All Chapters of Pendekar Pedang Naga: Chapter 181 - Chapter 190
310 Chapters
Lagi-Lagi Dia!
Matahari beranjak naik, Asoka tidak tidur sama sekali. Dia tidak tega membangunkan Fahma, gadis itu terlihat letih, apalagi perjalanan menuju kaki gunung masih terhitung lama. Asoka lebih dulu mandi untuk melepas penat sekaligus menghilangkan kantuk. “Kakang...” Fahma ternyata sudah bangun, tepat ketika Asoka keluar dari cekungan inti air terjun. Cepat-cepat Asoka menggebrak tanah dan membentuk tembok air. Dengan bantuan ilmu meringankan tubuh, Asoka segera mengambil pakaiannya yang tergantung di atas pohon pisang. “Kenapa tidak bilang kalau sudah bangun?” Asoka mendekati Fahma, wajahnya bersemu merah. “Tadi aku lihat Kakang mandi di sana, sepertinya enak. Tapi Kakang, Ama sempat ngelihat penampakan di tubuh Kakang, sebenarnya apa itu, bentuknya seperti belalai?” Asoka semakin malu, tapi dia coba mengalihkan perhatian. “Itu anugerah yang diciptakan Dewata, tapi hanya orang tertentu yang memilikinya.” “Tapi kenapa bentuknya lucu
Read more
Latihan Gulita
Batu besar di tepian sungai jadi perhatian Asoka, ujungnya lumayan runcing, sepertinya cocok jadi tempat istirahat untuk sementara waktu.Ini juga sebagai antisipasi jika pemuda itu tidak sengaja tertidur. Angin berhembus pasti menggoyahkan keseimbangan duduknya, dan ketika dia bangun, dia bisa kembali mengawasi Fahma.Tapi resikonya jika dia duduk di atas batu runcing itu, kemungkinan besar dia akan jatuh jika tidak benar-benar reflek mengatur keseimbangan.“Ah, hanya jatuh, toh bawahku tanah lumpur, bukan bebatuan kasar.” Asoka naik ke atas batu itu.Tak lama, pemuda itu tertidur dengan posisi duduk dan bersandar di batu besar dekat sungai. Angin malam hutan membuat matanya terkantuk-kantuk.Tengah malam, Asoka merasakan dingin menusuk tubuhnya.Hanya menggunakan baju biasa tentu tidak terlalu menghangatkan. Ingin sekali dia membuat api unggun, tapi hal tersebut hanya memancing perhatian hewan buas datang. Api selalu jadi pusat
Read more
Jangan Jumawa!
“Sialan, pendekar bertopeng itu lagi!” Asoka mendesis kesal,Cengkeraman tangan yang kuat sungguh merepotkan Asoka, dia tidak bisa bergerak karena cengkeraman pendekar bertopeng menggunakan kanuragan tingkat tinggi.Semakin merasa terdesak, pemuda berkuncir tidak tahu harus berbuat apa. Dia coba menyelimuti tubuhnya menggunakan zirah api amplifi tiga, tapi tidak mempan. Coba menaikkan kekuatan amplifi apinya, yang ada malah tangan Asoka terbakar.Kulit melepuh terkelupas hingga terlihat daging yang matang menjadi pemandangan indah pertarungan kali ini. Pendekar bertopeng hanya tertawa setelah berhasil membakar lengan kanan Asoka.“Sembuhkan dengan api biru,” ujar Gatra, dia keluar dari tubuh Asoka, lantas bertengger di sebuah pohon sekitar tempat pertarungan.Asoka sangat kesal, tapi dia berusaha meredam emosi.Bagaimanapun juga, bertarung dengan emosi hanya mengakibatkan kekalahan telak. Ini pertemuan keempat antara
Read more
Hutan Babel
