Siang setelah menyusuri garis depan Hutan Babel, Asoka kembali dibuat heran. Sama sekali tidak terasa aura pendekar bertopeng, padahal pemuda itu ingin sekali melanjutkan pertarungannya yang dirasa belum selesai.
Di kiri-kanan Hutan Babel yang kata Ki Langkir Pamanang adalah hutan angker, tidak sekalipun terasa aura mistis. Siluman dan dedemit penghuni hutan lain tidak terdengar.
“Tidak mungkin para siluman bersembunyi, mereka pasti menyerangku jika aku menampakkan diri.” Asoka coba mendeteksi suasana.
Lumrahnya, siluman penjaga hutan akan langsung bereaksi begitu merasakan energi manusia di tempat mereka tinggal. Tidak peduli pendekar atau tidak, para siluman akan menyerang tanpa menunggu aba-aba dari raja mereka.
Tapi hutan ini berbeda, aura hitam siluman tidak terasa sama sekali. Asoka ingin sekali bertemu salah satu dari mereka, lantas menundukkan mereka dengan haki raja, tapi tidak satu pun siluman muncul.
“Apa mungkin hutan
Asoka memandangi Fahma sejenak sambil menyunggingkan senyum kecil. Tapi ketika gadis itu ingin membuka penutup matanya, Asoka segera melarang dengan alasan hal ini merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan Fahma.Seberapa manisnya gadis kecil itu, matanya tetap membuat Asoka takut. Oleh sebab itulah, Asoka menyuruhnya untuk tidak melepaskan penutup matanya.“Mataku seram ya,” sedih Fahma dengan muka cemberut. “Ini kekurangan terbesarku, Kakang. Jangan takut ya, mukaku kan lucu.”Asoka sangat suka dengan keceriaan gadis itu. Dibalik mata kirinya yang agak aneh, wajahnya cukup manis. Kali ini Gatra bisa menahan sifat bodohnya, tidak mimisan ketika Asoka berdiri sembari memegang tangan seorang gadis.Gagak itu cenderung mesum, tapi sangat lemah jika harus bersanding dengan perempuan cantik.Tragedi mimisan sempat terjadi beberapa kali, apalagi ketika Asoka sedang duduk berdua bersama Rara di ruang tabib perguruan. Gatra se
“Kakang, aku takut,” Fahma hampir menangis melihat kebrutalan serangan pendekar tengkorak merah. “Kakek itu bisa mati kalau kena tendangan musuh. Dia dikeroyok lima orang.”Asoka sadar kalau selama ini Fahma tidak pernah melihat kekejaman pendekar yang haus darah. Menurut cerita Ki Langkir, seminggu setelah kelahirannya, ibu Fahma menitipkannya ke Ki Langkir Pamanang agar diramu oleh seorang tabib tua yang dua tahun lalu meninggal.Sebenarnya ibu Fahma tidak tega melakukan hal itu, tapi dia lebih menyesal jika melihat anaknya diasuh oleh orang-orang Sekte Tengkorak Merah dan Perguruan Elang Hitam.Jika itu terjadi, bisa dipastikan gadis kecil itu tidak memiliki masa depan karena dia akan dijadikan budak belia oleh orang-orang aliran hitam. Hal itu sudah terbayang dalam benak ibunda Fahma, dan karena itulah, dia lebih memilih menitipkan putri tunggalnya pada Ki Langkir Pamanang sesaat sebelum meninggal karena racun panah.Bertindak
Asoka segera memasang kuda-kuda, dia merasakan apa yang Fahma rasakan. Tapi sebelum pemuda itu bergerak, Gatra lebih dulu mengingatkan.“Kau tidak bisa melihatnya, Soka. Meskipun memiliki mata batin pendekar naga, matamu tidak bisa disejajarkan dengan mata gadis itu. Roh merah yang menyerangmu adalah arwah gentayangan korban yang dibunuh orang-orang tengkorak merah.”Suara telanan ludah terdengar singkat, Asoka tidak paham bagaimana dia bisa melawan roh merah itu seorang diri, sementara Gatra terikat janji dengan Ki Langkir Pamanang bahwa gagak itu tidak boleh membantu Asoka sebelum pemuda berkuncir menginjakkan kaki di padepokan.“Guru, bagaimana kau bisa tahu tentang mata aneh milik Fahma? Kau jangan-jangan mengintip Fahma pas lagi mandi atau tidur ya, mengaku sajalah!” Asoka tiba-tiba tersenyum aneh.“Matamu! Aku sudah hidup 500 tahun lebih lama darimu, Bodoh! Mana ada aku mata keranjang, melihat perempuan cantik saja aku
