Home / Pernikahan / Suami Tak Sempurna / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Suami Tak Sempurna: Chapter 151 - Chapter 160

241 Chapters

Episode 151. Keputusan Green

"Oh! Jadi kalung itu tanda cinta kakek buat Nenek Seville?" Mata Green melebar.   "Iya benar. Kalung itu hanya ada satu di dunia karena desainnya berasal dari kakek sendiri. itu sebabnya saat istrimu mengenakannya, kakek langsung menandainya," jelas Reyhans.   Entah kenapa mendengar kisah cinta kakeknya Green merasa sedih.   'Bukankah kisah cinta Kakek semacam kasih tak sampai?'   Mau tidak mau Green jadi mengingat Hana. 'Apakah selamanya aku tidak akan bisa melupakan Hana seumur hidupku seperti kakek yang tidak bisa melupakan nenek?'   "Ada apa, Green? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Reyhans ketika mengamati wajah Green yang tampak sedih.   "Tidak apa-apa, Kek. Aku pikir Nyonya Sally adalah ibu kandungku, ternyata ibu kandungku sudah meninggal."   "Iya, ini fotonya. Namanya Alicia. Dia memiliki mata hazel sepertimu." Reyhans membuka ponse
Read more

Episode 152. Trauma Kepala

"Untuk sementara Kakek harus merahasiakan keberadaanmu, Green, sampai kakek tahu betul bagaimana kondisimu yang sebenarnya. Setelah kakimu sedikit membaik, kakek akan mengajakmu untuk menemui Tuan Liu. Dia adalah profesor riset sekaligus dokter ahli syaraf. Dan salah satu hasil risetnya adalah pengobatan terbaik untuk penyakit epilepsi. Saat ini dia berada di Singapore." Reyhans berucap dengan bersemangat.   "Kakek, apa tidak masalah berganti dokter?"   "Tidak masalah. Kan ada rekam medis. Tetapi Kakek juga bukan bermaksud mengganti doktermu. Kakek hanya memastikan jenis epilepsimu karena setahu Kakek jenis epilepsi yang kamu idap bukanlah jenis epilepsi simptomatik trauma kepala seperti yang tertulis di data rekam medis. Kakek juga ingin tahu apakah kamu bisa lebih cepat sembuh dari yang diperkirakan oleh Dokter Danny." Reyhans tersenyum.   "Baiklah, apa pun pengaturan Kakek, aku akan ikuti. Tapi kata Dokter Danny ini s
Read more

Episode 153. Perasaan Hana

Mengamati keadaan tempat kecelakaan bus itu terjadi melalui televisi, juga laporan dari tim swasta yang ia tugaskan, Anton bisa menyimpulkan bahwa Green dan juga enam korban lainnya yang masih dalam pencarian pagi ini oleh tim SAR, pastilah tidak mungkin selamat. Jadi, walaupun dia menuruti permintaan Hana untuk membatalkan proses perceraian, Anton sebenarnya tidak perlu khawatir akan masalah bahwa Hana akhirnya hidup bersama dengan Green, pria yang diketahui orang sebagai pria penyakitan dan bodoh. Itu 98% tidak akan terjadi. Masalahnya adalah bagaimana dengan Marcell? Jika Hana membatalkan perceraian, itu berarti Hana akan meminta putus dengan Marcell. Bagaimana jika Marcell dan keluarga Williams sakit hati akibat pemutusan sepihak itu, tentu keadaan akan menjadi gawat. PT. Andalan Winata sama sekali tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Williams Global Corporation. Dalam waktu singkat Keluarga Williams bisa membuat keluarga Winata
Read more

