Home / Romansa / Why Him? / Chapter 1 - Chapter 7

All Chapters of Why Him? : Chapter 1 - Chapter 7

7 Chapters

1. Tawaran Pekerjaan

“Satu juta dollar!”Berada di antara kebisingan sebuah kelab malam bukanlah hal yang biasa bagi seorang Brianna Caroline. Dirinya terlampau nyaman dengan suasana tenang apartemen di mana hanya lagu favorit dari penyanyi kesayangan yang menemani kesendiriannya sepanjang malam.Namun teruntuk malam ini, sebuah tawaran menggiurkan membawa Brianna berakhir duduk di deretan bangku meja bar. Beradu pandang pada sosok wanita paruh baya yang terlihat menyunggingkan senyum sinis. Kepulan asap tipis dari batang rokok yang menyala seakan mendramatisir bagaimana percakapan itu terjalin cukup serius di antara ke duanya.“Ya dan seukuran model rendahan sepertimu, bukankah satu juta dollar merupakan sebuah nominal yang sangat fantastis?” ujar wanita itu dengan nada mengejek. Rambut ikal yang ditata mengembang membuat kesan angkuh itu tercetak jelas pada wajahnya.”Aku sarankan kau untuk menerimanya, Bri. Lagipula tugasmu hanya merayunya, bu
Read more

2. Pertemuan Kembali

Sabtu malam, desiran hawa dingin terasa menusuk kulit seiring dengan tetesan hujan yang masih setia membasahi hampir seluruh wilayah Vancouver.Angin yang berhembus berhasil menghasilkan titik embun yang tersangkut pada bohlam lampu jalan. Sinar temaramnya seolah sekuat tenaga menerangi siluet seorang wanita yang setia berdiri di bawahnya.Berbekal payung hitam yang melindungi tubuh dari tetesan air hujan, Brianna terdiam memandangi megahnya bangunan Plaza Hotel dari seberang jalan.Termenung untuk sesaat, Brianna seakan baru menyadari jika kota yang telah ia tinggali selama kurang lebih delapan tahun ini memang benar-benar kota yang indah. Perpaduan budaya dari berbagai negara berhasil membuat penampilan kota Vancouver terlihat begitu beragam—terutama pada malam hari.Lampion merah yang tergantung di depan restoran Cina nampak cantik berpadu dengan gambar mural pizza pada dinding restoran italia yang berada di sampingnya. Belum lagi gemerlap cahaya
Read more

3. Kehilangan Pekerjaan

‘Dasar pembubuh! Pembawa sial!’‘Pergi ke neraka sana, pembunuh sepertimu tidak layak untuk hidup!’‘Kau menghancurkannya, kau membunuhnya! Aku benar-benar sangat membencimu!’ Brianna tersengal, nafas memburu dengan keringat yang mengucur deras di sekujur tubuhnya. Mata yang tadi tertutup rapat dibuka paksa oleh mimpi buruk yang kerap menghantuinya belakangan ini.Sudah berlalu beberapa hari dari pertemuannya dengan Ellecio, akan tetapi teriakan mengerikan di mimpi-mimpi itu tidak pernah berhenti mengganggu tidur malamnya.Dengan tangan gemetar Brianna meraih segelas air yang letakkan di atas nakas, lantas meneguknya secara rakus hingga tak ada satu tetes pun yang tersisa. Berkali-kali menarik nafas guna menenangkan debaran jantungnya yang mulai berdetak tidak karauan.‘Tenangkan dirimu, Bri. Itu hanya mimpi, kau tidak perlu merasa takut.’Batin Brianna mencoba menenangkan
Read more