Tak terasa, setelah berjalan lama, mereka akhirnya sampai di pintu masuk Hutan Babel daerah kaki gunung.Tubuh Asoka awalnya kaku karena efek samping energi hitam Topus, tapi karena pemanasan bersama pendekar bertopeng, Asoka bisa merasakan otot-ototnya kembali. Yang tadinya kurus dan lemah, kini sedikit berisi dan kuat.Dia mencoba jurus pemecah airnya di sebuah pohon beringin. Hasilnya tidak buruk, tapi masih belum memuaskan.“Kakang, ajari aku jurus itu!” Fahma meloncat-loncat ria, dia kegirangan seperti melihat sebuah mainan baru. Matanya berbinar seolah pukulan pemecah air adalah hal menyenangkan untuk dicoba.“Eh, eh, jangan belajar jurus itu ... lebih baik kau belajar membersihkan kulit singkong, atau mengupas pisang. Siapa tahu suamimu nanti tidak bisa mengupas kulit pisang.”“Pelit!”Gadis kecil itu memanyunkan bibirnya, Asoka hanya menanggapinya dengan kekehan ringan.Hari keempat perjalan
Read more
Merpati Kesayangan
Beberapa menit menysuuri hutan, ada empat gagak hitam besar yang mengintai dari ranting sisi kanan hutan. Sepertinya mereka sudah mengintai lama sejak Asoka dan Fahma masuk ke garis batas tanpa cahaya.“Kakaaaaangg!” Fahma berteriak ketakutan dan mata gagak itu tiba-tiba menyala merah.Asoka reflek melepas selendangnya agar Fahma bisa menutupi matanya dengan selendang tersebut. Usai memastikan gadis kecil itu aman dari jangkauan serangan gagak, Asoka maju tiga langkah, lantas menantang mereka beradu serangan.Ketiganya bertarung melawan Asoka hingga membuat tangannya kembali berdarah. Salah satu paruh gagak berhasil mengoyak punggung tangan kanan Asoka, tapi luka itu tidak bertahan lama. Api biru segera meregenerasi kulit yang koyak.“Dasar bedebah! Kalian tidak lebih pintar dari Gatra!” Teriakan Asoka tak sengaja memancing kekesalan Gatra, roh siluman mustika segera mengambil kayu dan melemparnya ke kepala Asoka.“Pem
Read more
Asap Dari Kejauhan
Siang setelah menyusuri garis depan Hutan Babel, Asoka kembali dibuat heran. Sama sekali tidak terasa aura pendekar bertopeng, padahal pemuda itu ingin sekali melanjutkan pertarungannya yang dirasa belum selesai.Di kiri-kanan Hutan Babel yang kata Ki Langkir Pamanang adalah hutan angker, tidak sekalipun terasa aura mistis. Siluman dan dedemit penghuni hutan lain tidak terdengar.“Tidak mungkin para siluman bersembunyi, mereka pasti menyerangku jika aku menampakkan diri.” Asoka coba mendeteksi suasana.Lumrahnya, siluman penjaga hutan akan langsung bereaksi begitu merasakan energi manusia di tempat mereka tinggal. Tidak peduli pendekar atau tidak, para siluman akan menyerang tanpa menunggu aba-aba dari raja mereka.Tapi hutan ini berbeda, aura hitam siluman tidak terasa sama sekali. Asoka ingin sekali bertemu salah satu dari mereka, lantas menundukkan mereka dengan haki raja, tapi tidak satu pun siluman muncul.“Apa mungkin hutan
Read more
Dikepung 5 Anggota Sekte
Asoka memandangi Fahma sejenak sambil menyunggingkan senyum kecil. Tapi ketika gadis itu ingin membuka penutup matanya, Asoka segera melarang dengan alasan hal ini merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan Fahma.Seberapa manisnya gadis kecil itu, matanya tetap membuat Asoka takut. Oleh sebab itulah, Asoka menyuruhnya untuk tidak melepaskan penutup matanya.“Mataku seram ya,” sedih Fahma dengan muka cemberut. “Ini kekurangan terbesarku, Kakang. Jangan takut ya, mukaku kan lucu.”Asoka sangat suka dengan keceriaan gadis itu. Dibalik mata kirinya yang agak aneh, wajahnya cukup manis. Kali ini Gatra bisa menahan sifat bodohnya, tidak mimisan ketika Asoka berdiri sembari memegang tangan seorang gadis.Gagak itu cenderung mesum, tapi sangat lemah jika harus bersanding dengan perempuan cantik.Tragedi mimisan sempat terjadi beberapa kali, apalagi ketika Asoka sedang duduk berdua bersama Rara di ruang tabib perguruan. Gatra se
Read more
Benar, Itu Memang Dia!
