Tubuh Brianna menegang, berbalik dan mendapati Ellecio sudah berdiri di ambang pintu. Tersenyum licik sembari berjalan mendekat dengan kedua tangan terselip di saku celana. Ketukan sepatu mewahnya yang berbenturan dengan lantai terdengar seperti hymne kematian yang bersiap untuk menjemput Brianna menuju neraka.
Brianna tidak tahu kenapa tubuhnya merespon kelewat impulsif, spontan menahan nafas saat aroma parfum Ellecio membelai indera penciumannya. Wajah tampan dengan mata elang itu seakan menyihir bagaimana dengan tegasnya Ellecio mendominasi permainan.
“Aku adalah pimpinan baru dari Laurent, dan aku juga yang meminta Nicole untuk mengantimu dengan yang lain. Ada masalah dengan itu Nona Brianna?”
Menarik nafas pelan, sejenak Brianna berdeham guna mengumpulkan keberaniannya yang mendadak terpecah. Lantas mendongak, menatap sinis wajah Ellecio.
“Wow, tidak ku sangka jika Tuan Ellecio William yang terkenal dengan bisnis kapal pesiar mewahnya kini mulai tertarik dengan urusan pakaian dalam wanita. Kau pasti punya banyak waktu luang,” ujarnya terdengar satiris.
“Selagi itu sebuah bisnis yang menguntungkan, apa salahnya mencoba sesuatu yang baru? Apalagi jika menyangkut pakaian dalam wanita, bukankah hal seperti itu selalu menarik untuk dibahas?” Ellecio membalas telak, sekali lagi ingin mendominasi permainan.
Sementara Nicole yang sedari tadi hanya menjadi penonton mengerjap kebingungan. Ia tidak tahu ada hubungan apa Brianna dengan pemimpin baru mereka. Tapi dari yang Nicole lihat, ia jelas bisa merasakan hawa-hawa mengerikan yang berputar di ruangan itu. Maka, tanpa mau mendengar perdebatan mereka lebih jauh, wanita itu memilih keluar lebih dulu dan membiarkan keduanya melanjutkan acara bersilat lidah yang tidak ia mengerti.
“Oh, jadi karena bisnis yang menguntungkan, ya?” Brianna mengangguk-anggukkan kepalanya. Lantas beranjak mendekati Ellecio, menelisik penampilan pria itu dari atas hingga bawah. Kaki jenjangnya ia gerakkan untuk mengitari tubuh Ellecio sebelum kembali berhenti tepat di hadapan sang pria.
“Kalau begitu, boleh aku tahu apa alasamu untuk mengantiku dengan model lain? Jika berbicara tentang keuntungan, sejauh ini jelas akulah satu-satunya model yang menyumbang keuntungan paling banyak untuk Laurent.”
“Wow, benarkah?” Raut wajah Ellecio benar-benar menghakimi. Bahkan satu alisnya berkedut seolah memberi isyarat yang menyangsikan. “Tapi sayangnya aku tidak puas dan ingin mendapatkan lebih. Itulah kenapa aku ingin menggantimu dengan model lain.”
“Lagipula, sudah saatnya Laurent melakukan regenerasi untuk model utama. Tidak mungkin selamanya kami akan memakaimu sebagai modelnya, bukan?” Dalam hati Ellecio tersenyum puas, menikmati bagaimana raut wajah Brianna mengeras secara perlahan.
“Ya, tapi—“
“Dan menurut pandanganku, kau sama sekali tidak cocok menjadi seorang model, Bri,” lanjut Ellecio tanpa memberi Brianna kesempatan berbicara. “Mungkin sudah saatnya kau pensiun dari dunia fashion dan carilah pekerjaan lain yang lebih cocok untukmu. Menjadi seorang jalang, misalkan. Bukankah selama ini selain menjadi model kau juga telah menjual tubuhmu kepada para lelaki?”
“Apa kau bilang?” Brianna mendesis, harga dirinya terluka ketika Ellecio dengan gampang menuduh dirinya sebagai seorang jalang.
Sejujurnya Brianna tidak pernah mempermasalahkan julukan apapun yang tersemat pada nama tengahnya. Selagi itu tidak mengganggu ritme kehidupannya, ia sama sekali tidak peduli oleh hal semacam itu.Akan tetapi, ketika julukan itu keluar dari mulut Ellecio, entah kenapa rasanya seperti ada api yang berkobar di dalam hatinya.