Episode 154. Perasaan Hana 2

"Pa, walaupun Green sudah tiada, aku tidak akan bisa bahagia bersama Marcell. Kebersamaan dengan Marcell hanya mengingatkanku bahwa aku sudah menyakiti hati lelaki yang kucintai dan membuatnya kecewa!" raung Hana dengan air mata berlinang.   Hana menjadi sangat sensitif dan begitu cengeng sejak tadi malam.   "Pa!" hardik Jihan dengan kening semakin mengerut dalam.   Anton kembali mendesah. Dia sungguh putus asa sekarang. "Baiklah. Terserah kamu. Lakukan apa yang kamu inginkan. Tapi Papa minta kamu menyiapkan hatimu jika Green ternyata...."   "Tidak! Green akan selamat! Aku yakin Green akan selamat!" teriak Hana parau walau hatinya sangat ragu.   Setelah papanya menyetujui pembatalan proses perceraian itu, hati Hana sedikit lega.   "Green, lihat! Aku sudah membatalkan perceraian kita. Aku minta kamu tetap terus hidup. Bertahanlah di mana pun kamu berada sampai
Read more

Episode 155. Maaf Marcell

Saat Hana menuruni tangga dan mendapati ayah ibunya dan juga Marcell berada di ruang keluarga, tubuhnya seketika mematung. Hatinya menjadi kesal. Kenapa orang tuanya mengajak Marcell bergabung di ruang keluarga? Bukankah mereka tahu bahwa putri mereka tidak ingin lagi melanjutkan hubungan khusus dengan Marcell? "Hana, kemari sayang!" panggil Jihan. "Nak Marcell membawakan makanan kesukaanmu, nih!" ucap Anton tersenyum menatap putrinya. Marcell juga menatap Hana dengan tersenyum kecil tetapi matanya diisi oleh rasa cemas. Hana berjalan dan duduk di sofa tunggal. "Terima kasih, Marcell. Kamu tidak usah repot-repot harusnya." "Aku ingin melihat keadaanmu langsung. Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Marcell. Dia sungguh tidak tenang karena Hana sama sekali tidak mengangkat teleponnya ataupun membalas pesan chat-nya beberapa hari ini. "Aku....tidak begitu baik. Aku masih menunggu ka
Read more

Episode 156. Saat Hujan Deras

"Marcell?" Tanpa alasan yang jelas Hana merasa khawatir. Marcel masih tenggelam dalam pikirannya sendiri di mana dia ingin membalas kejahatan Veronika. "Marcell!" Hana sekali lagi memanggilnya dengan nada sedikit tinggi. Alhasil pikiran Marcell teralihkan kembali. Dia pun menatap Hana dengan tatapan serius. "Hana, jawab pertanyaanku dengan jujur. Seandainya Green meninggal, atau tidak ditemukan, apa kamu mau memperbaiki hubungan kita?" "Itu...." Pikiran Hana mendadak kosong. "Jawab saja dengan jujur," ucap Marcell masih menatap Hana dengan serius. "Aku yakin Green masih hidup, dia akan kembali!" jawab Hana dengan perasaan canggung. "Hana, yang aku bilang seandainya. Apa jawabanmu?" tuntut Marcell. "Aku.....aku tidak tahu jawabannya," jawab Hana berbohong. Marcell mendengkus. "Kenapa tidak tahu?" "
Read more

Episode 157. Green Merasa Takjub

Sally mendapat telepon dari luar negeri. Siapa lagi kalau bukan dari kakak kandungnya? Dia sudah bisa menebak-nebak apa yang akan kakaknya itu bicarakan. Karena itu sering dan sering terjadi hingga membuat Sally muak!   "Ada apa?" sapa Sally dengan ketus.   "Halo, Sally? Bagaimana kabarmu?" tanya di seberang dengan lembut.   "Sudahlah, Robert! Tidak usah basa-basi. Ada apa?"   Terdengar suara kekehan di seberang. "Kamu sama kakakmu sendiri, ketus sekali!"   "Iya, itu karena kau tidak punya otak. Sudah berapa banyak uang yang kau habiskan untuk berjudi?"   Robert mendecak. "Ck, percuma adikku menikah dengan seorang konglomerat. Masa untuk membantu kakaknya kesusahan tidak mampu?"   "Dasar bajingan! Kesusahan itu kau sendiri yang menciptakan. Kau pergi ke Makau hanya untuk berjudi! Kau tidak memedulikan masa depan keluargamu, istri dan anak
Read more

