Hana menyadari sesuatu yang tidak beres saat memeriksa keuangannya. Dia pun segera keluar dari kamar dan menemui ayahnya yang sedang asyik menonton televisi bersama Jihan di ruang keluarga.
"Pa, kenapa Papa memotong keuanganku sebesar ini?" tanya Hana dengan kening mengerut bingung begitu sampai di ruangan itu.
Anton mendengkus. "Sebelum bertanya, pikirkan dulu apa kesalahanmu."
"Memangnya apa yang sudah kulakukan? Aku sudah menuruti semua perintah Papa. Termasuk soal pengajuan perceraian dan tidak berkomunikasi dengan Green lagi."
"Kamu memang tidak berkomunikasi lagi dengannya, tapi kamu tetap memelihara kehidupan pemuda brengsek itu. Kau pikir Papa tidak tahu soal itu!"
Hana diam.
"Pa, kenapa Papa begitu membenci Green? Papa sudah memukulinya, dan juga mengusirnya. Papa juga melarangku untuk menghubunginya. Kenapa masih juga belum puas?" protes Hana masih
Ada apa? Semua murid langsung menatap Marcell penuh perhatian, begitu pula dengan Hana. Dia tidak tahu, Marcell hendak mengatakan apa? "Malam ini, jam tujuh malam. Aku akan mengadakan pesta di rumahku. Aku mengundang kalian semua untuk hadir!" ucap Marcell dengan antusias. Wah! Ini sungguh kejutan yang menggembirakan! Siapa yang tidak ingin memasuki mansion megah itu dan menikmati pesta yang pastinya mewah? "Ini pesta apa, Marcell?" "Iya, ini pesta apa?" Semua penasaran dan bertanya dengan penuh semangat. "Hanya pesta perpisahan dengan kalian! Belum tentu kita kuliah di satu universitas, kan?" ucap Marcell sambil tersenyum. "Tentu saja aku akan hadir!" "Iya aku akan datang!" "Kamu datang, kan?" "Aku akan memakai gaun yang cantik! Hihihi!"
Untuk pesta malam ini, Sartika tidak perlu pusing memikirkan pakaian apa yang harus ia kenakan. Dia akan memakai gaun biru selutut yang cantik seharga satu juga yang waktu itu dibelikan Hana padanya di luar kota. Dia lalu berdandan dengan manis. Rambutnya yang selalu dikuncir kuda, kini tergerai rapi menghiasi pundaknya."Green!" panggil Sartika."Ada apa?" tanya Green seraya keluar dari kamarnya"Bagaimana? Apa aku tampak....cantik memakai gaun ini?" tanya Sartika malu-malu. Dia sedikit memutar tubuhnya.Green sejenak memperhatikannya, membuat Sartika sedikit salah tingkah. "Iya, itu cocok untukmu. Kamu tampak berbeda," jawab Green kemudian dengan sungguh-sungguh."Terima kasih," ucap Sartika merona."Kenapa kamu tidak bersiap-siap, Green? Apa kamu tidak ikut pergi ke pesta? Bukankah kamu punya beberapa baju yang bagus untuk ke pesta?" tanya Sartika. Dia ber
Mereka pun melangkah melalui jalur lain dan menaiki lift menuju ruang keluarga. Terdengar bunyi "ting" lalu pintu lift terbuka. Hana mendapati sepasang suami istri paru baya yang terlihat tampan dan cantik sedang duduk berdampingan di sofa besar. Di sana Hana juga mendapati seorang pria yang sudah berumur tetapi masih terlihat gagah sedang duduk di sebuah sofa tunggal, tak jauh dari sepasang suami istri ini."Ma, Pa, Kakek! Aku membawa seseorang untuk kuperkenalkan pada kalian. Namanya Hana Winata," ucap Marcell mengenalkan Hana.Hana tersenyum manis. "Halo, Tante, Om dan Kakek.""Halo juga, Hana!" sahut Tuan Albert dengan ramah. Sementara Nyonya Sally juga tersenyum manis pada Hana. Bagi mereka dari segi kecantikan fisik, Hana sudah jelas lulus.Hana pun menyalami mereka satu per satu dengan santun.Tetapi saat Hana menghampiri Tuan Besar Reyhans Williams untuk memberi salam, ma
"Tuan dan Nyonya Williams benar-benar sangat serasi dan tampak seperti pasangan yang masih muda!" celetuk seorang siswa memuji dengan tulus, membuat yang lainnya tertawa dengan santun. Mereka sungguh menjaga sikap dengan baik."Bisa saja ya!" Albert terkekeh ramah mendengarnya."Terima kasih atas pujiannya," ucap Sally dengan senyuman lembut."Nyonya Williams, bolehkah saya meminta berfoto bersama dengan Nyonya?" ucap seorang siswi dengan mata berbinar-binar penuh harap.Mata Sally sedikit melebar mendengarnya. 'Sungguh berani sekali! Dikasih hati malah meminta jantung,' keluh Sally di dalam hati."Tentu saja boleh," ucap Sally terpaksa. Pencitraan yang baik sangatlah penting."Saya juga boleh kan, Nyonya?""Saya juga, Nyonya!"Semua mulai ikut meminta berfoto bersama Nyonya Williams."Tunggu dulu
