Semua Bab Pasutri Jadi-jadian: Bab 21 - Bab 30

185 Bab

21. Rumput Liar Ketiban Sial

Nuning membaca daftar belanja titipan emaknya. Menuju lapak ikan dan melihat Parman berjualan. Ingin pindah lapak, tapi Parman yang congornya tk kalah ramai dari toa masjid itu keburu memanggilnya, “Nuning! Apa kabar? Wah ..., udah lama banget nih nggak ketemu. Kamu masih aja kayak dulu, kirain bakal ada perubahan yang gimanaa gitu,” candanya rese. Nuning pura-pura sibuk memilih ikan. Ia sudah lama kenal Parman, cowok menyebalkan itu akan stop sendiri mengoceh kalau tak ditanggapi. Tapi, bukan Parman namanya kalau mulutnya nggak nyap-nyap menggali dan mengumbar berita, tak peduli rumor atau fakta. Bakat terpendamnya jadi presenter gosip, tak didukung saja oleh nasib. “Eh, aku ketemu Jaka waktu itu, katanya dia cuma mau nganterin kamu pulang, terus balik lagi ke Jakarta sendirian. Kok gitu? Emangnya kamu nggak betah hidup di sana, terus ogah lagi ikut dia? Mau tinggal misah, gitu? Cuma buat sementara atau seterusnya?” “Yang ini berapa sekilo?” Nuning mengabaik
Baca selengkapnya

22. Hati Yang Gembira Adalah Obat

“Kamu jadi gelandangan dong?” komentar Hobbie usai mendengar cerita Nuning saat mereka udah akur, tentang kartu nama Ayu yang hilang dan ranselnya yang raib diambil orang. “Yang penting kamu punya duit kan? Tenang aja, selagi ada duit pasti ada solusinya! Cari aja kos-kosan murah. Kalau soal baju ganti, beli aja di Tanah Abang banyak kok harga grosiran, yang bekas juga murah cuma lima ribuan,” ujar Hobbie menyemangati teman barunya. Tapi kemudian tepok jidat begitu Nuning memperlihatkan isi dompetnya. “Astaganaga. Nekat amat kamu ke Jakarta cuma berbekal duit segini doang?” katanya sambil geleng-geleng. “Sudahlah. Aku bisa numpang tidur di stasiun Gambir, pura-pura jadi penumpang nungguin jadwal kereta. Yang penting bukan di kolong jembatan atau emperan toko, biar nggak diciduk Satpol PP dikira gembel,” ujar Nuning miris kepada diri sendiri. “Lah, tampilanmu sekarang aja nggak ada bedanya sama gembel kok. Yang ada kamu ntar diciduk satpam stasiun terus diseto
Baca selengkapnya

23. Hero Padahal Zero

Nuning lunglai di kasurnya bukan karena sakit, tapi karena telepon dari emaknya yang nangis-nangis, mengabari kalau Bambang ketiban rumah mereka yang rubuh, dan saat ini sedang berada di kamar bedah. “Tapi Mas Bambang nggak kenapa-napa kan, Mak?” “Ndak kenapa-napa gimana tho, Nduk? Lah wong kepalanya mandi darah gitu, kok! Haduh ..., padahal masmu rencananya mau kawin bulan depan!” Lalu telepon diambil alih bapaknya, karena si emak malah sibuk menangis ketimbang berbicara. “Tenang, Nduk. Dokter bilang luka di kepalanya memang perlu banyak jahitan, tapi nggak sampai melukai organ yang vital, otak dan mata misalnya. Tapi ya namanya luka di kepala, masmu bakal butuh istirahat sedikit lebih lama. Terpaksa masmu cuti kerja. Terus, nga-nganu ...,” untuk sejenak Pak Priyo terdengar kikuk, “rumah kita kan rubuh atapnya, perlu lekas diperbaiki, ta-tapi nganu, Nduk ..., Bapak ndak punya duit. Bapak mau pinjam dulu sama kamu. Kan waktu itu kamu bilang kalau Jaka
Baca selengkapnya

