Beranda / Horor / Bapakku Dukun / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Bapakku Dukun: Bab 31 - Bab 40

68 Bab

Siapa pengganggu sebenarnya

Part 31Mata Abi terbelalak. Bagaimana wanita ini bisa tahu? Ratih tersenyum senang melihat reaksi kaget Abi. Sepertinya dia sudah berhasil membuat Abi tak berkutik. Sekali lagi Ratih mendekati Abi, kali ini dia semakin berani berada hanya beberapa inci dari  Abi."Mustika itu ... hanya aku yang tahu di mana. Nur tidak mungkin dengan ceroboh menaruhnya di kamar belakang," kata Ratih. Kamar belakang adalah tempat Nur menyimpan benda-benda pusakanya. "Aku akan memberikan mustika itu padamu dengan satu syarat!" kata Ratih. Ia membisikan sesuatu ke telingga Abi. Di saat bersamaan gadis yang tadi selesai dibersihkan ke luar dari kamar mandi.Brakk!" Gadis itu sempat melihat kedekatan Abi dan Ratih, ia langsung menundukan kepalanya."Maaf, permisi," katanya saat melewati Abi dan Ratih."Ku tunggu jawabanmu!" kata Ratih kemudian dia meninggalkan Abi. Abi hanya melirik sekilas lalu berjelan kedepan."Bagai
Baca selengkapnya

Tawaran Ratih

Part 32 Betapa kagetnya Agus saat wanita itu menoleh kepadanya "Ka-kamu," Agus tergagap.Nuning. Ia tertawa terbahak-bahak di depan Agus. Tangan kanannya mencekik leher Agus. Cekikannya teramat sangat kencang, kekuatan pria gempal seperti Agus seakan tak ada apa-apanya. Nuning terus saja tertawa sampai akhirnya mereka saling bersitatap. "Ya, aku di balik semuanya!" ucapnya. "Silakan ucapkan selamat tinggal. Ini adalah akibat karena kamu sudah berani bermain-main denganku. Kamu sudah mengundangku!" Nuning mendekatkan wajahnya kepada Agus.Agus tak mampu menjawab perkataan Nuning. Ia sudah hampir kehabisan napas. Setelah wajah merepa hampir menempel satu sama lain. Belatung, kelabang, cacing keluar dari mata hidung dan mulut Nuning. Sangat menyeramkan. Tiba-tiba Nuning melepaskan cekikannya dan membiarkan Agus kabur lari tunggang langgang di antara pepohonan yang penuh kabut. Ranting berbunyi kerena terinjak kaki Agus. Kemudian suas
Baca selengkapnya

Bakar saja Bakar

Part 33 "Sudah ku duga kamu tak akan bisa menolakku!" Ratih menarik tangan Abi dan mengunci pintu. Kemudian ia mendorong Abi hingga terjatuh ke atas ranjang.Kemudian .... Abi menutup mata Ratih dengan talapak tangannya saat Ratih bersiap untuk mencumbu Abi. Namun,  begitu Abi membuka telapak tangannya. Ratih sudah menjadi boneka, cukup mudah untuk menghadapi wanita itu. "Di mana kamu menyimpan mustika itu!" tanya Abi. Ratih lalu menunjuk ke arah almari. Abi bangun dan ingin mengambilnya, tetapi  almari itu terkunci."Di mana kunci almari ini?" Ratih mengeluarkanya dari dalam ikatan rambutnya. Kemudian ia memberikanya kepada Abi. Abi lalu menasukanya ke lubang kunci. Klik.Almari terbuka. Abi tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sorban milik abah, tasbih, dan semua benda berharga Abi yang pernah diminta oleh Pak Nur ada di situ. Abi segera membungkus semuanya seperti seora
Baca selengkapnya