Jack adalah seorang pria berusia 28 tahun dengan wajah menarik. Ia memiliki perawakan tinggi langsing namun berotot. Otaknya cerdas dan gerakannya sigap."Katakan apa yang kamu dapatkan," ucap Reyhans dengan nada tenang, walaupun hatinya sangat penasaran akan berita yang sangat penting itu. Saat ini mereka berdua duduk berhadapan di sebuah ruang pribadi."Tuan, sebenarnya siang tadi saya sudah berhasil menemukan siapa yang telah memberikan kalung itu pada Nona Hana Winata. Dia adalah seorang pemuda. Tetapi saya mengalami kesulitan sewaktu menyelidiki latar belakang pemuda itu. Nama pemuda itu adalah Green Assa.""Green?" Mendengar nama Green, nama yang sama dengan cucunya yang sudah meninggal membuat alis Reyhans berkedut. "Jadi kamu sudah berhasil menemukan latar belakang pemuda itu? Dan juga dari mana dia mendapatkan kalung itu?" tanya Reyhans dengan wajah serius.Jack mengangguk mantap. "Awalnya s
"Sejak kapan kamu menjadi lamban seperti ini?" Rasa tidak puas menjalar di hati Reyhans. "Benarkah kamu belum melakukan tes DNA?" tanyanya dengan nada tak percaya. Apa Jack mendadak bodoh sehingga tidak langsung saja melakukan tes DNA? Tidak sulit bagi Jack hanya untuk sekedar mendapatkan sampel DNA Green dan Albert. Dia bahkan sudah menghabiskan waktu 24 jam hanya untuk menyajikan gosip seperti ini yang belum tentu valid! Jack kembali membuka mulutnya. "Sebenarnya saya sudah melakukan tes DNA itu, dan besok, hasil tesnya akan keluar. Tetapi Apa semua data laporan saya yang ada di sini sama sekali tidak bisa meyakinkanmu, Tuan?" Jack malah balik bertanya dengan bibir mengerucut. Dalam hatinya, Tuan Besar Reyhans seharusnya sudah bisa yakin 100% akan fakta itu hanya dengan melihat isi laporannya yang 'begitu sempurna', bahkan tanpa melihat hasil tes DNA sekali pun. Jack memiliki jiwa perfeksionis untuk hasil analisa
Siang itu, Jack mengirimkan hasil tes DNA melalui email pada Reyhans. Dengan sigap Reyhans membuka kiriman email itu. Dia membacanya dengan saksama. Dan seperti yang ia yakini, Green Assa adalah anak kandung Albert. Artinya Green Assa adalah Green Williams, cucu kandungnya sendiri.Reyhans tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Setelah semalaman ia dipenuhi berbagai macam emosi yang membuatnya terkuras lelah, kali ini ia membuncah dengan rasa bahagia.Reyhans mulai mempertimbangkan hal apa yang harus ia lakukan di masa depan. Reyhans bukanlah pribadi yang kalau marah langsung menyerang secara membabi buta. Ia berupaya untuk tenang, menekan segala bentuk emosi sehingga bisa berpikir lebih jernih.Setelah merasa bahwa keputusannya adalah hal yang terbaik, Reyhans pun menghubungi salah satu pengacaranya."Mr. Anderson?" sapa Reyhans, dan langsung disambut dengan hangat oleh si pengacara.
Hampir semua murid memilih menyewa kuda menyusuri jalanan asri daerah wisata Barat. Tiap kuda ada penjaga yang membawanya. Seorang murid hanya tinggal naik ke atas punggung kuda, dan penjaga akan menuntun kuda itu berjalan. Itu terlihat menyenangkan di mata Green. Dia juga ingin menaiki kuda, tetapi Green mengurungkan niatnya. Jika ia kambuh dan jatuh dari kuda akan benar-benar merepotkan.Di saat teman-temannya, termasuk Sartika, bersenang-senang berkeliling dengan kuda, Green memilih duduk di area taman bersama salah satu guru yang memilih beristirahat sebentar. Green memandangi jari manisnya yang belang karena cincin telah dilepas dengan paksa. Ada bekas luka di jari itu karena tarikan yang kasar. Hatinya menjadi terasa dingin dan kosong.•••Hana mendekati Sartika dan mengulurkan sebuah cincin. "Sartika, tolong kembalikan ini pada Green nanti setelah pulang.""Hana, untuk apa kamu
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be