Beranda / Fiksi Remaja / Persona / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Persona: Bab 11 - Bab 20

76 Bab

Bab 10

Jam istirahat, Safira, Evan, dan Riri menghabiskan waktu di kantin, menikmati bakso ibu kantin sambil berbincang banyak hal. Mulai dari materi pelajaran, cerita sinetron, masalah keluarga hingga merambat perihal orang tua. "Ya, gitu antara nyokap sama bokap gue, yang lebih keras ke gue itu nyokap. Dia sering maksain kehendaknya. Belum lagi suka banding-bandingin gue sama adik laki-laki gue. Beda banget sama bokap gue yang lebih bisa ngertiin gue." Riri yang bercerita tentang hubungannya dengan orang tuanya lebih dulu. Safira jadi teringat dengan orang tuanya di kampung halaman. Ayah Safira telah meninggal sebelum dia lahir. Dia hanya punya ibu dan dua kakak. Jadi Safira tak tahu bagaimana sosok seorang ayah. Bagaimana rasanya disayang oleh seorang ayah. Beruntung dia masih punya ibu yang selalu mendukung penuh apa pun keinginannya. "Kalau lo, Van, hubungan lo sama keluarga lo gimana? Mama papa lo gimana?" Safira bertanya pada Evan. Ya, meski pun telah mengena
Baca selengkapnya

Bab 11

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Dan masih ada manusia beraktivitas di gedung club malam di Jakarta yang semakin malam, semakin ramai. Andra duduk sendiri di sofa panjang, di bawah suasana remang-remang sembari mengisap rokok, menunggu kedatangan seseorang. Matanya sejak tadi mengamati pintu masuk dengan bosan. Andra menjatuhkan abu rokoknya ke asbak ketika dia melihat seseorang yang dia tunggu-tunggu akhirnya muncul.  Dia adalah Tristan. Dan dia tidak sendiri. Ada Risty di sebelahnya. "Hei, Bro," sapa Tristan pada Andra."Udah lama lo nunggu?" "Banget," jawab Andra dengan malas. Raut wajah Risty berubah tatkala melihat kehadiran Andra di sini, tapi dia tak membantah atau bertanya ke Tristan. Dia merasa tidak nyaman dengan lelaki itu, apalagi mengingat tragedi malam itu. Berbeda dengan Andra yang terlihat biasa saja. Lalu, Tristan mengajak Risty untuk duduk di sofa depan Andra. Diam-diam Andra memperhatikan Risty. Gad
Baca selengkapnya

Bab 12

Sekolah masih sepi sekali ketika Safira dan Riri tiba. Mereka datang lebih awal dari biasanya. Setelah video call-an dengan ibunya sampai subuh dia tidak tidur lagi, begitu pun Riri. Mereka menghabiskan waktu dengan berbincang banyak hal, sampai menjelang azan subuh mereka salat berjamaah. Maka dari itu, mereka bisa datang sepagi ini.  Sekolah memang masih sepi. Dan seharusnya pintu setiap kelas tetap terbuka, tapi Safira melihat pintu kelasnya dari kejauhan tampak tertutup. Aneh, tidak seperti biasanya. Apakah penjaga sekolah yang biasa bertugas membuka pintu kelas belum datang? Pikirnya. Tapi mengapa pintu kelas lain terbuka? Hanya pintu kelasnya saja yang tertutup. Safira mempercepat langkahnya. Diiringi Riri. Derap sepatunya menggema di koridor yang sepiTiba di depan pintu, Safira mencoba mendorong pintu itu pelan. Ternyata memang tidak dikunci. Pintu terbuka dan ... "Happy birthday to you... Happy birthday to you... Happy birthda
Baca selengkapnya

