Beranda / Pernikahan / Suami Tak Sempurna / Bab 191 - Bab 200

Semua Bab Suami Tak Sempurna: Bab 191 - Bab 200

241 Bab

Episode 191. Sikap yang Berbeda

"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menebaknya. Aku akan segera menyelidikinya. Tetapi soal Robert, maaf, Sally. Kali ini aku yang akan bertindak tegas. Walaupun jumlah uang yang sudah dihamburkan kakakmu masih belum ada apa-apanya bagi keluarga Williams, tetapi tetap saja jumlahnya sudah keterlaluan! Aku memiliki keyakinan, itu adalah salah satu alasan papaku mengawasiku. Papaku adalah orang yang murah hati, tetapi dia sangat anti hal semacam ini."   Bibir Sally bergetar. "Baiklah, tapi tolong jangan terlalu keras padanya."   "Keras bagaimana? Kita hanya tidak memberikannya uang. Itu saja," ucap Albert dengan nada sedikit kesal. Jujur saja dia cukup terganggu dengan pengawasan ketat Reyhans belakangn ini. Itu sebabnya dia harus bertindak tegas pada Robert. Kutu penghisap darah seperti Robert adalah sesuatu yang kecil. Kalau dia tidak sanggup mengatasinya, Reyhans akan menganggapnya remeh! Albert tidak suka jika papanya meragukan kemampuannya da
Baca selengkapnya

Episode 192. Mencoba Peluang

Albert menelepon seseorang di ruang kerjanya.   "Ya, cari tahu bagaimana kehidupannya selama dua bulan terakhir. Culik dia secepatnya, tapi jangan sampai membuatnya terluka," titah Albert dengan nada tenang.   Setelah berkata demikian, dia mematikan ponselnya. Albert menghela napas pelan. Biar bagaimanapun Green adalah darah dagingnya sendiri. Dia tidak akan mungkin tega membunuhnya. Tetapi putra sulungnya itu tidak boleh terus berada di ibukota. Jika Papanya, Reyhans, sampai menyadari bahwa Green ternyata masih hidup, Albert benar-benar sungguh tidak berani membayangkan masa depan buruk apa yang akan menimpanya bersama Sally nanti, bahkan mungkin Marcell akan ikut terimbas.   Setelah sejenak berpikir, Albert lalu kembali melakukan panggilan.   "Halo? Siapa ini?" sapa seseorang di seberang sana.   "Saya Albert, Mirna Wati."   "Tu-tuan?" Mirna Wati mendadak gu
Baca selengkapnya

Episode 193. Sosok Tak Terduga

"Biar kuingatkan kalian, biaya pengobatan bukanlah tanggung jawab di pihak kami. Itu murni karena kemurahan hati. Jadi, bagaimana bisa dengan tidak tahu malunya kalian menyinggung masalah trauma psikis? Bahkan jika Nona Julia tidak mau membiayai pengobatan putra-putra kalian, memangnya kalian bisa apa?" Jack berucap dengan sedikit ketus.   "Kami paham akan hal itu," ucap Gerry berpura-pura mengalah. "Tetapi tolong sampaikan terlebih dahulu pada Nona Julia sebelum anda memutuskan untuk menolak. Bisa saja Nona Julia mau mempertimbangkan permohonan kami."   "Tidak, Nona Julia sudah mengatakan bahwa dia hanya akan membayar pengobatan mereka di rumah sakit ini." Jack menolak.   "Jika Nona Julia memang mampu melakukannya, kami sangat memohonkan bantuannya, Tuan Jack. Bagaimana jika dengan bunga? Kami akan membayarnya penuh!" ucap Gerry dengan nada memelas.   "Jawabannya tetap tidak." Kali ini Jack berucap
Baca selengkapnya

