Semua Bab Suami Tak Sempurna: Bab 131 - Bab 140
241 Bab
Episode 131. Keputusan
Pak Bian membuka matanya dan tidak mendapati Green di ranjang. Dia segera bangkit menuju toilet. "Tuan Green?" Tidak ada sahutan, lantas Pak Bian membuka pintu toilet. Ternyata tidak ada di sana. "Ke mana Tuan Green jam segini?" Pak Bian keluar dari kamar hendak menuju tangga, tetapi saat melewati kamar Nona Hana, dia mendengar suara aneh. "Ini sudah dini hari, dan Tuan Green tidak ada di kamar. Apa jangan-jangan?" "Tidak mungkin." Pak Bian menggeleng mengusir pikiran jeleknya terhadap Nona Hana. Karena penasaran Pak Bian pun menempelkan telinganya di sana. Suara desahan panas terdengar bersahut-sahutan. Matanya terbelalak! Pak Bian segera pergi untuk membangunkan Tuan Anton. Dia merasa tidak ada nyali mengganggu Nona-nya yang pasti sedang berada dalam keadaan yang memalukan. Dia sungguh menghormati Nona-nya. Tetapi d
Baca selengkapnya
Episode 132. Terperangah
"Jadi maksud Papa, Green akan tinggal di mana? Sebentar lagi kami akan ujian nasional, Pa!" tanya Hana dengan ekspresi masih menentang. Anton seketika terkekeh jengkel melihat putrinya. Dia lalu berdiri. "Itu urusannya sendiri. Dia bisa tinggal di kolong jembatan jika dia suka. Papa tidak peduli dengan laki-laki licik seperti dia. Dan kamu juga tidak boleh mengurusi dia lagi. Papa tidak akan mengizinkanmu!" tegas Anton. "Apa maksud Papa berkata seperti itu? Bukankah Papa berjanji akan mengobati Green?" Hana menjadi bingung seketika. "Apa kamu pikir Papa bodoh masih peduli soal janji itu setelah apa yang sudah ia lakukan padamu? Biar saja dia mati karena penyakitnya itu!" ucap Anton tanpa perasaan sedikit pun. Mendengar itu Hana menjadi emosi. "Kenapa Papa kejam sekali? Papa harusnya sudah puas memukuli Green sampai seperti itu, tetapi papa masih saja tidak puas, dan malah mengusirnya, bahkan tidak me
Baca selengkapnya
Episode 133. Keluar Dari Rumah
"Pa, kenapa kamu sampai tega menampar putri kita?" lirih Jihan.   Anton diam sambil menatap tangannya yang sudah menampar Hana. Jika mengingat waktu dia menampar putrinya tadi tangannya jadi sedikit bergetar.   "Walaupun Hana keras kepala, tapi apa perlu Papa sampai menamparnya? Dia putri kita satu-satunya, Pa. Aku melahirkannya dengan susah payah," ucap Jihan dengan suara bergetar.   Anton mendesah pelan. "Maaf.. Papa sungguh emosi akan perkataan Hana yang lantam, Ma. Matanya juga sangat melawan."   Anton menghembuskan napasnya kembali. Rasa kecewa berat sedari tadi terus bergelayut di dadanya.   "Putri kita benar-benar sudah jatuh cinta pada pemuda brengsek itu. Kita sungguh sudah lalai kali ini, Ma!" ucap Anton dengan kesal.   Jihan tidak menyangkal. Faktanya sudah jelas di depan mata, Hana-nya mau ditiduri oleh Green.   *********
Baca selengkapnya
Episode 134. Kenangan Terakhir
"Aku harus memberimu obat. Di mana obat-obatmu?" tanya Sartika. "Sebentar." Green perlahan membuka kopernya dan mengambil sebuah kotak khusus berisi obat-obatnya. Sartika mengambil air hangat. Lalu ia memilih obat yang harus Green minum sesuai isi pesan Hana. "Terima kasih, Sartika. Mulai sekarang, aku akan meminum obatku sendiri." "Kata Hana, tidak boleh. Kamu bisa saja lupa atau bingung meminum obat yang mana." Sartika keberatan. Green menunduk dengan perasaan sedih. "Bahkan untuk meminum obat secara teratur saja, aku tidak memiliki kepercayaan diri. Bagaimana kalau aku keliru memakan obat yang bukan jadwalnya atau malah lupa meminum obat?" lirih Green di dalam hati. Green memperhatikan jenis obat-obatan itu baik-baik. Di tiap botol ada petunjuk pemakaian dan jumlah dosisnya. Asalkan dia teliti, dia tidak akan salah meminum obat sesuai
Baca selengkapnya
Episode 135. Penolakan Green
Hana menyadari sesuatu yang tidak beres saat memeriksa keuangannya. Dia pun segera keluar dari kamar dan menemui ayahnya yang sedang asyik menonton televisi bersama Jihan di ruang keluarga. "Pa, kenapa Papa memotong keuanganku sebesar ini?" tanya Hana dengan kening mengerut bingung begitu sampai di ruangan itu. Anton mendengkus. "Sebelum bertanya, pikirkan dulu apa kesalahanmu." "Memangnya apa yang sudah kulakukan? Aku sudah menuruti semua perintah Papa. Termasuk soal pengajuan perceraian dan tidak berkomunikasi dengan Green lagi." "Kamu memang tidak berkomunikasi lagi dengannya, tapi kamu tetap memelihara kehidupan pemuda brengsek itu. Kau pikir Papa tidak tahu soal itu!" Hana diam. "Pa, kenapa Papa begitu membenci Green? Papa sudah memukulinya, dan juga mengusirnya. Papa juga melarangku untuk menghubunginya. Kenapa masih juga belum puas?" protes Hana masih
Baca selengkapnya
Episode 136. Undangan Marcell
Ada apa? Semua murid langsung menatap Marcell penuh perhatian, begitu pula dengan Hana. Dia tidak tahu, Marcell hendak mengatakan apa?   "Malam ini, jam tujuh malam. Aku akan mengadakan pesta di rumahku. Aku mengundang kalian semua untuk hadir!" ucap Marcell dengan antusias.   Wah! Ini sungguh kejutan yang menggembirakan! Siapa yang tidak ingin memasuki mansion megah itu dan menikmati pesta yang pastinya mewah?   "Ini pesta apa, Marcell?"   "Iya, ini pesta apa?"   Semua penasaran dan bertanya dengan penuh semangat.   "Hanya pesta perpisahan dengan kalian! Belum tentu kita kuliah di satu universitas, kan?" ucap Marcell sambil tersenyum.   "Tentu saja aku akan hadir!"   "Iya aku akan datang!"   "Kamu datang, kan?"   "Aku akan memakai gaun yang cantik! Hihihi!"  