Malam satu suro

Part 34 Lantas seorang tetangga yang tak lain adalah Pak Rifai berlari, kemudian kembali dengan membawa jirigen. Buat apa? Mila berlari membelah kerumunan dengan perasaan diaduk-aduk. Air matanya sudah tumpah padahal Mila belum tahu apa yang terjadi.  Seorang wanita paruh baya menangis dan menuduh orang tuanya yang tidak-tidak. "Kalian berdua sudah membunuh anakku!""Budi mati secara tak wajar setelah bertamu ke sini! Kalian apakan anakku!"Teriak wanita itu sambil menangis. Betul ... betul ... Teriak yang lain membenarkan."Sudah saya bilang, saya tidak melakukan apa-apa!" bantah Abi."Maling mana mungkin mau ngaku!" Byurrr!Mintak tanah itu sudah di siramkan ke tubuh Dyah dan Abi di teras rumah. Mereka sudah menuduh Abi telah membunuh Budi. Mila berlari dan memeluk kedua orang tuanya yang sudah basah dengan minyak tanah. Kalau mereka mati, Mila juga ikut
Baca selengkapnya

Selamat tinggal Anakku

Part 35"Ampun Mbah! Apa yang harus saya berikan?""Darah perawan!" ucap makhluk itu dengan suara serak. Lendir berwarna merah menetes dari sela-sela giginya yang bertaring. Darah perawan? Mungkinkah Tina bisa ditumbalkan? "Ampun Mbah, bisakah saya cari dulu tumbalnya?" tanya Harun.Ha! Ha! Ha! Kamu mau meledekku, jadi aku harus menunggu setelah apa yang kulakukan buatmu. heh!Mbah Tandur tertawa lebar. Suaranya menggelegar dan wujudnya berubah sangat menyeramkan. Badanya meninggi hingga menyentuh plafon, mulutnya maju hampir menyerupai anj*ng.  Kukunya panjang, dan tubuhnya di penuhi bulu. "Bawakan tumbalku segera!" katanya sambil mencengkeram leher Harun."Ba-ba-baik Mbah!" jawab Harun ketakutan. Nyalinya menciut, ia tak menyangkan kalau sosok Mbah Tandur yang sebenarnya sangat mengerikan. Harun menuju kamar Tina."Mau apa, Mas?" tanya Sulis yang memang menunggu Harun melakukan ritual satu surony
Baca selengkapnya

Rencana

Part 36"Itu suara anakku!" kata Sulis tiba-tiba."Itu Tina ku. Pasti dia kesepian di sana, sendirian, katakutan. Tina pasti mencariku, menyalahku kenapa tidak bersamaanya. Aku akan menjemput Tina." Emosi  Sulis tak terkendali, ia mau menyusul Tina ke kuburan. Namun, Harun berhasil menghentikannya. Sulis berteriak-teriak memanggil nama Tina. "Mas, buatkan omben-omben!" Pinta Dyah. Abi terdiam sesaat dan melirik Harun. "Mas!" Tanpa perlu di komando lagi, Abi langsung pulang mengambil air wudu dan berdoa. Kemudian kembali dengan membawa air. "Minum dulu, Yu," kata Dyah. Tina ... Tina anakku ... maafin ibu, Nak ... Tina ...Sulis menangis berguling-guling di kamar Tina. Nina ikut menangis juga melihat keadaan Mbak Yu nya seperti itu. "Sabar Yu ... sabar!" "Dia!" Sulis menunjuk suaminya."Dia yang membunuh Tina ku. Dia menjadikan anakku tumbal, dialah or
Baca selengkapnya

Pelet

Part 37Sudah cukup bagiku diam selama ini. Sekarang waktunya untuk membongkar semuanya!Dimas harus tahu. Walau aku harus Mati. Aku tak perduli. Ujar Mila sembari menutup kertas surat dari Dimas.🔥🔥🔥Ayu dan Dimas diam di rumah setelah lulus dari pondok pesantren. Mereka hanya mengelola warisan orang tuanya. Warisan harta panas. Toko dan sawah, hampir seluruh sawah di desa adalah milik keluarga Dimas. Setiap selesai salat asar Ayu mengajar ngaji anak-anak desa. Sementara Dimas mengajar ngaji selepas magrib.  Anak-anak yang saleh saleha, sayang orang tuanya terjebak dalam lubang hitam. Mila mulai membuat rencana, bagaimana membuat Dimas semakin tertarik kepadanya. Mila mengabaikan  Dimas agar dia makin penasaran terhadapnya. Cuek dan tidak perduli adalah jurus yang Mila pakai. Lihat saja, Kak Dimas,  kamu tidak akan bisa lepas. Dimas. Pemuda tampan, saleh, dan kaya. Siapa yang tidak men
Baca selengkapnya