Episode 158. Keluarga Winata

"Hana, Nenek memintamu datang ke rumah dengan membawa Marcell besertamu," ucap Anton kaku saat mereka bertiga makan malam. "Saat kamu membawanya, semua keluarga Winata akan berkumpul di rumah Nenek." Tangan Hana yang memegang sendok dan garpu terhenti begitu saja. Dia menatap papanya dengan wajahnya yang masih saja kuyu. "Papa kan tahu sendiri, aku dan Marcell sudah putus. Aku tidak mungkin membawanya menemui mereka." "Papa tahu. Tapi..." "Pa, aku tidak bisa! Papa sudah tahu betul apa alasannya. Aku tidak mau menjelaskan lagi." Hana berkeras hati. "Hana, ini sudah hampir satu bulan berlalu sejak musibah itu terjadi," ucap Anton ingin membujuk. "Lalu?" Mata Hana mulai berkaca-kaca. Tetapi perlawanan tetap terlihat di matanya. "Pa, kenapa kamu memancingnya lagi?" Jihan mengerutkan keningnya. "Sudah hampir satu bulan ber
Read more

Episode 159. Suami Sampah?

Suasana segera menjadi hening.   "Hana! Kamu sungguh keterlaluan. Kamu jatuh cinta pada orang yang sudah mati, lalu memutuskan hubungan dengan Marcell begitu saja? Di mana otakmu berada? Bagaimana kamu akan memperbaiki ini semua?" Erina sungguh marah.   "Marcell pasti sudah tersinggung berat. Ini tidak akan mudah diperbaiki, Nek!" ucap Ryan.   Erina mendadak pusing mendengarnya. "Hana, kau harus memperbaiki segala sesuatunya!" titahnya dengan suara keras. Dia sungguh tidak bisa menerima keadaan saat ini. Erina sudah bermimpi bahwa Keluarga Winata akan semakin berjaya dan semua keluarga kaya di negeri ini akan memandang hormat dan kagum pada mereka karena keluarga Winata telah menjalin hubungan kekeluargaan dengan keluarga Williams yang berada di strata paling atas. Tahu-tahu sekarang pupus begitu saja!   Hana mengangkat wajahnya menatap neneknya. "Aku tidak berniat memperbaiki apa pun. Aku hanya mau
Read more

Episode 160. Hari Pengumuman Kelulusan

"Aku tidak bisa membujuk Hana. Aku tidak akan bisa," ucap Anton dengan jujur. "Jadi, apa Mama akan tetap mencabut posisiku?" "Kamu bahkan belum mencobanya! Atau jangan-jangan kamu memang sudah bosan mengemban posisi itu? Kalau memang iya, Mama cabut sekarang juga!" Erina marah. "Bukan itu maksudku! Tetapi aku memang tidak mampu untuk membujuknya lagi." "Aku beri kamu waktu tiga hari, kalau kamu gagal, Mama akan memberikan posisimu pada Gerry. Kamu tahu Mama tidak pernah main-main." Erina tetap saja mengancam. Gerry dan Rudy saling memandang dengan mata berbinar. Mereka jelas memiliki visi dan misi yang sama di dalam perusahaan. Berbeda dengan Anton yang mereka rasa terlalu bermain aman selama ini. Begitu mereka yang menjabat, perombakan besarlah yang akan mereka lakukan! Ibu mereka pasti akan terkagum dan salut jika nanti mereka berhasil melaksanakannya. Mereka berdua sangat menyayangkan keadaan kare
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
25
DMCA.com Protection Status