Home / Romansa / CINCIN TAK BERTUAN / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of CINCIN TAK BERTUAN: Chapter 1 - Chapter 10

61 Chapters

Rumah Dijual

JumlahKata1119 Bab 1 'Rumah dijual.' Tulisan itu terpampang membuat mata ini melotot. Tak bisa mengalihkan pandangan ke arah lain. Bodoh sekali orang yang mau menjual rumah itu. Bukan hanya karena rumah itu besar, tapi indah, pekarangan luas, strategis, dan antik. Andai saja uang tabunganku cukup dengan merogoh kantong, pasti sudah dibeli. Apalagi rumah itu cocok untuk bersantai di rerumputan  dekat pohon yang rindang. Tentunya akan lebih nikmat bersantai dengan orang yang disayang. Khayalan pun melambung tinggi ketika mata ini  tidak bisa berpaling. Lama berdiri di sana hanya untuk membaca plang sambil mengawasi sekitarnya. Menakjubkan sekali, pokoknya indah. Belum pernah sebelumnya melihat rumah yang seperti ini. Entah mengapa hatiku tenang bila melihatnya. "Hei! Bengong aja kamu. Ngapain, Zeyn?" kejut Pak Maman, penjaga kebun rumah itu.&n
Read more

Mimpi

Bab 2 Tak henti gedoran itu terus dilakukan. Perut yang tadinya begitu lapar, kini hilang seketika. Cacing dalam perut pun mendadak aman karena mendengar ketukan itu. Sebelum membuka pintu, aku mengintipnya terlebih dahulu dari sebuah lubang dinding yang sedikit berlubang. Rasa penasaran semakin memuncak ketika pintu juga ditendang dengan kaki. "Tunggu, Ayah," ucapku seraya membuka pintu. Begitu terbuka, pintu itu langsung ditendang sekuatnya. Aku bingung kenapa Ayah terburu-buru seperti ketakutan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, biasanya Ayah adalah tipe pria pemberani. Bingung dengan keadaan yang dialami olehnya. Diri ini jadi ikut takut dengan melihat gelagat pria pertama yang aku cintai itu melakukan hal aneh. Beliau langsung masuk ke kamar. Setelah itu tak tahu lagi apa yang dilakukannya di dalam sana. Aku hanya menunggu kabar darinya. Ada apa sebenarnya yang baru terjadi?
Read more

Menemukan Sebuah Cincin Antik

Bab 3 Kakiku terasa lemas karena terus mengikutinya. Semakin dikejar sosok itu semakin jauh dan susah untuk diraih. Menyerah, kalah, dan mengalah sepertinya. Hanya untuk mengelabui saja. Selepas dari pandanganku ada sesuatu yang tersirat. Hanya saja belum mengetahui apa itu. Aku merasa ini sangat aneh. Ada antara nyata atau tidak. Sedikit pun tidak disadari. "Zeyn, tunggu! Kamu mau kemana, Nak?" tanya Ayah, sembari mengejarku. Aku tetap saja tidak peduli dengan panggilan Ayah. Menurutku panggilan itu tak perlu aku dengarkan. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana caranya agar bisa bertemu dengan sosok wanita tua. Kaki yang masih lelah dan lemas tetap dipaksa untuk melangkah mencari keberadaannya. Keinginan yang kuat itu sangat beralasan karena rasa penasaran yang tak kunjung padam. Ketika hendak berlalu lagi, tiba-tiba tanganku ditarik oleh Ayah. Aku melepaskan pegangan itu.
Read more

Apa Yang Dicari Oleh Ayah?

Bab 4 Entah kenapa, ketika melihat cincin itu ada keanehan yang kurasa. Mulai dari jantung berdebar hingga darah di dada berdesir. Entah apa yang terjadi padaku. Sungguh semua ini murni tanpa kuduga. Andai saja cincin ini punya nilai yang tinggi mungkin aku bisa menjualnya untuk membeli keperluan. Namun, merasa tidak berhak melakukannya karena bukan milikku. Lama kupandangi benda yang bisa disematkan di jari. Memerhatikan bentuknya, di jaman begini masih ada saja cincin aneh seperti itu terlihat. 'Pasti ini bukan cincin sembarangan,' gumamku, sembari memakaikannya di jari manisku. Indah sekali, tepat di jari manis yang begitu terlihat elegan. Tak ingin melepasnya, tetapi itu tak mungkin kulakukan. Ayah dan Mak berpesan, "Jangan pernah menikmati benda yang bukan milikmu, Nak. Tidak baik." Itulah sebabnya mengapa aku tidak mengambilnya. Hanya saja disimpan, mana tahu ada yang menca
Read more

Bertemu Di Sibuhuan

Bab 5 Bab 5 Setelah kurir itu pergi, kotak kecil dibuka dengan tak sabar. Penasaran dengan isi dan siapa orang yang berbaik hati memberikan sesuatu padaku. Ada rasa takut bercampur senang. Kedua rasa itu bercampur aduk menjadi satu. Berlahan melepaskan perekat dari benda tersebut. Hati berdebar saat isi kotak kecil itu terlihat. Ternyata sebuah arloji mewah dan buku diary yang telah berisi catatan kecil. Sungguh aku terkejut dengan buku diary bertuliskan tentang kisah percintaan sama persis denganku dan seseorang. Di sana terpampang namaku dan beberapa sifat dan sikap yang aku miliki. Bukan hal yang aneh sebenarnya, akan tetapi heran siapa gerangan yang mengirimkan bingkisan ini. Sepertinya dia sudah mengenal dekat dan bahkan mengetahui semua karakter yang aku punya. Dari halaman depan hingga di lembar kelima sepertinya aku mulai mengetahui siapa kira-kira yang menulis diare itu.
Read more