“Sepertinya ungkapan 'tidak ada senjata yang lebih tajam daripada lidah yang tak bertulang' itu benar adanya.” Sorot mata madu Brianna menukik tajam, bersibobrok dengan tatapan elang Ellecio yang menantang tak mau kalah.
“Sebagai seseorang yang telah melewati kehidupan lebih dari seperempat abad, kau harusnya bisa menjaga senjata berhargamu itu, Tuan Ellecio. Berhati-hatilah sebelum dirimu mengatakan sesuatu.”
“Apa aku terdengar mengatakan hal yang salah?” tanya Ellecio tanpa rasa bersalah, seakan mengharapkan perdebatan itu semakin berlanjut ke arah yang lebih ekstrem.
Terlebih ketika seriangan dari bibir tipis Ellecio mampu membuat Brianna spontan mundur ke belakang. Terintimidasi saat tubuhnya membentur pinggiran meja dan Ellecio yang dengan cepat berhasil merangkul tubuh mungilnya.
Sebuah gelenyar aneh dapat Brianna rasakan sesaat sebuah tarikan membuat tubuhnya menempel sempurna pada dada bidang Ellecio. Posisi mereka nampak begitu intim dan mungkin saja akan menimbulkan prasangka buruk jika ada orang yang melihat keduanya saat ini.
“Katakanlah, Bri. Apa ada yang salah dengan ucapanku?” Ellecio menarik dagu Brianna, memaksa wanita itu mendongak dan menyerang Ellecio lewat tatapan tanpa gentarnya.
“Bukankah kau memang seorang jalang? Model rendahan yang dengan bangga menawarkan tubuhnya untuk para lelaki. Aku jadi penasaran, seberapa hebatnya dirimu di ranjang sampai-sampai semua pria tergila-gila kepadamu, dan aku juga penasaran sudah berapa banyak pria yang berhasil memasuki—“
PLAK!
Hembusan angin tipis dengan tenang berhasil mengiringi ayunan telapak tangan Brianna untuk mendarat sadis di pipi Ellecio. Meninggalkan bekas lima jari yang tercetak jelas di sana. Bahkan saking kerasnya sampai-sampai rasa anyir perlahan mulai merayapi indera pengecap pria itu.
Dada Brianna bergemuruh, rasa kebas di tangannya nyaris tidak dapat ia rasakan sebab emosi terlampau menguasainya saat ini. “Sudah ku katakan untuk menjaga segala ucapanmu, Tuan Ellecio. Tapi kau—“
“Wanita sialan!” umpat Ellecio. Pandangan meremehkan yang tadi ia tunjukkan kini berubah menjadi amarah yang siap untuk meledak. “Berani-beraninya tangan kotormu menyentuh wajahku! Kau pikir aku tidak bisa—“
Brianna tidak bisa lagi mendengar ucapan Ellecio, sebab matanya spontan terpejam ketika pria itu mengangkat tangannya ke udara. Brianna sadar, sebentar lagi mungkin tangan kekar itu juga akan menjamah wajahnya. Dalam hati ia berdoa semoga saja kaki lemah ini masih bisa bertahan untuk menopang beban tubuhnya.
Akan tetapi, sebuah hal tidak terduga terjadi. Ellecio yang awalnya ingin balas menampar Brianna kini malah terdiam dengan tangan yang menggantung di udara.
Sekilas tatapannya memeta bagaimana lekuk wajah Brianna nampak begitu mempesona. Mata terpejam dengan gigitan tipis pada bibir bawah yang bergetar seakan mampu mengalihkan amarah yang sempat Ellecio rasakan.
Maka, sebuah pemikiran tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya. Lantas tanpa aba-aba Ellecio justru mengarahkan tangannya ke arah lain. Menyusup di antara helaian rambut sang wanita dan berakhir pada sebuah tarikan yang mempertemukan bibir basah keduanya.
Bagai sebuah adegan gerak lambat yang terjadi dalam drama, untuk sesaat semua terasa begitu hening. Gerakan lembut yang Ellecio berikan mampu merusak sistem kewarasan Brianna. Dengan jelas ia merasakan dominasi pergerakan bibir Ellecio di atas bibirnya. Sampai pada ketika rasa anyir itu mulai membalikkan keadaan. Brianna membelalak, lantas mendorong kasar tubuh Ellecio menjauh darinya.
“Kau ….”