Episode 194. Memancing

Walaupun Albert sudah melarangnya dengan tegas, Marcell dengan sikap keras kepalanya memutuskan untuk mengabaikan perkataan papanya. Menurutnya, apa pun yang diinginkannya pasti bisa terwujud karena dia memiliki mama yang selalu mendukungnya. Jika mamanya sudah bertindak membelanya, papanya pasti akan melemah. Segala sesuatunya selalu seperti itu, dari dulu dan tentunya hingga sekarang. Saat Marcell melangkah menuju ruang Ryan, dia malah bertemu dengan keluarga Winata di jalur yang harus dia lalui. "Kenapa mereka ada di sini?" Mata Marcell langsung berkilat saat melihat Hana berdiri berdampingan di sana bersama dengan Green. Dia pun datang menyapa dengan ramah. "Selamat siang!" Senyuman manis terpatri di wajahnya yang biasanya selalu dingin. Kalau bukan demi Hana dia tidak akan melakukan hal merepotkan seperti ini. Menyapa dan tersenyum ramah pada orang-orang bukanlah kebiasaan Marcell. "Nak Marcell?
Baca selengkapnya

Episode 195. Menjengkal

Pertanyaan itu memang menambah semangat Rudy dan Gerry. Gerry langsung melangkah lebih dekat pada Marcell.   "Maaf, Marcell, biar Om saja yang menjelaskan padamu tentang hal ini. Nenek Erina tidak mampu terlalu banyak bicara. Lidah dan kerongkongannya menjadi kelu dan sakit."   "Baiklah, Om."   Gerry menghela napas pelan. "Begini, selain karena penyakit, Nenek Erina menangis karena perusahaan Winata sedang berada di masa kritis. Kami membutuhkan suntikan dana yang besar untuk bisa kembali stabil, Nak Marcell. Tapi sampai sekarang kami belum bisa mendapatkan dana itu. Andai saja ada penolong yang bisa membantu kami," lirih Gerry. Dia belum berani meminta tolong dengan terus terang. Dia memilih menggunakan cara yang agak halus.   Marcell tersenyum di dalam hati. "Baru dipancing sedikit, mereka langsung menunjukkan bisulnya."   "Oh, seperti itu ya, Om. Saya memang sudah mendengar ka
Baca selengkapnya

Episode 196. Permintaan Green

Keberadaan Marcell yang tiba-tiba di rumah sakit membuat Hana merasa tidak nyaman berlama-lama di rumah sakit.   "Green, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar cari angin? Penat rasanya di sini terus," ajak Hana dengan wajah jenuhnya.   Green tersenyum. "Baiklah, ayo!" ucapnya.   Dia menggenggam tangan Hana dan segera bergegas membawanya menjauh dari area ruang rawat Erina. Green senang mereka meninggalkan tempat itu. Dengan demikian mereka tidak perlu bertemu Marcell saat Marcell selesai menengok Erina. Jujur saja, Green tidak suka melihat cara Marcell menatap Hana tadi. Itu adalah tatapan cinta penuh harap, dan dia sangat kesal melihat itu. Tetapi baru beberapa langkah seseorang memanggil mereka.   "Tunggu!" Rudy-lah yang mencegat mereka.   Green dan Hana langsung menoleh menatap Rudy yang melangkah menghampiri mereka.   "Ada apa, Paman?" tanya Hana deng
Baca selengkapnya

Episode 197. Bujukan

Dengan wajah murung, Hana memasuki ruang rawat neneknya. Matanya tanpa sengaja bersitatap dengan Marcel, dan dengan canggung ia segera mengalihkan pandangannya kepada Erina. "Ada apa Nenek memanggilku?" tanya Hana tanpa basa-basi. "Hana, kamu duduklah dulu di samping nenekmu. Supaya nenek lebih mudah melihatmu," ucap Gerry dengan lembut. Tumben sekali pamannya itu bersikap lembut. Hana pun melihat posisi tempat duduk. Duduk di dekat neneknya berarti duduk di samping Marcell. Dia mendesah pelan dan memutuskan untuk menuruti saja, lalu mendekat dan duduk di dekat Erina. "Ada apa, Nek?" tanyanya kembali. "Hana... Marcell ingin....menolong perusahaan kita.... Tetapi... Kita harus.....bekerja sama....dalam hal....ini..., agar dia berhasil.....menolong kita..." jelas Erina dengan wajah memelas. Mendengar itu, seketika mata Hana membulat dan menoleh pada Marcell yan
Baca selengkapnya

