"Sejak kapan kamu menjadi lamban seperti ini?" Rasa tidak puas menjalar di hati Reyhans. "Benarkah kamu belum melakukan tes DNA?" tanyanya dengan nada tak percaya.
Apa Jack mendadak bodoh sehingga tidak langsung saja melakukan tes DNA? Tidak sulit bagi Jack hanya untuk sekedar mendapatkan sampel DNA Green dan Albert. Dia bahkan sudah menghabiskan waktu 24 jam hanya untuk menyajikan gosip seperti ini yang belum tentu valid!
Jack kembali membuka mulutnya. "Sebenarnya saya sudah melakukan tes DNA itu, dan besok, hasil tesnya akan keluar. Tetapi Apa semua data laporan saya yang ada di sini sama sekali tidak bisa meyakinkanmu, Tuan?" Jack malah balik bertanya dengan bibir mengerucut. Dalam hatinya, Tuan Besar Reyhans seharusnya sudah bisa yakin 100% akan fakta itu hanya dengan melihat isi laporannya yang 'begitu sempurna', bahkan tanpa melihat hasil tes DNA sekali pun.
Jack memiliki jiwa perfeksionis untuk hasil analisa
Maaf, bab-nya masih satu. Entar update lagi! ^^
Siang itu, Jack mengirimkan hasil tes DNA melalui email pada Reyhans. Dengan sigap Reyhans membuka kiriman email itu. Dia membacanya dengan saksama. Dan seperti yang ia yakini, Green Assa adalah anak kandung Albert. Artinya Green Assa adalah Green Williams, cucu kandungnya sendiri.Reyhans tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Setelah semalaman ia dipenuhi berbagai macam emosi yang membuatnya terkuras lelah, kali ini ia membuncah dengan rasa bahagia.Reyhans mulai mempertimbangkan hal apa yang harus ia lakukan di masa depan. Reyhans bukanlah pribadi yang kalau marah langsung menyerang secara membabi buta. Ia berupaya untuk tenang, menekan segala bentuk emosi sehingga bisa berpikir lebih jernih.Setelah merasa bahwa keputusannya adalah hal yang terbaik, Reyhans pun menghubungi salah satu pengacaranya."Mr. Anderson?" sapa Reyhans, dan langsung disambut dengan hangat oleh si pengacara.
Hampir semua murid memilih menyewa kuda menyusuri jalanan asri daerah wisata Barat. Tiap kuda ada penjaga yang membawanya. Seorang murid hanya tinggal naik ke atas punggung kuda, dan penjaga akan menuntun kuda itu berjalan. Itu terlihat menyenangkan di mata Green. Dia juga ingin menaiki kuda, tetapi Green mengurungkan niatnya. Jika ia kambuh dan jatuh dari kuda akan benar-benar merepotkan.Di saat teman-temannya, termasuk Sartika, bersenang-senang berkeliling dengan kuda, Green memilih duduk di area taman bersama salah satu guru yang memilih beristirahat sebentar. Green memandangi jari manisnya yang belang karena cincin telah dilepas dengan paksa. Ada bekas luka di jari itu karena tarikan yang kasar. Hatinya menjadi terasa dingin dan kosong.•••Hana mendekati Sartika dan mengulurkan sebuah cincin. "Sartika, tolong kembalikan ini pada Green nanti setelah pulang.""Hana, untuk apa kamu
"Di mana, Hana?" teriak seseorang dengan suara panik. Semua orang menoleh padanya!"Green! Hana ada di dalam bus!" teriak Sartika dengan isakan keras."Apa?" Dengan wajah pucat dan mata nanar penuh kecemasan, Green melangkah tertatih ke arah bus tanpa keraguan. Dia berupaya keras berjalan dengan cepat."Green! Apa yang kau lakukan!" Wali kelas itu segera menghampiri Green dan menahannya. "Bus itu akan jatuh!""Lepaskan aku!" teriak Green dan mendorong guru itu cukup kuat sehingga pegangan guru itu terlepas. Green segera naik ke dalam bus dan membuat semua orang yang melihatnya terperangah."Apa yang dia lakukan..?" gumam Marcell dengan tatapan tak percaya. Ia tersadar saat Green telah masuk ke dalam. Perasaan Marcell merasa ngeri melihat itu. Dia tertegun, Begitu pula yang lainnya.Sementara itu, begitu Green masuk ke dalam bus, tubuhnya langsung meluncur ke