Brianna menggeram seraya memegang pinggiran bibir yang digigit Ellecio. Sementara sang pria hanya menanggapi dengan senyum asimetris tanpa arti sebelum kemudian berbisik, "Kau harus tahu kalau aku adalah tipe orang yang suka membalas apapun yang orang lakukan kepadaku. Jika kau melukai bibirku, aku juga akan melakukan hal yang sama, walaupun dengan cara yang berbeda.”
Ellecio menyeringai lebar dan tanpa perlu menahan keberadaan Brianna lebih lama, dengan tatapan datar Ellecio membiarkan Brianna pergi begitu saja dari hadapannya. Hal terakhir yang ia lihat hanyalah tubuh seksi itu menghilang di balik pintu diiringi dengan suara keras dari bantingan pintu yang tertutup.
Brianna berjalan tergesa. Tanpa ingin menoleh ke belakang ia dengan cepat melangkahkan kakinya menjauh dari Ellecio tanpa sepatah kata. Sesekali meremas dadanya yang begitu sesak, Brianna merasakan matanya memanas dan cairan itu hampir saja tumpah sampai sebuah benturan berhasil menghentikan segalanya.
“Maaf, aku tidak senga—“
Ucapan Jackson terhenti kala menatap manik mata wanita yang tidak sengaja ia tabrak. Kebekuan terjadi beberapa detik di saat keduanya saling menatap dengan pandangan yang sulit diartikan. Jackson melihat bagaimana wanita itu menutupi sudut bibirnya, berpadu dengan mata merah seolah sedang berusaha menahan tangis.
Sepertinya telah terjadi sesuatu kepadanya.
Di sisi lain, Brianna hanya membisu ketika pandangan mereka bertemu dan tanpa mau membuang waktu lebih banyak, ia sesegera mungkin pergi melarikan diri dan menghilang dibalik pintu lift. Meninggalkan Jackson dengan segala tanya yang menggantung dalam benak.
“Jack, kau sudah datang?”
Suara di balik punggungnya berhasil mengiterupsi Jackson dari sosok wanita itu, ia menoleh ke arah Ellecio yang baru saja keluar dari salah satu ruangan. Bibir bawah pria itu berdarah, seperti habis terkena tamparan seseorang.
Sejenak Jackson agaknya bisa menerka apa kira-kira kejadian yang sempat ia lewatkan. Pria itu kembali menoleh ke arah pintu lift yang tertutup kemudian menoleh lagi ke arah Ellecio sebelum berkata,
“Apa yang sudah kau lakukan padanya?”
TBC
Suara pintu berdebum mengiringi langkah Brianna menapak pada luasan apartementnya. Tanpa perlu berpikir lebih lanjut, ia dengan sembarangan melempar beberapa barang-barang yang melekat di tubuhnya sebelum menghempaskan diri secara pasrah di atas kasur.Beberapa kali terdengar helaan nafas berat yang dilanjutkan dengan teriakan keputusasaan.“Arggh!! Brengsek! Berani-beraninya bedebah itu menciumku.”Brianna meraba bibirnya, kembali mengingat bagaimana Ellecio dengan lancang mendaratkan sebuah kecupan di sana. Ada rasa tidak terima sebab itu adalah ciuman pertamanya. Ciuman yang harusnya Brianna berikan pada pria yang benar-benar ia cintai. Tapi pria itu justru merebutnya tanpa ragu.“Dasar buaya mesum! Laki-laki sialan!”Seketika Brianna menyesal karena sudah menantang Ellecio. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah ini. Baru sehari saja pria itu sudah membuat hidupnya kacau, apalagi seterusnya?Bis
Biasan sinar senja secara perlahan mulai menyusup di antara dinding kaca. Menerpa sebagian wajah tampan Ellecio yang tengah menikmati waktu sorenya duduk di kursi kerja.Matanya sekilas memeta luasan ruangan kerjanya yang baru ia tempati beberapa hari belakangan ini. Memang tidak seluas dan semewah seperti ruangan kerja kantornya yang ada di New York, akan tetapi pemandangan yang disajikan dari lantai lima belas itu seolah mengubur segala kelemahannya.Lautan lepas yang memantulkan cahaya orange dari matahari yang terbenam, serta bentangan Santley Park yang terlihat menghijau di kejauhan sana seakan mampu memberikan ketenangan tersendiri bagi Ellecio.Mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja, Ellecio termenung sembari mulutnya terus berhitung mundur. Entah ia sedang melakukan apa.“Lima, empat, tiga, dua ….”BRAK!!!Senyum kemenangan seketika terukir di bibir Ellecio tatkala mendapati Brianna datang dengan membanting
