Part 22
Apa maksud Pakde? Enak apanya? Bapakku biasa saja, hidup kami sederhana, malah menurutku enakan hidup orang lain yang bisa tidur nyenyak tiap hari daripada kami. Bekerja dan menikmati harinya, sementara Bapak? Mereka tidak tahu kalau Bapakku tak tidur sepanjang waktu. Jarang sekali aku melihat Bapak memejamkan matanya. Kadang Bapak tertidur saat menonton TV bersama. Rasanya aku kasian pada Bapak. Aku ingin melihat beliau bersantai walau sebentar saja. Bebanya sangat berat, aku tahu itu. Sangat jauh berbeda ketika masih ada Abah. Gerundel hati Mila begitu panjang.
"Kami pulang dulu Mbak, Mas Har aku pulang dulu," pamit Abi.
"Wes, ndang turu yo, Nduk!"
"Sudah, istirahat ya, Nduk!" ucap Dyah sebelum pulang, dielusnya kening Tina.Mila berjalan di antara Abi dan Dyah. Memegangi tangan mereka. Sampai di rumah ternyata sudah ada tamu yang menunggu. Mereka duduk di teras.
"Assalamualaikum Mas Abi, ya
Part 23Sosok itu berdiri tidak jauh dari tempat tidur Mila. Mila merembet, bergeser pelan, sampai akhirnya ia berada di ujung dipan. Turun perlahan dengan mata terus memerhatika sosok itu. Dia hanya terdiam, Mila berjalan pelan, kini tangan Mila sudah memegang gagang pintu kamar.Klik!Mila membuka pintu dan lari ke luar, pintu depan terbuka. Dyah terlihat memukuli batang pohon kelapa dengan balok kayu berkali-kali persis seperti orang gila.Ada apa?Sementara Abi berlari ke samping rumah mengejar sesuatu."Mati kau! Mati kau!" Berulang kali Dyah mengucapkanya. Setelah puas memukuli pohon kelapa, Dyah membuang balok kayu ke tanah dengan kesal. Saat menoleh, Dyah melihat Mila. Mila menatap ibunya dengan heran."Ada apa Bu?" tanya Mila. Rupanya tadi ada penampakan kucing hitam. Dyah dan Abi berlari menangkapnya, tapi kucing itu melompat ke pohon kelapa depan rumah dan menghilang. Konon katanya, walau sudah
Part 24Tangis Mila terhenti. Tangan itu terus mengelus punggungnya Bukanya takut, semakin lama justru Mila merasa semakin nyaman. Parfum itu ... Abah!Saat Mila menoleh, sosok itu sudah duduk dipinggir ranjangnya. Tetap sama seperti dahulu, gagah dan berwibawa. Memakai jubah dan sorban yang sama. Mila menjatuhkan diri dipelukan Abah. Kakek angkatnya, kakek yang sangat ia sayangi, seakan beliau tahu apa yang sedang Mila rasakan."Mil ...." Dyah memangggil Mila. Akan tetapi, Mila masih enggan melepaskan pelukannya dari Abah. Abah memegang pundak Mila, mengusap air matanya, dan menunjuk ke arah dada. Mila mengerti, sekarang ia tahu maksudnya, Allah akan selalu akan menjaga Mila, dalam doa dan bukan karena kalung itu.Abah ....Sssttt.Beliau meletakkan ibu jarinya di bibir, kemudian mengacungkan jempol kepada Mila.Mila paham, ia memeluk Abah sakali lagi sebelum ke kamar ibunya."Mila ... sini,
Part 25"Mila, sini Nak!"Mila maju perlahan memeluk Ibunya, sementara mata Mila fokus memerhatikan gerak-gerik Pakdenya. Entah kenapa Mila merasa ada yang berbeda dari gelagat pakdenya.🌿🌿🌿Malam hari, pukul delapan Mila diantar Abi ke rumah Harun."Mila tidur di rumah Pakde saja, ya!" kata Abi. Mila mellihat raut wajah bapaknya yang ketakutan. "Rumah ini sudah tidak aman, Nak. Nanti kalau semua sudah kembali seperti semula, Mila baru tidur di rumah lagi. Kalau di rumah Pakde, Mila bisa tidur dengan Mbak Tina," terang Abi.Mila menoleh kepada Ibunya. Buka kah masih ada Ibunya, Mila setiap hari tidur di kamar ibunya. Kenapa harus ngungsi ke rumah Pakde segala? Seakan Dyah tahu arti tatapan mata Mila, Dyah mengelus rambut putrinya."Mila nurut, ya," kata Dyah. "Cuma sementara saja." Mila seperti diasingkan. Ini sebenarnya kenapa?"Ayo!" kata Abi sambil mengulurkan tangannya. Mila mengalah, ia tid