Mata Anton tampak memerah melihat keadaan putrinya yang saat ini tengah berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tadi Hana sempat tersadar dari pingsan, tetapi mulutnya selalu menyebut nama Green dengan air mata bercucuran. Hana terus terisak sepanjang malam sehingga mau tidak mau dokter menyuntiknya dengan obat dalam dosis kecil agar ia bisa beristirahat. "Pa, cari Green, Pa..! Cari Green.. Dia jatuh ke jurang karena aku! Cari dia, Pa..." lirih Hana dengan isak tangis yang memilukan. Tak ada henti-hentinya Hana mengatakan itu hingga suaranya menjadi serak dan habis. Mengingat kejadian itu, Anton menghela napas berat. "Pa, Hana pasti akan sangat terpukul jika Green ternyata tidak selamat. Kamu harus mencari Green sampai ketemu," ucap Jihan dengan kening mengerut dan mata berkaca-kaca. Walaupun ada Tim SAR yang bertugas melakukan evakuasi korban, tetap saja bagi Jihan itu kurang. "Iya, aku sudah menyuruh tim swasta u
Seorang perawat ada di sana saat mereka memasuki ruang rawat khusus. Perawat itu pun diperintahkan keluar oleh Jack. Reyhans lalu mengambil tempat duduk di sisi Green yang sedang berbaring tidur nyenyak. "Kamu boleh keluar, Jack. Beristirahatlah," ucap Reyhans dengan suara tenang. "Baik, Tuan. Saya permisi," pamit Jack. Ia sekilas menatap Tuan Muda Green, lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Jack mengingat kejadian tadi saat bus besar itu terjun ke arus deras sungai yang cukup dalam. Untung saja dia bergerak cepat dan segera melompat untuk menolong tuan muda, kalau tidak, tuan muda bisa mati tenggelam di dalam bus atau bisa saja terbawa arus. Hati bos besarnya pasti akan hancur berkeping-keping. Sepeninggalnya Jack, Reyhans terus memandangi wajah Green yang tenang. Wajah itu tampan persis seperti ketika ia masih muda. Reyhans sungguh tidak sabar ingin berbicara pada cucunya itu.  
Pria itu sudah tua tetapi masih tampak gagah. Tubuhnya tinggi dan masih tegak saat berjalan. Penampilannya benar-benar elegan. Green tertegun sejenak melihatnya, apalagi menatap tatapan matanya yang hangat namun berwibawa."Selamat pagi juga, T - tuan." Green membalas sapaan itu dengan sedikit gugup sambil menatap Reyhans dengan mata hazel-nya.Reyhans sungguh terpesona menatap mata itu. Akhirnya dia bisa melihat bola mata indah itu kembali. Bola mata Seville-nya."Seville..., Green kita ternyata masih hidup! Wajahnya mirip denganku, tetapi matanya mirip denganmu. Sungguh perpaduan yang sempurna, bukan?" seru Reyhans di dalam hati."Green, biarkan dokter memeriksamu terlebih dahulu sebelum kamu sarapan." Reyhans berucap ringan, berupaya menetralkan perasaannya yang berkecamuk bahagia!Di belakang pria tua berwibawa itu ada seorang dokter yang tersenyum ramah pada Green.&n
"Kalau bukan karena tidak sengaja melihat kalung yang dipakai oleh istrimu tiga hari yang lalu, kakek mungkin tidak akan pernah tahu bahwa kamu masih hidup, Green. Enam belas tahun! Enam belas tahun kakek ditipu dengan keji oleh papamu! Dan selama enam belas tahun pula kakek selalu berduka setiap mengingat kamu yang masih kecil sudah tiada!" isak Reyhans dengan air mata yang sudah mengalir. Isak tangis itu begitu memilukan hingga membuat mata Green memerah. Melihat betapa terlukanya hati kakeknya, Green tersentuh dan hatinya melunak. "Kakek.. Jangan bersedih lagi," ucapnya dengan suara yang masih serak. Green yang sudah lama mengecap penderitaan, memang lebih mudah bersimpati saat seseorang bersedih, apalagi seseorang itu adalah kakeknya sendiri dan bersedih karena dirinya pula. Reyhans mengangkat wajahnya kembali dan menatap Green dengan haru. Sedari tadi Green memanggilnya dengan sebutan tu
"Biar aku yang membukanya," ucap Jihan.Saat pintu terbuka, sosok Marcell-lah yang muncul. Dia masih mengenakan baju pasien."Nak Marcell? Ayo masuk!" ucap Jihan mengundang."Terima kasih, Tante," sahut Marcell dengan rasa tidak nyaman.Dia yakin Anton dan Jihan pasti sudah tahu urutan peristiwa yang terjadi saat kecelakaan bus itu, bahwa dia sempat menyelamatkan Veronika tetapi malah tidak sempat menyelamatkan Hana. Namun walaupun merasa demikian, dia tetap memberanikan diri untuk melihat keadaan Hana. Hana adalah pacarnya sekarang."Pagi, Om," sapanya ketika matanya menatap Anton. Hana menatap Marcell sekilas lalu kembali menundukkan wajahnya."Lho, Marcell?" sahut Anton tetap ramah."Saya mau melihat Hana, Om.""Duduklah di sini." Anton mempersilakannya duduk di dekat Hana."Terima kasih, Om,"
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be