Home / Horor / Bapakku Dukun / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Bapakku Dukun: Chapter 21 - Chapter 30

68 Chapters

Gelagat aneh Pakde

Part 21 Abi yang mendengar suara Harun langsung turun dari musola."Ono opo, Kang?" tanya Abi tidak kalah panik."Wes, to, ayo. Aku jaluk tulung, Bi!" "Sudahlah ayo. Aku minta tolong, Bi!" Abi pun segera bergegas ke rumah Harun. Mila dan Dyah membuntuti Abi dan Harun dari belakang. Dyah mengunci pintu lalu menyusul ke rumah Sulis.Ah ... sakit ....Suara teriakan Tina terdengar sampai ke jalan."Astagfirullahaladzim!" Seru Dyah. Sementara pandangan Mila terfokus pada sosok wanita yang berdiri di seberang jalan, tepatnya di bawah pohon bambu depan rumah Sulis.Ssulis menangis memangangi Tina yang mengamuk. Matanya melotot. Abi tahu, itu bukanlah Tina. Ha ha ha. Aku akan membawa anak ini! Teriak sosok yang merasuki tubuh Tina. Abi menyuruh Mila agar menjauh, Mila berdiri di ambang pintu kamar. Sulis dan Dyah memegangi tangan Tina, sementara Harun menekan lututnya agar
Read more

Aku dan makhluk tak kasat mata

Part 22 Apa maksud Pakde? Enak apanya? Bapakku biasa saja, hidup kami sederhana, malah menurutku enakan hidup orang lain yang bisa tidur nyenyak tiap hari daripada kami. Bekerja dan menikmati harinya, sementara Bapak? Mereka tidak tahu kalau Bapakku tak tidur sepanjang waktu. Jarang sekali aku melihat Bapak memejamkan matanya. Kadang Bapak tertidur saat menonton TV bersama. Rasanya aku kasian pada Bapak. Aku ingin melihat beliau bersantai walau sebentar saja. Bebanya sangat berat, aku tahu itu. Sangat jauh berbeda ketika masih ada Abah. Gerundel hati Mila begitu panjang. "Kami pulang dulu Mbak,  Mas Har aku pulang dulu," pamit Abi.  "Wes, ndang turu yo, Nduk!" "Sudah, istirahat ya, Nduk!" ucap Dyah sebelum pulang, dielusnya kening Tina. Mila berjalan di antara Abi dan Dyah. Memegangi tangan mereka. Sampai di rumah ternyata sudah ada tamu yang menunggu. Mereka duduk di teras. "Assalamualaikum Mas Abi, ya
Read more

Sikep

Part 23Sosok itu berdiri tidak jauh dari tempat tidur Mila. Mila merembet, bergeser pelan, sampai akhirnya ia berada di ujung dipan. Turun perlahan dengan mata terus memerhatika sosok itu. Dia hanya terdiam, Mila berjalan pelan, kini tangan Mila sudah memegang gagang pintu kamar. Klik!Mila membuka pintu dan lari ke luar, pintu depan terbuka. Dyah terlihat memukuli batang pohon kelapa dengan balok kayu berkali-kali persis seperti orang gila. Ada apa? Sementara Abi berlari ke samping rumah mengejar sesuatu. "Mati kau! Mati kau!" Berulang kali Dyah mengucapkanya. Setelah puas memukuli pohon kelapa, Dyah membuang balok kayu ke tanah dengan kesal. Saat menoleh, Dyah melihat Mila. Mila menatap ibunya dengan heran. "Ada apa Bu?" tanya Mila. Rupanya tadi ada penampakan kucing hitam. Dyah dan Abi berlari menangkapnya, tapi kucing itu melompat ke pohon kelapa depan rumah dan menghilang. Konon katanya, walau sudah
Read more