24. Simbiosis Mutualisme

"Maaf, Hobbie bikin kamu nggak nyaman tadi. Kurasa dia nggak bermaksud seperti itu," ujar Vincent dengan teramat sopan saat mengantar Nuning pulang sampai lobi. "Sebetulnya aku ingin bicara langsung denganmu, tapi kebetulan, aku masih ada urusan mendesak. Biar Hobbie yang mewakiliku. Dia akan menjelaskan padamu nanti," katanya sembari membuka pintu sebuah Camry hitam yang menjemput Nuning. Nuning terdiam, sibuk mengagumi ketampanan paripurna di depannya. "Masuklah," tegur Vincent membuyarlkan lamunannya. "Selamat beristirahat," ujar pria itu sebelum menutup  pintu mobil. Sedan mewah itu mulai melaju meninggalkan lobi, tapi Nuning masih menoleh ke belakang. Vincent terlihat masih melambaikan tangan, lalu kembali masuk ke dalam hotel.  "Waah, akhirnya ..., untung saja kita datang tepat waktu. Hampir saja kacau," desah Hobbie terlihat lega. Mengabaikan Nuning yang masih belum benar-benar memahami apa yang sebenarnya terjadi."Bingung ya? Ntar aja k
Baca selengkapnya

25. Status Palsu

Nuning pikir kerja jadi pembantunya Vincent alih-alih mengerjakan tugasnya sebagai IRT itu bakal asyik-asyik aja. Nyatanya, Nuning sering dibuat kelimpungan. Vincent ternyata amat pemilih dan tak punya jadwal makan yang jelas. Tapi begitu lapar, maunya cepat tersedia. 'Emangnya aku ini jinnya Aladdin,' batinnya dongkol. Untunglah Vincent penyuka buah dan sayur. Nuning tinggal bikin jus atau salad. Kecuali kalau tiba-tiba dia menginginkan pasta. Untunglah Hobbie sempat mengajarinya memasak aneka olahan pasta sebelum berangkat ke Amerika. Tak peduli sedang apa, pokoknya kalau juragan sudah memanggil, Nuning kudu setor muka, meski cuma buat ditanya hal yang penting nggak penting, “Lihat kacamataku, nggak?” Sementara si kacamata yang dicari lagi nangkring di kepalanya. Atau, “Tolong bikinin kopi.” Padahal secangkir kopinya sudah nangkring di meja kerjanya sejak kapan tahu. Dan dia selalu bertanya tanpa pernah menatap wajah Nuning. Tatapannya selalu lurus ke layar laptop
Baca selengkapnya

26. Cinderella Tanah Abang

Nuning lagi asyik-asyiknya ngemplok makanan ndeso yang dahsyat banget nikmatnya kala bel pintu berbunyi. Terpaksa menyudahi acara makan siang dan mematikan video rekamannya karena bunyi belnya tak kunjung henti. Tak mungkin itu Vincent karena masih di Italia, dia tak bakal pencet bel segala karena ini kan rumahnya sendiri.Nuning mengintip siapa tamunya lewat lubang pintu, terperanjat begitu melihat penampakan Nyonya Rose di sana. Demi tuyul gundul yang nggak pernah gondrong... Apa pula yang membawa mertuanya kemari?! Iapun ngibrit mencuci mukanya. Untung mukanya udah terawat, meski cuma dibedakin dan pakai lipstik aja udah kelihatan segar, padahal belum mandi. Rambutnya juga udah lama pamitan sama ketombe karena tak luput dari perawatan. Jadi sekarang rambutnya pada kalem dan nurut aja pas disisir, nggak kaku kayak sapu ijuk lagi.Nyonya Rose bersedekap dan memandanginya dengan masam saat Nuning membuka pintu. “Lama amat?” ketusnya sambil memasuki
Baca selengkapnya

27. Tak Kenal Makanya Kenalan

Nuning termangu di jendela ruang tamu. Memandangi hujan yang nggak kelar-kelar. Hujan badai yang mengguyur Jakarta biasanya bikin Nuning senang. Tapi itu dulu, saat ia masih jadi ojek payung. Sekarang ia justru cemas bukan kepalang, sebab Nyonya Rose memaksa mereka menginap saja, artinya ia harus sekamar dengan Vincent. Dan bukannya menolak, Vincent malah setuju. Alasannya, jarak pandang yang pendek akibat lebatnya curah hujan bisa membahayakan saat menyetir.“Ngapain masih di sini?” tegur Vincent ngagetin. “Ayo,” ajaknya seraya meraih pergelangan tangan Nuning dan membawanya ke kamar yang fasilitasnya nggak kalah nyaman dengan kamar hotel berbintang.Vincent sudah mengganti pakaiannya dengan piyama. “Tidurlah duluan, aku masih ada kerjaan. Ganti bajumu dengan piyama yang di lemari,” katanya sembari membuka dan menyalakan laptop, lalu larut dalam pekerjaannya.“Mau kubuatin susu atau teh?” tanya Nuning menawari. Da
Baca selengkapnya