Malam semakin larut, namun suasana kelab malam itu semakin menyesakkan. Kepulan asap rokok mengepul ke udara. Merambat di antara lautan manusia yang tengah sibuk mencari kenikmatan sesaat. Ada yang sibuk menari di lantai dansa, ada pula yang sibuk dengan gelas alkohol dan wanita seksi di sampingnya.Namun untuk Brianna sendiri, ia lebih memilih untuk duduk berdiam diri di depan meja bar. Beberapa tegukan alkohol telah berhasil membuat kepalanya berputar-putar. Memberi afeksi pada tubuhnya yang mulai terasa memanas.“Tolong beri aku satu gelas lagi.” Brianna menjatuhkan kepalanya di atas meja. Mencoba untuk tetap mempertahankan kesadaran dengan berusaha untuk tidak menutup kedua kelopak matanya. “Apa kau sedang dalam masalah, Bri?” tanya Gary, seorang bartender yang kebetulan mengenal sosok wanita yang ada di hadapnnya.Brianna terkekeh. “Untuk apa kau bertanya seperti itu, Gary? Kau tahu bukan jika hidupku selalu dikel
“Satu juta dollar!”Berada di antara kebisingan sebuah kelab malam bukanlah hal yang biasa bagi seorang Brianna Caroline. Dirinya terlampau nyaman dengan suasana tenang apartemen di mana hanya lagu favorit dari penyanyi kesayangan yang menemani kesendiriannya sepanjang malam.Namun teruntuk malam ini, sebuah tawaran menggiurkan membawa Brianna berakhir duduk di deretan bangku meja bar. Beradu pandang pada sosok wanita paruh baya yang terlihat menyunggingkan senyum sinis. Kepulan asap tipis dari batang rokok yang menyala seakan mendramatisir bagaimana percakapan itu terjalin cukup serius di antara ke duanya.“Ya dan seukuran model rendahan sepertimu, bukankah satu juta dollar merupakan sebuah nominal yang sangat fantastis?” ujar wanita itu dengan nada mengejek. Rambut ikal yang ditata mengembang membuat kesan angkuh itu tercetak jelas pada wajahnya.”Aku sarankan kau untuk menerimanya, Bri. Lagipula tugasmu hanya merayunya, bu
Sabtu malam, desiran hawa dingin terasa menusuk kulit seiring dengan tetesan hujan yang masih setia membasahi hampir seluruh wilayah Vancouver.Angin yang berhembus berhasil menghasilkan titik embun yang tersangkut pada bohlam lampu jalan. Sinar temaramnya seolah sekuat tenaga menerangi siluet seorang wanita yang setia berdiri di bawahnya.Berbekal payung hitam yang melindungi tubuh dari tetesan air hujan, Brianna terdiam memandangi megahnya bangunan Plaza Hotel dari seberang jalan.Termenung untuk sesaat, Brianna seakan baru menyadari jika kota yang telah ia tinggali selama kurang lebih delapan tahun ini memang benar-benar kota yang indah. Perpaduan budaya dari berbagai negara berhasil membuat penampilan kota Vancouver terlihat begitu beragam—terutama pada malam hari.Lampion merah yang tergantung di depan restoran Cina nampak cantik berpadu dengan gambar mural pizza pada dinding restoran italia yang berada di sampingnya. Belum lagi gemerlap cahaya
‘Dasar pembubuh! Pembawa sial!’‘Pergi ke neraka sana, pembunuh sepertimu tidak layak untuk hidup!’‘Kau menghancurkannya, kau membunuhnya! Aku benar-benar sangat membencimu!’Brianna tersengal, nafas memburu dengan keringat yang mengucur deras di sekujur tubuhnya. Mata yang tadi tertutup rapat dibuka paksa oleh mimpi buruk yang kerap menghantuinya belakangan ini.Sudah berlalu beberapa hari dari pertemuannya dengan Ellecio, akan tetapi teriakan mengerikan di mimpi-mimpi itu tidak pernah berhenti mengganggu tidur malamnya.Dengan tangan gemetar Brianna meraih segelas air yang letakkan di atas nakas, lantas meneguknya secara rakus hingga tak ada satu tetes pun yang tersisa. Berkali-kali menarik nafas guna menenangkan debaran jantungnya yang mulai berdetak tidak karauan.‘Tenangkan dirimu, Bri. Itu hanya mimpi, kau tidak perlu merasa takut.’Batin Brianna mencoba menenangkan