Part 26Ibu harus tahu kalau Bude jahat juga seperti Bu Nuning!🌿🌿🌿Mila berangkat sekolah seperti biasa. Keadaan keluarga yang sedikit rumit membuat Mila tumbuh menjadi anak yang pendiam. Mila lebih suka sendiri dengan pikirannya sendiri. Mila mengambil kertas dan mulai membuat goresan-goresan gambar untuk memfisualisasikan perasaannya.Ggrrr.Suara apa itu? Mila menoleh ke kiri dan kanan. Di dalam kelas hanya ada dia sendirian, sementara teman-temannya lebih memilih bermain di luar kelas. Mila melihat teman-temannya bermain gerobak sodor, senyum kecil memgembang di bibirnya. Jauh di lubuk hati Mila, ia juga ingin hidup normal seperti yang lainnya.Mila ....Terdengar suara serak dan berat. Apa? Apa maunya muncul di siang bolong seperti ini? Mila menoleh ke bangku belakang yang bergerak sendiri. Kenapa dia diikuti?"Siapa? Siapa kamu? Ngapain mengikuti aku terus? Pergi!" perintah Mila.R
Part 27Seekor buaya putih dengan ukuran super besar membuat nyali Mila menciut. Mila menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Segera Mila berlari kembali ke kamar memeluk Dyah. Haruskah Mila bilang kepada ibunya, sementara Dyah memejamkan matanya berusaha menetralisir rasa sakit di tenggorokannya.Air mata Mila banjir, ia usap berkali-kali membayangkan apa yang sedang di hadapi bapaknya di belakang sana. Jantung Mila berdetak kencang. Tak terasa ia pun terisak. Apa aku ini anak pembawa sial. Andai aku mati mungkin orang tuaku tidak harus mengalami semua ini. Tiba-tiba pikiran kotor merasuki pikiran Mila.Entah itu pikiran dari mana, yang pasti Mila ingin enyah dari dunia saja. Tak, tahan melihat ibu dan bapaknya seperti itu terus menerus. Kalau aku mati, bisa jadi semua penderitaan ini akan berakhir. Pikir Mila.Dyah mulai curiga, ia berusaha memalingkan wajah Mila, tapi Mila semakin nyungsep di ketiak ibunya."Mila, kenapa?
Part 28"Lihat, kamu masih mau bertahan dengan Abi?" kata Sulis. Hati Mila sedih Budenya berkata seperti itu.Bapak ... aku tahu pengorbanmu Pak!"Kamu nggak lagi bersekongkol dengan Nuning, kan Yu?" tanya Dyah dengan memandang lekat wajah Sulis."Mak-mak-sudmu?" tanya Bude tergagap dan wajahnya begitu gelisah."Maaf, Yu. Aku terlalu stres dan banyak pikiran. Aku merasa semua orang jahat pada keluargaku," kata Dyah mengalihkan pembicaraan. Belum waktunya Dyah membongkar kebusukkan Sulis . Kondisi Abi belum setabil Kakak kandung yang tega berbuat jahat kepada adiknya sendiri. Apa yang lebih busuk dari ini."Sabar ... ini cuma ujian hidup," kata Sulis sambil mengelus punggung Dyah. Sementara itu, matanya menyiratkan rasa benci. Mila kembali membaca majalahnya ketika Sulis mengarahkan pandangannya padanya.Mila meirik bapaknya. Mila tahu beliau tidak bermaksud begitu. Ya, Allah.Byur! Byur
Part 29Sampai di rumah Abi kembali ke raganya, saat ia berbalik, ia di kejutkan dengan ceceran darah yang begitu banyak."Astagfirullah, darah apa ini!" Abi memeriksanya, darah beneran. Bukan gangguan demit. Bercak darah itu menuju ke kamar.Milaa!Dyah!Abi berlari ke kamar. Mila sudah menangis kejer melihat Dyah pendarahan hebat. Usia kandungan Dyah memasuki bulan ke delapan. Daster Dyah sudah penuh dengan darah. Dyah tidak berani memegang perutnya, siapa tahu bayinya masih bisa di selamatkan.Tidak ada siapapun yang bisa di mintai tolong. Mungkin dulu Sulis dan Harun masih bisa mereka andalkan. Tapi, sekarang? Tak ada siapapun, hari juga sudah malam."Astagfirullahaladzim, Dik! Kenapa bisa begini?""Perutku tiba-tiba sakit, dan ... semua terjadi begitu cepat Mas.""Baik, kamu tenang ya, tenang!""Mila, Mila harus bisa jaga Ibu ya, Nak!""Bapak mau kemana?"
