Home / Romansa / Bulu Perindu / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Bulu Perindu: Chapter 31 - Chapter 40

112 Chapters

Permintaan Pertama

Pukul enam belas dua puluh tiga menit, wanita bertubuh pendek itu tergopoh-gopoh membawa kumpulan anak kunci di tangannya. Ia tersenyum singkat mendapati tatapan mata David dan Adelia yang mulai kehilangan kesabaran. Buru-buru ia memasukkan anak kunci dan memutarnya dua kali. Pintu utama rumah tipe 45 itu terbuka. Cukup bersih untuk rumah yang tidak ditinggali. Adelia masuk sambil menggapit lengan suaminya. Ia melihat tiap sudut rumah sambil mengernyitkan kening, kode ia tak suka dengan rumah ini. Padahal ini sudah rumah keenam yang mereka kunjungi. Wanita tadi dengan cepat membuka seluruh akses pintu setiap ruang agar lebih mudah untuk diperiksa dan dieksplorasi. Mata sepasang pengantin baru ini mendadak berbinar saat wanita itu membuka pintu akses ke halaman belakang. Hampir sama seperti rumah orang tua David, ada tiga anak tangga menuju halaman belakang. Bedanya jika di sana adalah akses menuju sumur, di sini boleh dibilang akses menuju spot favorit. Sejenak David
Read more

Memori

David menyelesaikan masbuknya. Ia sandarkan tubuhnya pada tiang bulat di tengah Masjid. Tangannya menengadah dan bibirnya melantunkan doa-doa untuk kedua orang tua dan pujian untuk Allah. Namun otaknya terus memikirkan Adelia yang tak kunjung kembali pada mood baik sejak meninggalkan calon rumah kontrakan mereka. David memejamkan mata mendongakkan kepalanya. Ada sesal yang kini terasa telah menempuh jalan ini. Tapi percuma, karena waktu tak mungkin bisa kembali. Gawai di sling bag David bergetar. Ada rasa enggan meraih telepon pintar itu. Ia tak ingin merusak koneksinya yang masih tersambung pada Tuhannya lepas sholat magrib tadi. Namun David kebali teringat wajah muram istrinya. Bisa jadi itu panggilan atau pesan dari Adelia. David meraih gawainya dari dalam tas. Benar, pesan dari Anjani. Mengirim pesan yang kini terasa seperti ancaman. Padahal kemarin pesan dari gadis berkacamata itu begitu menggembirakan. Tak ada yang penting, hanya pesan seorang
Read more

Dua Memori

Perempuan cantik itu segera menghambur keluar saat David menghentikan mobilnya. Ia berlari kecil menuju tepi halaman parkir hotel. Sejenak ia berjalan pelan dan memastikan tempatnya berdiri sudah aman. Beberapa detik ia tampak merentangkan tangannya, memejamkan mata menghirup dalam-dalam udara malam tepi jurang itu. Namun ia segera mendekap dirinya sendiri, angin malam lebih tangguh dari pada kecantikannya.David menghela napasnya dalam. Jika bukan permintaan perempuan yang baru ia nikahi itu, ia tak mungkin ke tempat ini lagi. Ia sadar, kini ada hati yang wajib ia jaga bukan hanya merawat hatinya sendiri. Jika dulu sampai ada dua gadis yang ia coba gembirakan, kini tidak akan mungkin. Dengan 24 jam sehari bersama Adelia, tak mungkin rasanya ia masih mengurusi hati perempuan lain.Adelia menoleh ke arah David. Wajahnya tampak berseri-seri meski tubuhnya seolah mengecil menahan dingin. Ia melambaikan tangannya, meminta David untuk segera menjumpainya di sana. Dengan gon
Read more