28. Demi Kentutmu Yang Bau

Vincent nganterin dokter Jinot yang super tampan sampai teras rumah. Para asisten rumah tangga yang berpapasan dengan mereka lekas memasang kacamata hitamnya lalu mengangguk hormat. Ketampanan dokter Jinot memang semenyilaukan itu. Dokter Jinot memberitahu apa saja hal yang harus dilakukan terkait kesehatan Nuning. "Tolong dijaga baik-baik makanan dan pola olahraganya ya? Tapi, apa kamu yakin nggak apa-apa mencium bau kentutnya yang seperti itu? Kalau emang nggak kuat, jangan memaksakan diri  tetap tidur sekamar, setidaknya sampai bau kentutnya normal. Nanti yang ada pas istrimu sembuh, ganti kamu yang pingsan karena lemas," nasihat dokter Jinot setengah bercanda, yang disahuti Vincent dengan tawa. "Nggak masalah kok, Dok. Saya sudah pesan masker khusus untuk mengatasinya. Istri sedang sakit, masa malah ditinggal sendirian..."Dokter Jinot manggut-manggut salut. "Hebat, kamu pasti sangat mencintainya, sampai sanggup menanggung bau sebusuk itu,"
Baca selengkapnya

29. Selamat Tinggal Masa Lalu

Nuning uring-uringan karena Vincent menambah masa tinggal di rumah orangtuanya. Jadi udah lebih dari sebulan ini nggak bebas mau ngapa-ngapain. Jadwal makan dan porsinya jadi diatur oleh si koki, sesuai arahan dokter Jinot katanya. Padahal mana kenyang Nuning makan cuma seuprit. Percuma digaji banyak kalau buat makan aja disusah-susahin macem sekarang. Belum lagi jadwal therapy yang wajib dilakoninya. Bahkan Vincent mendatangkan Personal Trainer untuk mendampinginya olah raga bareng Nyonya Rose. Nuning tiba-tiba kepingin kabur sebentar. Tapi Vincent yang rencananya mau ada rapat di luar, malah nggak jadi. Padahal Nuning lagi suntuk-suntuknya. Maka saat Vincent lagi asyik-asyiknya terbuai grafik dan gambar balok dalam laptopnya, Nuning menyelinap keluar rumah naik ojek yang dipesannya secara online, tapi abang ojeknya disuruh nungguin aja di pengkolan. Orang rumah nggak ada yang curiga dia mau nge-mall karena cuma pakai kaos oblong, celana pendek, sandal jepitan, dan
Baca selengkapnya

30. Harus Apple To Apple

“Kamu dimana sih?!” tanya Vincent terdengar marah saat Nuning mengangkat teleponnya. Setelah 99 panggilan sebelumnya ia abaikan. “Kantor Polisi,” sahut Nuning lugas. “Hah? Kantor apa? P-polisi?!” pekik Vincent di telepon sampai Nuning harus menjauhkan ponselnya dari kuping. “Dimana itu? Kujemput sekarang. Jangan kemana-mana!” perintahnya, lalu menutup telepon setelah Nuning memberitahu lokasinya. Nuning ketiduran di pojokan saat Vincent tergopoh-gopoh datang bersama pengacara untuk menjemputnya sejam kemudian. “Ayo pulang,” katanya dengan wajah sedingin es. Lalu melepas jas dan memakaikannya kepada Nuning. “Urusanmu sudah beres. Jangan diulangi. Bisa-bisanya kamu meninju dan menggigit Satpol PP? Emangnya kamu_? Ck. Sudahlah!” cecarnya sebelum menggandeng Nuning menuju mobil. Nuning memang habis berantem. Orang-orang melaporkan dirinya kepada petugas,  mengira ada orang gila lepas dari RSJ  Grogol nyasar ke Monas. K
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
19
DMCA.com Protection Status