mau menjawab apa."Oh, mungkin lagi ada urusan," ucapku.Papa menggeleng."Tak mungkin ada urusan, Papa sering lihat mereka berboncengan berdua, juga sering berpelukan," jelas Papa.Aku mengelus dada. Fakta baru yang kuketahui saat sudah tiga

DMCA.com Protection Status