Menggorek Masa Lalu

Part 38"Mil, bagaimana?" desak Dimas. "Aku mau berta'aruf dengan Kak Dimas. Tapi ... ada sesuatu yang harus Kakak ketahui sebelumnya tentang orang tua kakak. Hal, inilah yang membuatku berat untuk menerima Kakak.""Apa itu, Mil? Katakan saja!" "Yakin Kakak mau tahu? Bagaimana kalau setelah tahu, Kakak jadi membenciku?"  Mila menatap tajam mata Dimas. "Itu tidak mungkin! Katakan saja!"  Mila melihat Dimas begitu penasaran menanti jawabannya.  "Aku mau berta'aruf dengan Kak Dimas kalau saja keluarga Kak Dimas bukan penyembah iblis!" jawab Mila terang-terangan."Kamu jangan bicara sembarangan! Apa maksudmu?" "Kekayaan keluarga Kak Dimas itu dari uang panas Kak. Hasil dari pesugihan!"  "Kalau kamu tidak mau berta'aruf denganku itu tak masalah, Mil. Tapi, aku tidak terima kalau kamu menuduh orang tuaku berbuat seperti itu! Kalau memang hal itu benar, untuk apa mereka memasukan ak
Baca selengkapnya

Maafkan aku Pak

Part 39"Ayo, donk, Bu!" desak Ayu yang sudah siap mendengarkan cerita ibunya dengan cemilan wafer di tangan. Nuning tersenyum kecut. Tak pernah terbayangkan di benaknya ia akan berada di posisi seperti sekarang ini. Rumah bak istana itu di dapatkan dengan cara instan, walau tak mudah memang. Dulu Nuning hanya memikirkan egonya saja, membeli semua barang mewah untuk bisa di pamerkan kepada tetangga. Membeli sawah setiap dua bulan.sekali, atau kalau ada yang menjual, Nuning pasti maju dan membeli dengan harga di atas rata-rata. Lampu gantung kristal menghiasi ruang tamunya. Guci-guci mahal berjejer menjadi aksesoris rumahnya. Lantai dari batu marmer yang tak kira-kira harganya. Semua tampak wah. "Bu!" Nuning terhentak kaget. Ia tampak gugup harus memulai cerita dari mana. Dimas sedikit kecewa melihat eksspresi wanita yang paling di kaguminya. Kenapa ia tampak ketakutan menjawab pertanyaanya. Bukankah itu bukan pertanyaan yang sulit?
Baca selengkapnya

Ruang Rahasia

Part 40Bapak ... maafkan anakmu yang sudah berani mengambil tindakan seperti ini. Padahal Bapak selalu berpesan padaku untuk menjauhi keluarga Bu Ning dan Pak Jamil. Namun, apa yang sudah aku lakukan? Aku justru mendekati anaknya dan mempengaruhinya. Bahkan aku berani mengatakan rahasia keluarganya.Bapak ... maafin anakmu Pak."Assalamualaikum." Mila.mengucap salam. Di rumah sedang ada tamu. Sepasang sorot mata langsung menyambutnya. Mila menyimpan mukenanha dan membantu Dyah membuat kopi untuk disuguhkan."Biar Mila saja yang bawa ke dapan, Bu." ucap Mila. Tiga gelas kopi dan satu teh untuk seorang wanita paruh baya. Mila membawa dengan satu nampan besar. Ia letakan satu persatu di meja. "Putrinya ya, Pak ustad,"  kata sesebapak ketika melihat Mila menyuguhkan kopi.  Sepertinya ia baru saja ke rumah. Abi memang di panggil ustad oleh para pasienya. Hanya tetangga saja yang memanggil Abi dengan sebutan 'Mbah Dukun.'Aura Aba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status