“Kakang, aku takut,” Fahma hampir menangis melihat kebrutalan serangan pendekar tengkorak merah. “Kakek itu bisa mati kalau kena tendangan musuh. Dia dikeroyok lima orang.”Asoka sadar kalau selama ini Fahma tidak pernah melihat kekejaman pendekar yang haus darah. Menurut cerita Ki Langkir, seminggu setelah kelahirannya, ibu Fahma menitipkannya ke Ki Langkir Pamanang agar diramu oleh seorang tabib tua yang dua tahun lalu meninggal.Sebenarnya ibu Fahma tidak tega melakukan hal itu, tapi dia lebih menyesal jika melihat anaknya diasuh oleh orang-orang Sekte Tengkorak Merah dan Perguruan Elang Hitam.Jika itu terjadi, bisa dipastikan gadis kecil itu tidak memiliki masa depan karena dia akan dijadikan budak belia oleh orang-orang aliran hitam. Hal itu sudah terbayang dalam benak ibunda Fahma, dan karena itulah, dia lebih memilih menitipkan putri tunggalnya pada Ki Langkir Pamanang sesaat sebelum meninggal karena racun panah.Bertindak
Read more
Arwah Pendendam
Asoka segera memasang kuda-kuda, dia merasakan apa yang Fahma rasakan. Tapi sebelum pemuda itu bergerak, Gatra lebih dulu mengingatkan.“Kau tidak bisa melihatnya, Soka. Meskipun memiliki mata batin pendekar naga, matamu tidak bisa disejajarkan dengan mata gadis itu. Roh merah yang menyerangmu adalah arwah gentayangan korban yang dibunuh orang-orang tengkorak merah.”Suara telanan ludah terdengar singkat, Asoka tidak paham bagaimana dia bisa melawan roh merah itu seorang diri, sementara Gatra terikat janji dengan Ki Langkir Pamanang bahwa gagak itu tidak boleh membantu Asoka sebelum pemuda berkuncir menginjakkan kaki di padepokan.“Guru, bagaimana kau bisa tahu tentang mata aneh milik Fahma? Kau jangan-jangan mengintip Fahma pas lagi mandi atau tidur ya, mengaku sajalah!” Asoka tiba-tiba tersenyum aneh.“Matamu! Aku sudah hidup 500 tahun lebih lama darimu, Bodoh! Mana ada aku mata keranjang, melihat perempuan cantik saja aku
Read more
Dendam Belasan Tahun
Karena merasa terancam, Asoka segera lari menuju arah berlawanan. Dia tidak ingin tertangkap oleh pria itu. Fahma digendongnya menghadap belakang."Tetap tutup matamu, Adik! Dia bukan pendekar abal-abal. Jangan kau tatap matanya atau kau bisa pingsan karena tidak kuat menahan aura intimidasinya! Tangkupkan tanganmu ke muka dan tetap bersandar di bahuku!”Mereka terus berlari dan berlari, tanpa tahu tujuan harus kemana. Energi kuat yang tadi dirasakan Asoka, terasa semakin dekat. Jaraknya hanya beberapa tombak."Sial! Apa yang harus aku lakukan, Guru?" Tanya Asoka sembari tetap berlari, tapi sayangnya, Gatra tidak mau membantu Asoka, meski hanya memberi solusi atas permasalahan ini.“Dia sedang bertarung, tapi kenapa dia mengejarku? Apa dia tidak khawatir dengan murid padepokan? Lima anggota sekte masih ada di sana, dan dia mengabaikan mereka begitu saja?”Pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang di benak
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
31
DMCA.com Protection Status