Karena merasa terancam, Asoka segera lari menuju arah berlawanan. Dia tidak ingin tertangkap oleh pria itu. Fahma digendongnya menghadap belakang.
"Tetap tutup matamu, Adik! Dia bukan pendekar abal-abal. Jangan kau tatap matanya atau kau bisa pingsan karena tidak kuat menahan aura intimidasinya! Tangkupkan tanganmu ke muka dan tetap bersandar di bahuku!”
Mereka terus berlari dan berlari, tanpa tahu tujuan harus kemana. Energi kuat yang tadi dirasakan Asoka, terasa semakin dekat. Jaraknya hanya beberapa tombak."Sial! Apa yang harus aku lakukan, Guru?" Tanya Asoka sembari tetap berlari, tapi sayangnya, Gatra tidak mau membantu Asoka, meski hanya memberi solusi atas permasalahan ini.
“Dia sedang bertarung, tapi kenapa dia mengejarku? Apa dia tidak khawatir dengan murid padepokan? Lima anggota sekte masih ada di sana, dan dia mengabaikan mereka begitu saja?”
Pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang di benak
Malik dan empat anak buahnya tahu jikatingkat kependekaran Kusuma lebih tinggidari tingkat kependekaran mereka. Tapi anehnya,mereka tetap nekat menyerang karena yakin akan menang jika bertarung lima lawan satu. “Sungguh keputusan bodoh! Bahkan sepuluh pendekar kahyangan awal tidak bisa mengalahkan seorang pendekar tingkat naga!” Kusuma membatin, dia siap melontarkan semburan api. “Awas dia dari atas!” Malik menghentak tanah dengan kaki kanan, dia menerbangkan empat anak buahnya ke empat arah berbeda. Mereka memulai serangan pertama dengan Malik menjadi pusat formasi. - Sirkel Ranjau Abang -Formasinya sangat apik,Kusuma sampai dibuat tertegun. Padahal, lima tahun lalu formasi tersebut masih belum sempurna dan sangat kacau. Hanya butuh waktu lima tahun, Malik dan empat anak buahnya berhasil menyempurnakan formasi yang menggunakan elemen api amplifi empat itu. Kelimanya maju bersamaan dari segala sisi, mengincar tengkuk, l
Beberapa menit berlalu.Enam orang di depan aula padepokan terus beradu kesaktian, lima orang pendekar kahyangan awal, melawan satu orang pendekar naga.Ledakan demi ledakan terjadi, beberapa siluman yang tadi sempat terlihat mengintip dari kejauhan, mendadak hilang karena begitu dahsyatnya efek samping pertarungan mereka.“Teknik Tengkorak Merah - Api Jayandaru!”Malik beserta empat anggota sekte yang lain menyemburkan api kuning dari mulut mereka. Semburan api itu sedikit berbeda karena mereka membubuhkan jarum-jarum kecil yang ditembakkan di sela-sela menyemburkan api.Kusuma menghentakkan kakinya ke tanah dan membuat tameng untuk berlindung dari serangan api tengkorak merah.“Perisai Batangkup! Keluarlah, iblis api Kaja!”Sosok burung elang membawa pecut listrik keluar dari punggung Kusuma, pria itu berteriak keras menahan sakit. Satu pecutan Kaja menimbulkan gelombang energi raksasa. Beberapa atap gubu
Pertarungan berlangsung sengit. Ledakan demi ledakan terjadi. Tidak ada yang mau mengalah. Mereka sama-sama hampir kehabisan tenaga, itu terlihat dari nafas mereka yang mulai tidak beraturan hingga beberapa pendarahan di bagian hidung dan mulut.Hingga Asoka sampai di sebuah pohon beringin agak jauh dari padepokan, pertarungan masih terus membara. Pemuda itu menyuruh Fahmamenutup matanya agar tidak terkena hawa akibat pertarungan enam orang sakti di sana.Sembari mengawasi Fahma, pemuda berkuncir mulaimengatur nafasnya pelan agar energi alam dalam tubuhnya bisa menjadi anti-racun untuk hawa ini. Dia juga minta tolong ke Gatra agar membentuk perisai energi guna melindungi Fahma.Blar! Blar! Blar!Ledakan kembali terjadi di tiga titik berbeda. Gempa kecil terasa di tanah pijakan Asoka. Fahmamenangis dan secepat kilat Asokamembungkam mulut gadis kecil itu."Tahan, Fahma ... jangan teriak dulu, bisa-bisa
“Jangan kabur, Kisanak! Guru Kusuma tidak mengizinkan kau pergi dari hutan ini!”Tiga orang pendekar mengejar Asoka yang menggunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Meskipun begitu, ketiganya bergerak lebih cepat karena tenaga yang masih penuh. Sedangkan Asoka, semakin lama, larinya semakin pelan.Fahma sadar kalau Asoka sudah sangat kelelahan. Dia masih menggantungkan tangan di leher pemuda berkuncir. Sempat ingin minta diturunkan agar tidak memberatkan beban Asoka, dia akhirnya sadar, turun dan berlari malah lebih merepotkan Asoka.Lebih baik gadis itu tetap berada di gendongan Asoka agar pemuda berkuncir bisa memastikan keamanan adiknya sendiri.Gatra yang dimintai tolong untuk memberikan energinya, tidak bergeming sedikitpun. Dia tahu kalau Kusuma adalah sosok pendekar bertopeng. Oleh sebab itulah, Gatra membiarkan Asoka tertangkap agar dibawa menuju padepokan.“Dia pasti tahu, tidak mungkin tidak. Tapi aneh, kalaupun t