Episode 198. Terpukul

Hana menatap Rudy yang tampak mengiba padanya. "Maaf, Paman Rudy. Aku tidak bisa. Ikhlaskanlah perusahaan. Aku yakin asalkan semua anggota keluarga Winata mulai sekarang bersikap serius dan bekerja keras, kita pasti akan bisa bangkit lagi secara perlahan."   Rudy mengepalkan tangannya. "Paman sudah berbicara sampai seperti ini, tetapi kamu sama sekali tidak tergerak sedikit pun. Kamu benar-benar tidak memiliki perasaan, Hana. Tidak ada sama sekali rasa sayang di hatimu untuk keluarga. Kamu benar-benar egois," ucap Rudy dengan gigi merapat.   Kening Hana mengerut. "Aku sudah bersuami. Egois apa yang Paman maksud? Bukankah kalian yang sudah bersikap egois di sini? Bukan hanya itu, menurutku kalian sudah bersikap tidak masuk akal."    Rudy mengatupkan mulutnya, tetapi matanya menatap dengan tatapan kebencian. Dia membenci keponakannya itu karena sama sekali tidak bisa diandalkan.   "Anton, kenapa k
Baca selengkapnya

Episode 199. Bujukan 2

Green mengangkat wajahnya menatap Keluarga Winata. "Apa yang terjadi? Kenapa Hana menangis?" tanyanya dengan kening mengerut. Gerry langsung membuka suara. Dia berbicara dengan tenang, masih menyembunyikan rasa kebenciannya pada Green. "Green, kamu sendiri sudah tahu, kan, bahwa perusahaan kami sudah akan bangkrut? Marcell memiliki jalan keluar untuk masalah ini. Dia mengatakan bahwa dia bisa saja membujuk papanya untuk menyuntik dana ke perusahaan kami bahkan menjalin kerja sama kembali dengan kami, tetapi itu bisa terjadi kalau saja Hana adalah pacarnya. Tuan Albert pasti akan tergerak untuk membantu jika Hana memiliki hubungan penting dengan putranya sendiri. Saat ini, Hana bingung memutuskan apa yang harus dia lakukan. Itu sebabnya dia menangis." Hana bingung? Kening Green semakin mengerut mendengarnya. Dia menoleh menatap Marcell sambil menahan rasa kesal. Marcell benar-benar licik! "Apa Hana mulai goyah pada hubung
Baca selengkapnya

Episode 200. Pikiran Picik

Rudy lalu membuka suaranya. "Green, jika kamu tidak melepas Hana, kita semua, termasuk Hana dan kamu sendiri pasti akan menderita dalam kemiskinan. Bahkan bisa jadi biaya pengobatanmu dan juga kuliah kalian berdua tidak bisa ditanggulangi lagi karena banyaknya hutang keluarga Winata. Daripada kita semua menderita seperti itu, lebih baik kita memilih jalan ini. Ini yang terbaik untuk kita semua."   "Benar. Melepas Hana bukan berarti kamu tidak mencintainya. Justru itu adalah bukti dari perasaan tulusmu untuk Hana. Kamu melepasnya untuk kebahagiaannya," timpal Gerry kembali.   Perlahan Green membuka mulutnya. "Benarkah?" tanyanya dengan sungguh-sungguh. Hana mengerutkan keningnya mendengar tanggapan Green yang sepertinya akan menuruti kemauan keluarganya. Dia menjadi gelisah.   "Iya...tentu saja... Jadi, bagaimana....Green...? Apa kamu....setuju...?" tanya Erina. Hatinya sedari tadi sudah tidak sabar, begitu pula yang lain
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1819202122
...
25
DMCA.com Protection Status