Nunu Hampir Saja Mengenaliku

Bab 6 Akhirnya sampai juga di rumah Tulang. Tulang adalah sapaan untuk saudara laki-laki dari Mak. Abang atau adiknya, maka dipanggil Tulang. Ya, namanya orang Sumatera Utara, sudah pasti memiliki sapaan khas karena juga memiliki marga dalam suku. Sepupu perempuan yang sebaya denganku, mengajak untuk pergi ke rumah temannya. Masih capek sebenarnya, tetapi demi dia aku menerima ajakan itu. Bosan juga dengan berbincang pada penghuni rumah. Kendaraan sepeda motor matic berwarna merah dilaju dengan kencang. Dina seorang gadis yang berprofesi sebagai dokter sangat ramah dan rendah hati. Tak pernah merasa kaya dan sok hebat karena telah menjadi seorang dokter muda cantik. Gadis sepertiku sangat dia hormati. Terlihat dari gerak-gerik bila bersamanya. Rumah mewah telah di depan mata. Mobil juga banyak yang terparkir di halaman. Sudah pasti bukan mobil biasa. Ada Fortuner, Pajero sport, dan lainnya yang tidak
Read more

Keraguan Pada Diriku Sendiri

Bab 7 Ponsel berdering dan kuabaikan saja. Panggilan itu datang bertubi-tubi sampai akhirnya dia menyerah dan berhenti menghubungi lagi. Sebuah pesan singkat WhatsApp masuk. Sungguh terkejut dengan isi pesan itu. Hati gundah tidak karuan. Semudah itu Naya bisa mencerna suara orang lain. "Papa ... siang ini aku dan Zeyn ke Aek Siraisan, ya? Udah lama gak ke sana. Boleh, Pa?" tanya Naya, dengan suara manja. "Kalian berdua?" jawab Tulangku, tanpa melihat ke arah putrinya. "Ya, iya lah. Sama siapa lagi? Papa ...," rengek Naya. Sedikit pun pria bertubuh kekar itu tak bergeming dengan rengekan Dina. Sebab masih asyik bercerita dengan ayahku. Begitu pun, dia tetap merengek dan berharap permintaannya diiyakan. "Pa, Papa ...," rengek Dina pada papanya. "Apa, Din? Ya, udah. Pergilah sama Zeyn, tapi ingat! Jangan macem-macem, ya
Read more

Jenuh Karena Tidak Enak Hati Pada Dina

Bab 8 "Kalau kamu suka, ya, ungkapkan. Toh, mereka masih calon tunangan kan? Masih ada kesempatan, tuh," pungkasku. Dina diam sambil tersenyum sendiri dengan apa yang dia pikirkan. Mungkin sudah terlalu cinta. Bodo amat menurutku, tidak ingin terlibat dengan ini. Setelah banyak bercerita tentang perasaan Dina ke Nunu, akhirnya mata ini mulai tak bisa dikondisikan. Lelah sekali, tidur salah satu solusinya karena sudah larut malam. "Nak, ikut Nenek, yuk." Suara itu seperti tak asing lagi. Mata diliarkan mencari arah ucapan. Namun, belum tertangkap netra ini. Sungguh aneh. "Nenek di mana? Nek ... Nenek!" teriakku. "Nenek di sini, Nak. Ke marilah." Tiba-tiba dia sudah ada di hadapanku. Heran, siapa sebenarnya wanita tua itu? Selalu saja datang menemuiku dalam keheningan malam. Apa yang dia inginkan dariku? 
Read more

Pertemuan Yang Tidak Disangka

Bab 9 [P.][P.][P.] Tidak juga berubah, tetap centang satu. Ponsel diletakkan di atas meja makan. Rumah yang sudah lebih seminggu kutinggalkan, akan segera dibersihkan karena debu sudah berkuasa menyelimuti beberapa benda yang ada. Terutama si Vespa kesayangan. Sudah tak sabar mengajaknya raun berkeliling sekedar menghilangkan rasa jenuh. Ponsel berbunyi, kuraih benda pipih berwarna hitam itu dan melihat panggilan dari siapa. Ternyata Naya. "Zeyn, maaf, ya. Tadi lagi nelepon Nunu. Maklumlah, calon tunangan yang terganteng sedunia. Hahaha," ucapnya, sembari tertawa kecil. "Owh, ya, udah. Eh, emangnya kapan, sih, tunangannya? Lama amat, deh," tanyaku, sebab Nunu mulai tak serius menanggapi hubungannya dengan gadis yang sangat mencintainya itu. "Tau, tuh. Ya, menunggu keputusan dari Nunu. Toh, semua dia yang memutuskan, bukan aku atau siapa pun, Z
Read more

Kecurigaan Naya Padaku

 Bab 10 Naya mengangguk tanda mengerti. Gadis itu tersenyum manis, terlihat rasa percaya atas apa yang disampaikan oleh calon tunangannya itu. Sungguh mereka berdua pasangan serasi. Kadang muncul sifat iri karena ingin memiliki seorang kekasih. Ah, itu masih lama kudapatkan sepertinya karena sadar siapa diri ini. Berusaha untuk tidak dekat dengan Naya dan calonnya. Supaya apa yang pernah Dina sampaikan kala itu tidak benar adanya. Sementara sepupuku berwajah muram. Dia tidak terima dan sakit hati melihat keduanya bermesraan melalui canda. Dari pada memandangi orang pacaran, mending membuka Facebook melihat beranda. Layar ponsel digeser untuk melihat postingan teman-teman dunia maya. Kebetulan saat ini sedang mengikuti program lowongan kerja online. "Zeyn, lagi apa?" Suara itu mengejutkanku. Pria yang sudah kuhindari sejak tadi. "Owh, ini aku lagi scroll beranda. Kali
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status