4. Ciuman Pembalasan

Tubuh Brianna menegang, berbalik dan mendapati Ellecio sudah berdiri di ambang pintu. Tersenyum licik sembari berjalan mendekat dengan kedua tangan terselip di saku celana. Ketukan sepatu mewahnya yang berbenturan dengan lantai terdengar seperti hymne kematian yang bersiap untuk menjemput Brianna menuju neraka.Brianna tidak tahu kenapa tubuhnya merespon kelewat impulsif, spontan menahan nafas saat aroma parfum Ellecio membelai indera penciumannya. Wajah tampan dengan mata elang itu seakan menyihir bagaimana dengan tegasnya Ellecio mendominasi permainan.“Aku adalah pimpinan baru dari Laurent, dan aku juga yang meminta Nicole untuk mengantimu dengan yang lain. Ada masalah dengan itu Nona Brianna?”Menarik nafas pelan, sejenak Brianna berdeham guna mengumpulkan keberaniannya yang mendadak terpecah. Lantas mendongak, menatap sinis wajah Ellecio.“Wow, tidak ku sangka jika Tuan Ellecio William yang terkenal dengan bisnis kapal pesiar mewahn
Read more

5. Ikatan Yang Dirahasiakan

Suara pintu berdebum mengiringi langkah Brianna menapak pada luasan apartementnya. Tanpa perlu berpikir lebih lanjut, ia dengan sembarangan melempar beberapa barang-barang yang melekat di tubuhnya sebelum menghempaskan diri secara pasrah di atas kasur.Beberapa kali terdengar helaan nafas berat yang dilanjutkan dengan teriakan keputusasaan.“Arggh!! Brengsek! Berani-beraninya bedebah itu menciumku.”Brianna meraba bibirnya, kembali mengingat bagaimana Ellecio dengan lancang mendaratkan sebuah kecupan di sana. Ada rasa tidak terima sebab itu adalah ciuman pertamanya. Ciuman yang harusnya Brianna berikan pada pria yang benar-benar ia cintai. Tapi pria itu justru merebutnya tanpa ragu.“Dasar buaya mesum! Laki-laki sialan!”Seketika Brianna menyesal karena sudah menantang Ellecio. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah ini. Baru sehari saja pria itu sudah membuat hidupnya kacau, apalagi seterusnya?Bis
Read more

6. Sebuah Kesepakatan

Biasan sinar senja secara perlahan mulai menyusup di antara dinding kaca. Menerpa sebagian wajah tampan Ellecio yang tengah menikmati waktu sorenya duduk di kursi kerja.Matanya sekilas memeta luasan ruangan kerjanya yang baru ia tempati beberapa hari belakangan ini. Memang tidak seluas dan semewah seperti ruangan kerja kantornya yang ada di New York, akan tetapi pemandangan yang disajikan dari lantai lima belas itu seolah mengubur segala kelemahannya.Lautan lepas yang memantulkan cahaya orange dari matahari yang terbenam, serta bentangan Santley Park yang terlihat menghijau di kejauhan sana seakan mampu memberikan ketenangan tersendiri bagi Ellecio.Mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja, Ellecio termenung sembari mulutnya terus berhitung mundur. Entah ia sedang melakukan apa. “Lima, empat, tiga, dua ….”BRAK!!!Senyum kemenangan seketika terukir di bibir Ellecio tatkala mendapati Brianna datang dengan membanting
Read more

7. Maafkan Aku, Andrew!

Malam semakin larut, namun suasana kelab malam itu semakin menyesakkan. Kepulan asap rokok mengepul ke udara. Merambat di antara lautan manusia yang tengah sibuk mencari kenikmatan sesaat. Ada yang sibuk menari di lantai dansa, ada pula yang sibuk dengan gelas alkohol dan wanita seksi di sampingnya.Namun untuk Brianna sendiri, ia lebih memilih untuk duduk berdiam diri di depan meja bar. Beberapa tegukan alkohol telah berhasil membuat kepalanya berputar-putar. Memberi afeksi pada tubuhnya yang mulai terasa memanas.“Tolong beri aku satu gelas lagi.” Brianna menjatuhkan kepalanya di atas meja. Mencoba untuk tetap mempertahankan kesadaran dengan berusaha untuk tidak menutup kedua kelopak matanya.  “Apa kau sedang dalam masalah, Bri?” tanya Gary, seorang bartender yang kebetulan mengenal sosok wanita yang ada di hadapnnya.Brianna terkekeh. “Untuk apa kau bertanya seperti itu, Gary? Kau tahu bukan jika hidupku selalu dikel
Read more
DMCA.com Protection Status