Bab 13

Safira terkesiap melihat baju putihnya berwarna kecoklatan. "Eh, sori, sori, nggak sengaja," ucap seseorang yang menabraknya itu yang ternyata adalah laki-laki. Safira mengangkat kepalanya. Wajah anak baru itu tersuguhkan di hadapannya. Gilang Angkasa telah menabrak dan mengotori bajunya. Gadis itu hanya bisa diam meski pun dia ingin marah. "Sori banget, ya. Serius gue nggak sengaja." Gilang terlihat merasa bersalah. "Iya nggak pa-pa," jawab Safira sambil tertunduk dan melanjutkan langkahnya melewati Gilang, tapi tanpa di duga, Gilang menahan pergelangan tangannya. Gilang tahu meski pun gadis yang di tabraknya itu mengatakan tidak apa-apa tapi raut wajahnya menunjukkan kalau dia tidak baik-baik saja. "Apa lagi?" Safira menatap Gilang. "Baju lo kotor gitu, gue bener-bener nggak enak," ucap Gilang sambil memperhatikan baju putih Safira beserta roknya basah dan berwarna kecoklatan juga Safira yang menggendong tas ransel, gadis itu pasti m
Baca selengkapnya

Bab 14

Menjelang istirahat, Safira ke luar kelas, hendak menuju kantin. Namun, seorang siswi memanggilnya. "Safira," Safira menoleh. Safira tak kenal siswi itu tapi dia sempat melihat nametag gadis itu bertuliskan Risa Indira. Safira tak sengaja terpandang ke tangan Risa yang memegang sebuah kotak kecil. "Safira, kan?" "Iya, ada apa?" "Ini dari Gilang buat lo." Risa menyodorkan kotak kecil di tangannya ke Safira. Safira melirik kotak itu, kotak kecil bersampul kertas kado berwarna merah muda motif kotak-kotak. "Terima aja. Dia nitip ini ke gue buat lo, katanya sebagai hadiah," jelas Risa saat melihat Safira seperti enggan menerimanya. Safira menerima kotak itu. "Makasih." Risa tersenyum, "sama-sama. Gue duluan, ya." Risa berlalu mendahului Safira, entah hendak ke mana. Safira menilik kotak itu dengan heran. "Apa, sih, nih?" Dia berjalan menuju bangku panjang depan koridor membuka kotak itu di sana. Ternyata isi
Baca selengkapnya

Bab 15

Safira duduk di meja belajarnya. Memperhatikan gelang bermata berry merah itu dengan saksama. Dia masih tak habis pikir, Gilang memberinya gelang. Jauh dalam lubuk hatinya, dia yakin, cowok itu punya maksud tertentu.  Apa tujuan cowok itu mendekatinya? Jawaban dari pertanyaan itu yang sedang dia pikirkan. Apa pun itu Safira yakin bukan seperti yang Riri katakan kalau Gilang menyukainya. Itu sama sekali tidak masuk akal menurut Safira. Tidak mungkin lelaki seperti Gilang menyukai perempuan seperti dirinya.  Ponsel Safira di atas meja bergetar. Ada notifikasi masuk. Lamunan Safira seketika buyar dan perhatiannya teralihkan ke ponsel di dekatnya. Safira segera meletakkan gelang yang di pegangnya ke atas meja, meraih dan mengecek ponselnya. Ada pesan di sosial medianya. Safira mengklik pesan itu. Gilang Angkasa: Gimana gelangnya? Suka? Safira membelalak. Lelaki itu bahkan sudah tahu sosial medianya dan bah
Baca selengkapnya

Bab 16

Hari-hari terus berlalu. Entah bagaimana, hubungan Safira dan Gilang semakin akrab. Mereka sering chatingan. Gilang selalu menghubungi Safira lebih dulu dan Safira tak pernah ada alasan untuk tidak membalas pesan lelaki itu meski pun dia sibuk. Jujur, jauh dari orang tua membuat Safira kekurangan perhatian, meski pun ibunya sesekali menelepon dan menanyakan keadaannya tiap kali. Tetap berbeda dengan jika dia serumah dengan orang tuanya. Dan perhatian-perhatian kecil yang Gilang berikan padanya membuatnya lebih nyaman. Dan yang paling membuatnya nyaman adalah cara Gilang menyikapinya. Lelaki itu memperlakukannya dengan sangat baik. Berbeda dengan lelaki-lelaki yang Safira kenal sebelumnya. Semakin ke sini Safira semakin menyadari kalau Gilang tak seburuk yang dia pikir.Entah kenapa Safira sering merasa senang setiap kali mendapat pesan dari lelaki itu. Meski pun awalnya dia risi dengan pesan-pesan Gilang. Mereka saling curhat, bertukar cerita satu
Baca selengkapnya