Part 30"Ni, Tin. Makan bareng!" kata Dyah, Tina sudah membuka mulutnya."Jangan!" Sulis menampik tangan Dyah. Bubur itu pun jatuh berceceran di lantai puskesmas."Kenapa, Yu?" Mereka saling bersitatap. Sementara pasien lain memandang ke arah mereka berdua. Abi dan Harun entah kemana, mungkin mereka berdua ngopi ke warung depan puskesmas."Maaf! Bubur yang saya pegang terlepas, tangan masih lemas," kata Dyah sambil tersenyum kepada pasien lainya."Maaf nggih!" tambah Sulis yang kemudian membersihkan ceceran bubur tersebut. Tina memandang ibunya. Mila mengenggam erat tangan Tina. Apapun yang terjadi, dia tetap kakaknya. Dyah mengusap pipi dan mencium kening Tina. Dari tadi Mila dan Tina menyimak obrolan Ibu mereka sambil sesekali bercanda.Tina awalnya tidak tahu perihal perseteruan buleknya dan Nuning. Akan tetapi, dahulu ketika Abah masih ada, Tina selalu ikut wisata religi bersama Mila. Ke makam sunan Bonang, sunan Ampel,
Part 68"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan putri Anda!"Bruukk!Dyah jatuh tersungkur pingsan.Abi segera menangkap tubuh Dyah dan berusaha menyadarkannya, Ayu dan Lidya menutup mulut mereka dengan ke dua telapak tangannya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dimas terduduk lemas, seluruh tulangnya seakan tercabut dari tubuhnya. Ia melihat Abi dan Dyah. Bagaimana perasaan mereka kehilangan putri semata wayangnya.Mila ... Mila ...Ketika Dyah terbangun yang keluar dari mulutnya hanya nama Mila saja. Abi yang tak kalah hancurnya dengan Dyah harus tetap bersikap tegar. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Abi yang bisa untuk menggambarkan perasaannya sekarang ini.Dokter kemudian segera menyiapkan berkas kematian Mila. Abi meminta bantuan kepada Bahrul untuk mengabari orang-orang desa. Dengan begitu, warga bisa menyiapkan lubang kuburan untuk Mila dan mengabari kerabat ja
Part 67"Mila ...!"Reflek Dimas menjatuhkan diri dan berusaha menangkap tangan Mila. Namun usaha Dimas gagal, Mila tergelincir. Untunglah ada batu besar yang menjorok, tangannya berhasil meraih akar tanaman rambat yang lebat di pinggir tebing. Akar tanaman itu menjuntai ke bawah seperti tanaman hias. Mila hampir jatuh tapi Mila berhasil menyelamatkan diri. Kini Mila duduk di batu tersebut tak berani bergerak. Mila masih belum percaya kalau dirinya masih selamat.Ibu, Lidya, dan Ayu berteriak histeris.Nyi Dewi tertawa senang."Dimas, kamu mencintai wanita ini bukan? Matilah kalian berdua!" Lalu Nyi Dewi pun menghempaskan Dimas juga.Mila sangat terkejut melihat Dimas jatuh di hadapanya. Mila berteriak histeris memanggil namanya, saat Mila melongok. Betapa lega hati Mila melihat Dimas berhasil meraih akar tanaman rambat juga, tapi dia tak seberuntung Mila. Tubuh Dimas mengayun ke kiri dan ke kanan seperti Tarzan. Deng