Barok dan dua rekannya merasakan aliran energi aneh dari dalam air terjun. Ada getaran yang timbul dari bebatuan. Pepohonan mulai menggugurkan daunnya. Perhatian mereka teralihkan oleh efek samping energi alam raksasa yang terhisap ke dalam tubuh Asoka.Merasa ada yang aneh dengan musuh, Barok segera memperingatkan pendekar keriting, tapi sepertinya terlambat. Asoka lebih dulu bergerak menggunakan Ajian Sepuh Angin.“Banu, awas!” Teriak dua kawan pendekar keriting yang melihat Asoka tiba-tiba berada di belakangnya.Pukulan telak di leher belakang membuat lelaki bernama Banu itu pingsan seketika.“Tidak perlu emosi. Dia hanya pingsan sekian menit. Aliran darahnya aku hentikan beberapa saat, dia terlalu menyusahkan kalau dibiarkan sadar.” Asoka mulai berlagak sombong.Tapi tak apa, Gatra bisa memaklumi. Tidak selamanya sombong berarti buruk. Bahkan, terkadang sombong itu perlu dilakukan untuk menakuti dan membuat gentar lawan,
Dulu di Perguruan Kabut Butana, pukulan ini menjadi satu jurus andalan murid-murid perguruan. Hampir setiap hari mereka melatih pukulan ini. Salah satu syarat agar bisa naik tingkat ke sabuk merah, adalah berhasil menjebol batang pohon beringin tebal hanya dengan satu kali pukul.Sementara mereka yang sudah mengantongi sabuk merah, harus berhasil meretakkan perisai energi perguruan jika ingin naik tingkat jadi pendekar sabuk putih, lantas menjadi murid senior yang diberi izin melatih murid-murid lain.Selain memiliki daya hancur hebat, teknik pemecah air bisa digunakan untuk menghentikan aliran darah musuh.Orang-orang setingkat Asoka dan Bayu masih belum menguasai Totok Pemecah Air, mereka belum bisa menstabilkan energi ke seluruh tubuh.Jika Pukulan Pemecah Air mengalirkan energi ke seluruh lengan yang dipusatkan ke telapak kanan, Totok Pemecah Air jauh lebih sulit. Penggunanya harus bisa mengalirkan energi ke ujung jari telunjuk hingga batas maksimal,
Krak!Rintihan terdengar lirih bersahutan dengan suara tawa penuh kemenangan. Pukulan kanuragan Barok mengincar bagian luar tubuh, tepat di tulang rusuk bagian kanan. Barok tidak memberi kesempatan Asoka untuk mengeluarkan api biru penyembuhan.“Jangan membangkitkan amarah murid padepokan! Aku tidak peduli siapa dirimu, Guru sudah memberi titah. Perburuan ini harus berhasil!” Barok mengerang, dia memaksa tubuhnya melampaui batas kemampuannya.Asoka kewalahan karena Barok tidak mau menghentikan serangan, dia terus berusaha menghindari hujaman vertikal Barok, sesekali dia menghindar, tidak jarang pula menggulingkan tubuh di tanah.Sambil memegangi pinggul kanannya yang sakit, pemuda berkuncir terus bergerak. “Fahma ... lepaskan selendangmu, ini sudah termasuk kategori darurat!”Melihat Asoka kesakitan, Fahma langsung menangis. Tiba-tiba keluar cahaya hijau dari matanya yang tertutup selendang Asoka.Barok yang diselimut
Sebelum tubuh Fahma mengkerut, matanya kembali memancarkan cahaya hijau pekat. Asoka tidak peduli dengan keadaan, dia tetap duduk memangku Fahma walau cahaya itu menebas tubuhnya berulang kali.Tapi kali ini sedikit berbeda. Cahaya yang terpancar tidak melukai siapapun, hanya ada percikan api yang tersebar di sekitaran Hutan Babel. Dari seluruh penjuru, terdengar derap kaki gerombolan binatang buas.Asoka coba memastikan hal ini pada Gatra, tapi sang gagak tetap hening tidak menjawab.“Tidak, ini bukan binatang buas,” ujar Gatra yang sadar jika getarannya aneh. “Terasa gelombang energi aneh, binatang buas tidak mungkin memancarkan gelombang seperti ini.”“Jangan katakan ini adalah efek samping cahaya hijau mata Fahma...” Asoka coba menebak, dia masih meyakini ucapan Ki Langkir bahwa kekuatan mata Fahma bisa menarik perhatian siluman-siluman hutan.Gino belum kunjung bangun dari pingsannya. Bono juga masih merinti
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As