Bab 17

Viona berjalan tergesa hingga tangannya menyenggol gelas teh es entah milik siapa yang ada di tepi meja, menyebabkan isi gelas tersebut tumpah membasahi baju dan celana Gilang yang tengah sibuk makan. Tentu, tak ada yang tahu kalau Viona melakukan itu dengan sengaja. Beberapa siswi di kantin itu menoleh ke arahnya. Gilang yang tengah makan terkejut bukan main tatkala dia merasa tubuhnya dingin karena ketumpahan air dari gelas yang ada di dekatnya. Dua teman Gilang, Gio dan Farhan hanya menggeleng-geleng. "Eh, Kak, maaf, Kak. Gue nggak sengaja. Aduh maaf banget," Dan Gilang lebih terkejut lagi melihat perempuan yang tak dia kenali tiba-tiba muncul di hadapannya dan meminta maaf. Ternyata perempuan itu yang menyebabkan bajunya basah.Belum sempat Gilang menyahut, Viona dengan sigap mengusap-usap baju Gilang dengan jemarinya.  "Oh, nggak papa. Serius, nggak papa," elak Gilang ketika tangan Viona terarah ke celananya lagi. Lelaki itu menj
Baca selengkapnya

Bab 18

Bel tanda pulang baru saja berbunyi beberapa menit lalu. Koridor menuju pintu ke luar tampak penuh oleh siswa yang hendak pulang. Terdengar suara bercakap-cakap, sesekali tertawa.  "Ciee ...." Riri tak henti-hentinya menggoda Safira yang hanya bisa tersenyum simpul. Riri  sempat melihat kedekatan Safira dan Gilang di koridor depan toilet tadi. Hal itulah yang membuatnya terus menggoda sahabatnya yang selama ini di kenal tak pernah dekat dengan cowok karena pemalu. Tapi tadi Riri bisa melihat bagaimana raut wajah Safira saat berinteraksi dengan Gilang. Dia jadi semakin yakin kalau sahabatnya itu telah jatuh cinta. "Apaan, sih, biasa, aja, deh," sahut Safira, tapi dia sendiri masih tak bisa menyembunyikan wajahnya yang malu dan tak dapat dimungkiri bahwa perasaannya memang senang setiap kali mengingat moment-moment-nya bersama Gilang. Setelah memakai sapu tangannya, Gilang tak langsung mengembalikannya. Katanya, dia ingin mencucinya sendiri sebagai be
Baca selengkapnya

Bab 19

Safira menemukan bungkusan hitam menggantung di pagar kosannya. Isinya terdapat bungkusan dan teh gelas--bungkusan itu sepertinya bungkusan nasi.  Gilang membelikan semua untuknya. Safira mengamati sekitarnya. Mencari keberadaan Gilang, tapi sepertinya lelaki itu memang sudah tak ada. Cewek itu pun masuk ke dalam dengan membawa bungkusan itu. Di dalam kamar, Safira mengirimi Gilang pesan. Safira: Makasih nasi gorengnya. Tau aja gue laper. Gilang: Tau dong ... Aku kan malaikat penolongmu ...Safira terpaku membaca kalimat di pesan itu.Gilang menggunakan kata 'aku kamu'. Untuk sesaat, jantungnya berdegup kencang. Tapi dia berusaha menetralkan perasaannya dan membalas pesan itu dengan tenang. Safira: Tapi sebenarnya lo nggak perlu repot-repot ngasi makanan segala. Gue jadi nggak enak. Gilang: Nggak pa-pa. Itu sebagai ucapan terima kasih gue ke lo. Gilang kembali menggunakan 'lo gue'. Safira: Terima kasih buat a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status