Part 66"Sepertinya saya tahu Mila di bawa kemana. Ayo Pak Abi.""Kalian mau kemana?" tanya Dyah bingung."Inshaallah saya janji akan membawa Mila pulang dengan segera, selamat, dan tanpa kurang apapun. Bu Dyah jangan kawatir. Doain kami saja!" kata Dimas menyakinkan.Bahrul yang kebetulan berada di lokasi proyek pun mendekati Dimas."Ada apa, Bro?" tanya Bahrul ketika menangkap raut wajah panik dari Dimas, Abi dan Dyah."Mila!""Ada apa dengan Mila?""Aku nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya aku titip Neng Ayu ya, tolong jaga Neng Ayu dan Bu Dyah kalau sampai malam hari nanti kami belum juga pulang.""Tapi-""Kami buru-buru," Dimas memotong ucapan Bahrul. Dimas segera menghidupkan mesin motornya, dan menarik gasnya dengan kencang setelah Abi naik ke atas motor."Sebenarnya ada apa Bu Dyah?" tanya Bahrul."Begini, sekitar satu jam tadi ada yang menjemput Mila. Dimas, aku s
Part 65Mila bingung harus berbuat apa sekarang. Kami berdua hanya saling bersitatap.Ehem.Deheman Bahrul memecahkan kebisuan mereka.Em ... Mila kikuk. Segera ia ambil langkah seribu, kembali ke kamar. Dimas memandang Mila sampai menghilang, sementara Bahrul memainkan alisnya kepada Dimas.Dimas melipat jubahnya dengan rapi, ia kemudian ke depan dan menyimpan jubah itu di jok motor. Lalu, Dimas mendahului melanjutkan pekerjaan sembari menunggu orang-orang datang. Usai salat Bahrul langsung menyusul Dimas ke depan."Bagaimana?" tanya Bahrul."Bagaimana apanya?" kata Dimas sambil mengayunkan cangkul meneruskan membuat pondasi. Sebenarnya tadi Dimas merasa malu."Sudahlah, serahkan padaku masalah Mila!" kata Bahrul. Entah apa yang di rencanakan anak itu. Dimas tak mengubris Bahrul, omongannya sudah mulai ngawur. Bagaimanapun juga, bagi Dimas sudah tidak ada jalan lagi bagi Dimas untuk me
Part 64Tak ada seorang pun yang mendengar teriakan Ayu.Dimas ....Pintu depan terbuka dengan sendirinya. Demit itu menyeret tubuh Ayu, entah ia mau membawa Ayu kemana."Lepas!"Ayu memberontak."Lepas ...."Ayu berteriak keras, tiba-tiba Ayu sudah terduduk di tempat tidurnya. Ia terbangun, Ayu masih mencoba mengatur napasnya, Dinda dan Mbak Yaroh, Ayu memandang mereka secara bergantian.Apakah tadi itu aku bermimpi?Ayu berjingkat ketika korden kamarnya bergerak tertutup dengan sendirinya. Napas Ayu kembali berderu. Sekilas saat korden itu tertutup tadi, Ayu melihat sosok di luar jendela. Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.Sebenarnya tadi Aku bermimpi atau tidak? Tapi ... korden itu barusan ... tadi aku di luar rumah. Lalu sekarang posisiku di tempat tidur, dan --Ayu mencoba berpikir memakai logikannya.Ini tak masuk di akal. Celet
Part 63"Sebentar, kamu tadi bilang apa? Orang tuaku gentayangan jadi setan?"Kenapa Kak Dimas harus dengar, sih.Kami semua terdiam. Terutama Ilyas."Sebaiknya kita duduk dan bicara," kata Abi. "Orang-orang mengaku telah diteror oleh Ibu dan Bapakmu," ucap Abi setelah Dimas kembali duduk. Mila masuk ke kamar dan menyimak obrolan mereka. Dimas tak bersuara, ia hanya diam dan mengigit bibirnya."Sabar, Nak! Mungkin arwah Ibu dan Bapakmu merasa sangat bersalah, jadi mereka belum sepenuhnya tenang. Sebaiknya kita doakan saja. Nak, Dimas ada perlu apa ke sini?" tanya Abi."Neng Ayu masih sangat terpukul Pak Abi, saya takut Neng Ayu terguncang jiwanya, dan doa yang diberikan Pak Abi kemarin hilang. Saya mau minta lagi!" kata Dimas."Sebentar." Abi meninggalkan Dimas dan Ilyas berdua saja di ruang tamu. Ilyas mengeser duduknya mendekati Dimas."Maaf tentang yang tadi," kata Ilyas.