Karena merasa terancam, Asokasegera lari menuju arah berlawanan. Dia tidak ingin tertangkap oleh pria itu. Fahmadigendongnya menghadap belakang."Tetap tutup matamu, Adik!Dia bukan pendekar abal-abal. Jangan kau tatap matanya atau kau bisa pingsan karena tidak kuat menahan aura intimidasinya! Tangkupkan tanganmu ke muka dan tetap bersandar di bahuku!”Mereka terus berlari dan berlari, tanpa tahu tujuan harus kemana. Energi kuat yang tadi dirasakan Asoka, terasa semakin dekat. Jaraknya hanya beberapa tombak."Sial! Apa yang harus aku lakukan, Guru?" Tanya Asokasembari tetap berlari, tapi sayangnya, Gatra tidak mau membantu Asoka, meski hanya memberi solusi atas permasalahan ini.“Dia sedang bertarung, tapi kenapa dia mengejarku? Apa dia tidak khawatir dengan murid padepokan? Lima anggota sekte masih ada di sana, dan dia mengabaikan mereka begitu saja?”Pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang di benak
Malik dan empat anak buahnya tahu jikatingkat kependekaran Kusuma lebih tinggidari tingkat kependekaran mereka. Tapi anehnya,mereka tetap nekat menyerang karena yakin akan menang jika bertarung lima lawan satu. “Sungguh keputusan bodoh! Bahkan sepuluh pendekar kahyangan awal tidak bisa mengalahkan seorang pendekar tingkat naga!” Kusuma membatin, dia siap melontarkan semburan api. “Awas dia dari atas!” Malik menghentak tanah dengan kaki kanan, dia menerbangkan empat anak buahnya ke empat arah berbeda. Mereka memulai serangan pertama dengan Malik menjadi pusat formasi. - Sirkel Ranjau Abang -Formasinya sangat apik,Kusuma sampai dibuat tertegun. Padahal, lima tahun lalu formasi tersebut masih belum sempurna dan sangat kacau. Hanya butuh waktu lima tahun, Malik dan empat anak buahnya berhasil menyempurnakan formasi yang menggunakan elemen api amplifi empat itu. Kelimanya maju bersamaan dari segala sisi, mengincar tengkuk, l
Beberapa menit berlalu.Enam orang di depan aula padepokan terus beradu kesaktian, lima orang pendekar kahyangan awal, melawan satu orang pendekar naga.Ledakan demi ledakan terjadi, beberapa siluman yang tadi sempat terlihat mengintip dari kejauhan, mendadak hilang karena begitu dahsyatnya efek samping pertarungan mereka.“Teknik Tengkorak Merah - Api Jayandaru!”Malik beserta empat anggota sekte yang lain menyemburkan api kuning dari mulut mereka. Semburan api itu sedikit berbeda karena mereka membubuhkan jarum-jarum kecil yang ditembakkan di sela-sela menyemburkan api.Kusuma menghentakkan kakinya ke tanah dan membuat tameng untuk berlindung dari serangan api tengkorak merah.“Perisai Batangkup! Keluarlah, iblis api Kaja!”Sosok burung elang membawa pecut listrik keluar dari punggung Kusuma, pria itu berteriak keras menahan sakit. Satu pecutan Kaja menimbulkan gelombang energi raksasa. Beberapa atap gubu
Pertarungan berlangsung sengit. Ledakan demi ledakan terjadi. Tidak ada yang mau mengalah. Mereka sama-sama hampir kehabisan tenaga, itu terlihat dari nafas mereka yang mulai tidak beraturan hingga beberapa pendarahan di bagian hidung dan mulut.Hingga Asoka sampai di sebuah pohon beringin agak jauh dari padepokan, pertarungan masih terus membara. Pemuda itu menyuruh Fahmamenutup matanya agar tidak terkena hawa akibat pertarungan enam orang sakti di sana.Sembari mengawasi Fahma, pemuda berkuncir mulaimengatur nafasnya pelan agar energi alam dalam tubuhnya bisa menjadi anti-racun untuk hawa ini. Dia juga minta tolong ke Gatra agar membentuk perisai energi guna melindungi Fahma.Blar! Blar! Blar!Ledakan kembali terjadi di tiga titik berbeda. Gempa kecil terasa di tanah pijakan Asoka. Fahmamenangis dan secepat kilat Asokamembungkam mulut gadis kecil itu."Tahan, Fahma ... jangan teriak dulu, bisa-bisa
“Jangan kabur, Kisanak! Guru Kusuma tidak mengizinkan kau pergi dari hutan ini!”Tiga orang pendekar mengejar Asoka yang menggunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Meskipun begitu, ketiganya bergerak lebih cepat karena tenaga yang masih penuh. Sedangkan Asoka, semakin lama, larinya semakin pelan.Fahma sadar kalau Asoka sudah sangat kelelahan. Dia masih menggantungkan tangan di leher pemuda berkuncir. Sempat ingin minta diturunkan agar tidak memberatkan beban Asoka, dia akhirnya sadar, turun dan berlari malah lebih merepotkan Asoka.Lebih baik gadis itu tetap berada di gendongan Asoka agar pemuda berkuncir bisa memastikan keamanan adiknya sendiri.Gatra yang dimintai tolong untuk memberikan energinya, tidak bergeming sedikitpun. Dia tahu kalau Kusuma adalah sosok pendekar bertopeng. Oleh sebab itulah, Gatra membiarkan Asoka tertangkap agar dibawa menuju padepokan.“Dia pasti tahu, tidak mungkin tidak. Tapi aneh, kalaupun t