Bukan Bapakku

Part 24Tangis Mila terhenti. Tangan itu terus mengelus punggungnya  Bukanya takut, semakin lama justru Mila merasa semakin nyaman. Parfum itu ... Abah!Saat Mila menoleh, sosok itu sudah duduk dipinggir ranjangnya. Tetap sama seperti dahulu, gagah dan berwibawa. Memakai jubah dan sorban yang sama. Mila menjatuhkan diri dipelukan Abah. Kakek angkatnya, kakek yang sangat ia sayangi, seakan beliau tahu apa yang sedang Mila rasakan. "Mil ...." Dyah memangggil Mila. Akan tetapi, Mila masih enggan melepaskan pelukannya dari Abah. Abah memegang pundak Mila,  mengusap air matanya, dan menunjuk ke arah dada.  Mila mengerti, sekarang ia tahu maksudnya, Allah akan selalu akan menjaga Mila, dalam doa dan bukan karena kalung itu. Abah ....Sssttt. Beliau meletakkan ibu jarinya di bibir, kemudian mengacungkan jempol kepada Mila.Mila paham, ia memeluk Abah sakali lagi sebelum ke kamar ibunya."Mila ... sini,
Read more

Musuh dalam selimut

Part 25"Mila, sini Nak!" Mila maju perlahan memeluk Ibunya, sementara mata Mila fokus memerhatikan gerak-gerik Pakdenya. Entah kenapa Mila merasa ada yang berbeda dari gelagat pakdenya.🌿🌿🌿Malam hari, pukul delapan Mila diantar Abi ke rumah Harun."Mila tidur di rumah Pakde saja, ya!" kata Abi. Mila mellihat raut wajah bapaknya yang ketakutan. "Rumah ini sudah tidak aman, Nak. Nanti kalau semua sudah kembali seperti semula, Mila baru tidur di rumah lagi. Kalau di rumah Pakde, Mila bisa tidur dengan Mbak Tina," terang Abi. Mila menoleh kepada Ibunya. Buka kah masih ada Ibunya, Mila setiap hari tidur di kamar ibunya. Kenapa harus ngungsi ke rumah Pakde segala? Seakan Dyah tahu arti tatapan  mata Mila, Dyah mengelus rambut putrinya."Mila nurut, ya," kata Dyah. "Cuma sementara saja." Mila seperti diasingkan. Ini sebenarnya kenapa? "Ayo!" kata Abi  sambil mengulurkan tangannya. Mila mengalah, ia tid
Read more

Dipaksa jadi orang gila

Part 26Ibu harus tahu kalau Bude jahat juga seperti Bu Nuning! 🌿🌿🌿Mila berangkat sekolah seperti biasa. Keadaan keluarga yang sedikit rumit membuat Mila tumbuh menjadi anak yang pendiam. Mila lebih suka sendiri dengan pikirannya sendiri.  Mila mengambil kertas dan mulai membuat goresan-goresan gambar untuk memfisualisasikan perasaannya.Ggrrr. Suara apa itu? Mila menoleh ke kiri dan kanan. Di dalam kelas hanya ada dia sendirian, sementara teman-temannya lebih memilih bermain di luar kelas. Mila melihat teman-temannya bermain gerobak sodor, senyum kecil memgembang di bibirnya. Jauh di lubuk hati Mila, ia juga ingin hidup normal seperti yang lainnya.Mila .... Terdengar suara serak dan berat. Apa? Apa maunya muncul di siang bolong seperti ini? Mila menoleh ke bangku belakang yang bergerak sendiri. Kenapa dia diikuti? "Siapa? Siapa kamu? Ngapain mengikuti aku terus? Pergi!" perintah Mila.R
Read more

Siluman Buaya Putih

Part 27Seekor buaya putih dengan ukuran super besar membuat nyali Mila menciut. Mila menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Segera Mila berlari kembali ke kamar memeluk Dyah. Haruskah Mila bilang kepada ibunya, sementara Dyah memejamkan matanya berusaha menetralisir rasa sakit di tenggorokannya. Air mata Mila banjir,  ia usap berkali-kali membayangkan apa yang sedang di hadapi bapaknya di belakang sana. Jantung Mila berdetak kencang. Tak terasa ia pun terisak. Apa aku ini anak pembawa sial. Andai aku mati mungkin orang tuaku tidak harus mengalami semua ini. Tiba-tiba pikiran kotor merasuki pikiran Mila. Entah itu pikiran dari mana, yang pasti Mila ingin enyah dari dunia saja. Tak, tahan melihat ibu dan bapaknya seperti itu terus menerus. Kalau aku mati, bisa jadi semua penderitaan ini akan berakhir. Pikir Mila.Dyah mulai curiga, ia berusaha memalingkan wajah Mila, tapi Mila semakin nyungsep di ketiak ibunya."Mila, kenapa?
Read more