Part 62Ayu masih sangat syok atas kepergian kedua orang tuanya. Jasadnya hancur lebur jadi abu dan hanya tersisa beberapa potong, itu pun hangus. Lidya dan Mila terus menguatkannya. Abi membuatkan omben-omben untuk Ayu agar ia bisa merasa tenang. Dyah mengajak Ayu kerumah, kami semua tak bisa tidur. Suasana desa seketika menjadi ramai, bapak-bapak juga begadang di halaman rumah Asih. Dimas hanya bisa terdiam sambil terus melihat kehancuran istana yang telah di bangun oleh orang tuanya. Bahrul-lah yang menceritakan semuanya secara gamblang. Apa saja yang telah diperbuat Nuning dan Jamil selama ini. Warga sangat antusias mendengarkan cerita Bahrul.Oalah ya, Allah Mas Dimas. Kalau aku diposisi Mas Dimas mungkin aku juga tidak tahu apa yang bakal aku lakukan.Semua orang merasa iba terhadap Dimas dan Ayu. Bahrul berulang kali memohon maaf atas nama Dimas, Ayu, Nuning, dan Jamil.“Mas Dimas sama Ayu nggak salah kok, kami tidak akan me
Part 61"Dimas ...!"Bapak.Ibu.Dimas segera berlari ke bawah. Orang tuanya kembali disiksa dengan kejam."Dimas ... Dimas cepat bakar Ibu, Nak!""Cepat!" jerit Nuning.Dimas berlari, mengusir para demit yang menyiksa orang tuanya. Nyi Dewi telah memerintahkan mereka untuk membunuh Nuning dan Jamil.🌿🌿🌿Di satu sisi.Ayu kerasukan dan mencekik leher Bahrul yang sedang menyetir."Mbak Ayu!" Lidya mencoba melepaskan cekikan tangan Ayu.AarrrgggBahrul mengerang, ia tidak lagi bisa fokus menyetir. Mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Bahrul tetap berusaha agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak menabrak."Mbak Ayu! Hentikan!" pekik Lidya. Namun, Ayu terus saja tertawa dan semakin kencang mencengkeram leher Bahrul. Lidya mengambil tasnya lalu ia pukulkan berkali-kali kepada Ayu. Ayu marah dan berganti mencekik leher Lidya.
Part 60"Jadi kalian sudah bosan hidup?!" Suara serak dan sumbang itu datang dari arah belakang.Nuning dan Jamil menoleh bersamaan. Demit itu langsung ingin menghujam jantung Nuning dengan kukunya yang panjang, syukurlah Nuning mampu menghindar."Kalau kalian takut mati, harusnya kalian sediakan tumbal untukku hari ini."Nuning dan Jamil berjalan mundur, tapi di belakang mereka telah ada makhluk lainya yang siap mencabik daging mereka berdua. Nyi Dewi muncul di tangga, ia berjalan dengan sangat pelan dan angun."Nuning ... Jamil. Kenapa tak ada persembahanku?" tanyanya."Kami sudah siap mati. Tidak akan ada persembahan-persembahan lagi!" Pekik Nuning."Jadi, kalian sudah siap mati? Baiklah, kalau itu mau kalian." ujar Nyi Dewi yang kemudian memberi kode kepada para pasukan demitnya. Nyi Dewi kemudian hanya menonton pertunjukan di mana Nuning dan Jamil akan dihabisi oleh demit-demit Nyi Dewi.Empat