Baca selengkapnya
Episode 137. Menunda Perasaan
Untuk pesta malam ini, Sartika tidak perlu pusing memikirkan pakaian apa yang harus ia kenakan. Dia akan memakai gaun biru selutut yang cantik seharga satu juga yang waktu itu dibelikan Hana padanya di luar kota. Dia lalu berdandan dengan manis. Rambutnya yang selalu dikuncir kuda, kini tergerai rapi menghiasi pundaknya. "Green!" panggil Sartika. "Ada apa?" tanya Green seraya keluar dari kamarnya "Bagaimana? Apa aku tampak....cantik memakai gaun ini?" tanya Sartika malu-malu. Dia sedikit memutar tubuhnya. Green sejenak memperhatikannya, membuat Sartika sedikit salah tingkah. "Iya, itu cocok untukmu. Kamu tampak berbeda," jawab Green kemudian dengan sungguh-sungguh. "Terima kasih," ucap Sartika merona. "Kenapa kamu tidak bersiap-siap, Green? Apa kamu tidak ikut pergi ke pesta? Bukankah kamu punya beberapa baju yang bagus untuk ke pesta?" tanya Sartika. Dia ber
Baca selengkapnya
Episode 138. Tindakan Reyhans
Mereka pun melangkah melalui jalur lain dan menaiki lift menuju ruang keluarga. Terdengar bunyi "ting" lalu pintu lift terbuka. Hana mendapati sepasang suami istri paru baya yang terlihat tampan dan cantik sedang duduk berdampingan di sofa besar. Di sana Hana juga mendapati seorang pria yang sudah berumur tetapi masih terlihat gagah sedang duduk di sebuah sofa tunggal, tak jauh dari sepasang suami istri ini. "Ma, Pa, Kakek! Aku membawa seseorang untuk kuperkenalkan pada kalian. Namanya Hana Winata," ucap Marcell mengenalkan Hana. Hana tersenyum manis. "Halo, Tante, Om dan Kakek." "Halo juga, Hana!" sahut Tuan Albert dengan ramah. Sementara Nyonya Sally juga tersenyum manis pada Hana. Bagi mereka dari segi kecantikan fisik, Hana sudah jelas lulus. Hana pun menyalami mereka satu per satu dengan santun. Tetapi saat Hana menghampiri Tuan Besar Reyhans Williams untuk memberi salam, ma
Baca selengkapnya
Episode 139. Laporan untuk Reyhans 1
"Tuan dan Nyonya Williams benar-benar sangat serasi dan tampak seperti pasangan yang masih muda!" celetuk seorang siswa memuji dengan tulus, membuat yang lainnya tertawa dengan santun. Mereka sungguh menjaga sikap dengan baik. "Bisa saja ya!" Albert terkekeh ramah mendengarnya. "Terima kasih atas pujiannya," ucap Sally dengan senyuman lembut. "Nyonya Williams, bolehkah saya meminta berfoto bersama dengan Nyonya?" ucap seorang siswi dengan mata berbinar-binar penuh harap. Mata Sally sedikit melebar mendengarnya. 'Sungguh berani sekali! Dikasih hati malah meminta jantung,' keluh Sally di dalam hati. "Tentu saja boleh," ucap Sally terpaksa. Pencitraan yang baik sangatlah penting. "Saya juga boleh kan, Nyonya?" "Saya juga, Nyonya!" Semua mulai ikut meminta berfoto bersama Nyonya Williams. "Tunggu dulu
Baca selengkapnya
Episode 140. Laporan untuk Reyhans 2
Jack adalah seorang pria berusia 28 tahun dengan wajah menarik. Ia memiliki perawakan tinggi langsing namun berotot. Otaknya cerdas dan gerakannya sigap. "Katakan apa yang kamu dapatkan," ucap Reyhans dengan nada tenang, walaupun hatinya sangat penasaran akan berita yang sangat penting itu. Saat ini mereka berdua duduk berhadapan di sebuah ruang pribadi. "Tuan, sebenarnya siang tadi saya sudah berhasil menemukan siapa yang telah memberikan kalung itu pada Nona Hana Winata. Dia adalah seorang pemuda. Tetapi saya mengalami kesulitan sewaktu menyelidiki latar belakang pemuda itu. Nama pemuda itu adalah Green Assa." "Green?" Mendengar nama Green, nama yang sama dengan cucunya yang sudah meninggal membuat alis Reyhans berkedut. "Jadi kamu sudah berhasil menemukan latar belakang pemuda itu? Dan juga dari mana dia mendapatkan kalung itu?" tanya Reyhans dengan wajah serius. Jack mengangguk mantap. "Awalnya s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
25
DMCA.com Protection Status