Ngrogo Sukmo

Part 28"Lihat, kamu masih mau bertahan dengan Abi?" kata Sulis. Hati Mila sedih Budenya berkata seperti itu. Bapak ... aku tahu pengorbanmu Pak! "Kamu nggak lagi bersekongkol dengan Nuning, kan Yu?" tanya Dyah dengan memandang lekat wajah Sulis."Mak-mak-sudmu?" tanya Bude tergagap dan wajahnya begitu gelisah. "Maaf, Yu. Aku terlalu stres dan banyak pikiran. Aku merasa semua orang jahat pada keluargaku," kata Dyah mengalihkan pembicaraan. Belum waktunya Dyah membongkar kebusukkan Sulis . Kondisi Abi belum setabil Kakak kandung yang tega berbuat jahat kepada adiknya sendiri. Apa yang lebih busuk dari ini. "Sabar ... ini cuma ujian hidup," kata Sulis sambil mengelus punggung Dyah. Sementara itu, matanya menyiratkan rasa benci. Mila kembali membaca majalahnya ketika Sulis mengarahkan pandangannya padanya.Mila meirik bapaknya.  Mila tahu beliau tidak bermaksud  begitu. Ya, Allah. Byur! Byur
Read more

Mengikhlaskan sekali lagi

Part 29Sampai di rumah Abi kembali ke raganya, saat ia berbalik, ia di kejutkan dengan ceceran darah yang begitu banyak."Astagfirullah, darah apa ini!" Abi memeriksanya, darah beneran. Bukan gangguan demit. Bercak darah itu menuju ke kamar.Milaa!Dyah!Abi berlari ke kamar. Mila sudah menangis kejer melihat Dyah pendarahan hebat. Usia kandungan Dyah memasuki bulan ke delapan. Daster Dyah sudah penuh dengan darah. Dyah tidak berani memegang perutnya, siapa tahu bayinya masih bisa di selamatkan. Tidak ada siapapun yang bisa di mintai tolong. Mungkin dulu Sulis dan Harun masih bisa mereka andalkan. Tapi, sekarang? Tak ada siapapun, hari juga sudah malam. "Astagfirullahaladzim, Dik! Kenapa bisa begini?" "Perutku tiba-tiba sakit, dan ... semua terjadi begitu cepat Mas." "Baik, kamu tenang ya, tenang!" "Mila, Mila harus bisa jaga Ibu ya, Nak!" "Bapak mau kemana?" 
Read more

Mustika Buaya Putih

Part 30"Ni, Tin. Makan bareng!" kata Dyah, Tina sudah membuka mulutnya. "Jangan!" Sulis menampik tangan Dyah. Bubur itu pun jatuh berceceran di lantai puskesmas."Kenapa, Yu?" Mereka saling bersitatap. Sementara pasien lain memandang ke arah mereka berdua. Abi dan Harun entah kemana, mungkin mereka berdua ngopi ke warung depan puskesmas. "Maaf! Bubur yang saya pegang terlepas, tangan masih lemas," kata Dyah sambil tersenyum kepada pasien lainya. "Maaf nggih!" tambah Sulis yang kemudian membersihkan ceceran bubur tersebut. Tina memandang ibunya. Mila mengenggam erat tangan Tina. Apapun yang terjadi, dia tetap kakaknya. Dyah mengusap pipi dan mencium kening Tina. Dari tadi Mila dan Tina menyimak obrolan Ibu mereka sambil sesekali bercanda.Tina awalnya tidak tahu perihal perseteruan buleknya dan Nuning. Akan tetapi, dahulu ketika Abah masih ada, Tina selalu ikut wisata religi bersama Mila. Ke makam sunan Bonang, sunan Ampel,
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status