Karena Sebuah Panggilan Telepon

Adelia terpaku melihat suaminya berlalu begitu saja setelah menyerahkan gawai miliknya. David keluar dari kamar hotel yang baru saja mereka masuki. Tak ada pesan apa pun yang terucap dari bibir David. Lelaki itu seperti tertampar kenyataan pahit oleh istrinya sendiri. Sejak tadi ia sudah merelakan hatinya berantakan karena terpaksa ke tempat ini. Namun panggilan telepon di gawai istrinya menjadi puncak dari emosi yang tak bisa lagi dikondisikan.Gawai itu masih berdering dan terpampang nama Rangga di sana. Getarannya tak lebih kuat dari jantung Adelia yang sadar telah membuat hati suaminya terluka. Ia biarkan gawai itu terus berdering. Perempuan itu mengenakan lagi hijabnya yang baru beberapa menit lalu ia tanggalkan. Menyusul David adalah satu-satunya hal yang ia pikirkan sekarang.“Aku udah pesenin makan, nanti kalau ada yang nganter ke kamar terima aja ya? Aku keluar dulu,” pesan David.Adelia berusaha membalas dengan menanyakan keberadaan suaminy
Read more

Gangguan Kebetulan

“Sayang ... sarapan dulu,” bisik Adelia di telinga suaminya.David menggeliat di dalam selimut. Perlahan ia membuka matanya. Sejenak matanya berkeliling mencoba memastikan dimana ia berada. Lalu ia merubah posisinya saat sudah menyadari ia berada di kamar hotel. Cahaya matahari pagi sudah terpendar dari lebarnya kaca jendela meski tak langsung menerpanya. David menyipitkan mata, kepalanya masih terasa berat. Kantuknya belum betul-betul hilang.Adelia duduk di sisinya sambil mengusap lengan dan kaki menggunakan lotion. Ia sudah mandi dan berpakaian rapi. Aroma segar sabun mandi tercium dengan jarak sedekat ini. Perempuan itu sedang menyadari tengah di perhatikan oleh suaminya. Ia sedikit melirik dan melanjutkan aktivitasnya mengikat rambut panjangnya.“Mau kemana?” tanya David.“Kerja,” jawab Adelia singkat.“Astaga, cutimu sudah habis ya?” Adelia mengangguk.Emosi David sudah tampak mereda sete
Read more

Kode Gagal

Entah Melisa mengerti atau tidak dengan kode yang David berikan. Ia buru-buru mengikat rambutnya ke belakang dan mengancingkan kemejanya hingga dekat ke leher. Lalu ia memeluk tasnya. Ia sudah siap dengan pengakuan dadakan kepada Adelia dalam sambungan panggilan video. David meraih gawainya dan mengarahkannya pada Melisa.“Oh, ini ada pekerja hotel. Nebeng aku sampai bawah. Katanya anaknya sakit, dia harus pulang tapi ojek nggak ada yang mau jemput ke atas,” terang David.“Halo, Mbak. Maaf saya nebeng sama suaminya. Soalnya saya nggak punya pilihan lain. Anak saya sendirian di rumah,” tutur Melisa dengan wajah memelas.“Oh, iya, Mbak. Nggak apa, suruh suami saya anterin Mbaknya sekalian. Jauh nggak rumahnya?” tanya Adelia dari seberang. Sandiwara mereka berdua cukup kuat untuk mengelabui Adelia.“Dekat Universitas Utama, Mbak. Nggak apa saya sampai bawah aja, Mbak. Naik ojek lebih cepat. Biasanya jalan ke arah rum
Read more

Bertemu Mama

Adelia menghela napasnya dalam-dalam. Belum genap tiga hari rumah ini ia tinggalkan, tapi rasanya ia pulang bagai anak perantauan. Mobil yang mengantarnya sudah berlalu, namun ia masih saja memandang rumah bercat putih itu dari luar pagar. Halaman dan carport saksi ia tumbuh besar bermain di atasnya tak banyak berubah. Perlahan ia buka pagar dengan mendorongnya.Seorang wanita bertumbuh gempal keluar dari dalam rumah. Ia terlihat ragu untuk menyapa Adelia. Matanya menyipit seolah mencoba mengenali anak bungsu majikannya itu.“Betul, Bik. Saya Adelia, Mama ada, Bik?” seru Adelia sembari tersenyum. Ia langsung saja membuka sepatunya.“Oh, Mbak Adel. Ibu ada, Mbak. Mari masuk, Ibu sudah menunggu,” Wanita itu setengah membungkukkan badannya dan mempersilahkan Adelia masuk.Aroma dalam rumah ini tak pernah Adelia temukan dimanapun. Aroma yang selalu membuat perasaannya tenang, sekaligus membuatnya selalu ingin pulang. Ruang tamu sudah k
Read more

Isi Hati Pak Ruslan

Suara salam seorang pria yang begitu dikenal Adelia terdengar dari depan rumah. Suara itu kemudian mendekat sambil memanggil Mama. Pria berkumis itu muncul disambut dengan uluran tangan Bu Ratri yang segera mencium tangannya. Ia melongokkan kepala ke dalam kamar tempat istrinya berdiri di ambang pintu. Matanya berbinar melihat putri kecilnya tersenyum menyambutnya.“Adel? Kapan sampai, Nak? Mana suamimu?” tanya Pak Ruslan. Ia menyambut uluran tangan Adelia dan mengusap-usap kepala putrinya itu. Adelia seolah kembali berganti mode menjadi putri kecil lagi.“Aku baru saja sampai, Pa. David lagi beresin kostnya. Terus mau diangkut ke kontrakan. Papa sehat?” tanya Adelia.“Papa sehat, Nak. Kamu sehat? Kok kamu pucat?”“Biasa, Pa. Namanya juga hamil muda. Masih sering muntah-muntah. Udah Mama kasih rekomendasi obat anti mual kok biar asupannya tetap terjaga,” timpal Bu Ratri.“Astaga, Papa lupa. Ada
Read more

Aku Bukan Mengenalmu Kemarin

David menyeka keringat di dahinya dengan kaus yang ia pakai. Beberapa bahkan sudah menetes di lantai kamar kostnya. Tinggal mengikat kardus-kardus di hadapannya, maka semuanya sudah siap berangkat ke rumah kontrakan. Kamar penuh perjuangan ini akan segera kosong. Penghuni baru akan masuk dan mengisinya dengan perjuangan yang lain.Kipas angin berdiri itu tinggal satu-satunya barang yang belum disederhanakan. Ia masih terus berputar di putaran maksimal mencoba mengaliri kamar dengan angin temperatur seadanya. David melepas kausnya yang basah oleh keringat. Udara hangat yang hanya berputar-putar, di tambah aktivitas David membuat cadangan lemaknya seperti diperas habis..Sepertinya tak perlu sampai menyewa mobil pick up seperti saran Adelia. Barang-barangnya akan cukup untuk diangkut menggunakan mobil LCGCnya. Barang yang dirasa tak diperlukan lagi sudah ia hibahkan pada tetangga sebelah, seorang mahasiswa semester 3. Fase anak kost yang baru saja memulai perjua
Read more

Pindah

“Ada yang harus aku obrolin sama Papa,” ujar David tetap mencoba mendial nomor Pak Ruslan meski Adelia melarang.“Nggak usah, Vid. Nanti kalian ribut. Aku tadi pergi gitu aja, pasti Papa masih emosi. Kamu malah nanti bisa memperkeruh suasana,” cegah Adelia.David menghentikan usahanya. Jika benar apa yang dikatakan istrinya, sepertinya tak ada pilihan lain selain pura-pura tak paham apa yang terjadi. Boleh lah ia anggap permasalahan ini hanyalah antara seorang ayah dan putrinya. Dia tak perlu muncul, dia hanya anak bawang. Meski sebenarnya inti dari masalah ini adalah dirinya.“Makasih, Vid, udah mau ngerti. Percaya deh, aku nggak apa.”Adelia menatap wajah suaminya dengan penuh harap. Harap untuk pengertian David tak akan pernah habis untuknya. Sekaligus berharap agar David mampu menyerap pancaran cinta yang menggebu dari dirinya. Ia menyadari bahwa pandangan miring Papanya kepada David adalah buah dari sandiwara besar
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status