Beranda / Semua / Dream first class / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Dream first class: Bab 21 - Bab 30

72 Bab

20. Rumah

Entah untuk mengalihkan topik atau sejenisnya, ajakan menikah dari yang kemarin-kemarin itu sudah mulai mengusik ketenanganku dimenit-menit terakhir. Saat ini kami sedang bermain dengan anak-anak. Esa menyiapkan satu kursi di tengah ruangannya. Mempersilahkan siapapun yang bersedia duduk di sana untuk menceritakan apapun yang mereka inginkan. Puzzle, Blok, rubik, buku teka-teki silang, dadu, bola karet, dan berbagai macam mainan lainnya yang sempat kami beli tadi disimpan oleh Esa sejenak. Tujuannya demi fokus kepada acara berikutnya. “Tes.” Itu suara Ajeng. Ia sudah duduk duluan di bangku tersebut. Membuat kami terkejut. Esa langsung menjalin kontak mata dengannya secara intens. “Kamu yakin?” “Yakin.” Kira-kira, begitu dialognya. “Oke, Ajeng. Apa yang kamu ingin ceritakan?” Ajeng menggeleng. Menatap ke sana ke mari sebelum menunjukkan senyum lebar kepada kami. Membuat penonton k
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-12-17
Baca selengkapnya

21. Orang kaya

Hari ini kegiatan belajar mengajar selesai. Anak-anak sudah tertawa, menangis, dan belajar banyak hal melalui bermain. Perut mereka bahkan sudah cukup terisi dengan buah-buahan dan makanan bergizi sebelum diantar pulang oleh Esa seperti biasa setelah bergiliran mengecup pipi dan keningku. Suara kompak yang berkata “dadah” kepadaku sambil melambaikan tangan, perlahan pudar dikejauhan malam.Aku terpaku. Kesadaran melayang. Mendadak merasa letih disekujur tubuh. Lesu. Kupikir banyak tertawa tadi dapat membuat suasana hatiku membaik. Nyatanya tidak. Tidak sama sekali. Jadi aku berusaha mengingat hal apa saja yang berhasil membuatku tertawa, dan itu membuatku tertawa lagi. Dengan cepat kututup kamar Esa. Menaruh kunci di bawah keset welcome-nya sebelum bergegas masuk ke dalam kamarku.Aku menghempaskan diri ke atas kasur. Memijat tengkuk dan pelipis dengan satu tangan lalu membiarkan resah menganggu ketenanganku sebentar. Kubawa tidur. Tenang. Setid
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-28
Baca selengkapnya

22. Halusinasi

“Sudah pesannya?” “Hm.” “Pesan apa?” “Burger. Lagi banyak diskon soalnya, gratis ongkir pula.” “Oh ….” Dagunya naik. Aku bisa melihat itu walau sedang ketagihan melihat tampilan menu lain yang terlihat lebih lezat dari yang kupesan tadi. “Nih, ada sms penting juga masuk tadi,” kataku. Mencoba tenang, setenang-tenangnya manusia di muka bumi ini. Ia menyodorkan minuman dingin dalam gelas panjang yang airnya berwarna caramel kepadaku. Aku menyesapnya perlahan, mencoba menyembunyikan tremorku sambil melipat kaki dengan anggun. Menunggunya mengecek sms tadi. “Sempat kamu baca?” “Hm, iya.” Dia jadi bingung mau menjawabnya bagaimana. “Sebenarnya itu untuk—” “Privasi kan? maaf, ya. Soal tadi kenapa aku lihat karena notifikasinya muncul begitu saja, jadi nggak bisa dihindari.” “Ah …. iya. Nggak apa-apa.” Dia bingung sekaligus merasa aneh. Sambil menggaruk-garuk pelipis dan menyesap minuman yang warnanya lebih pekat dariku, keresahannya pun dilontarkan. “Kamu nggak penasaran?” Aku b
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-07
Baca selengkapnya

23. Afeksi

“Sa, kita mau ke mana?” Ada anakan tangga kecil yang letaknya cukup tersembunyi dari ruang café. Esa mengajakku ke sana. “Ke atas. Aku punya ruangan pribadi di atas.” Persis seperti halusinasiku yang tadi. Bedanya sekarang kami tidak pakai berkelahi. Sampai di atas, sempat gelap dan menyeramkan sebelum berubah menjadi terang dan layak huni hanya karena Esa menyalakan lampunya. Nuansa dekornya minimalis seperti ruang tengah yang hanya memiliki sofa putih: meja hitam di tengahnya yang sempat ditaruh makanan tadi oleh Esa dan sebuah TV yang menempel di dinding. Lantainya dibuat dari kayu mengkilap. Di luar, setelah gordennya disingkap oleh Esa dan pintu yang terbuat dari kaca tersebut digeser olehnya, pemandangan kota terlihat lebih jelas di sana. Atap semen seluas sama dengan ruangan di dalam yang dibatasi pagar besi itu terlilit tangkai bunga mawar disepanjang relingnya. Tempat itu terbiasi cahaya bulan yang temaram juga kerlap-kerlip kota. Menghadap barat di mana hal itu bisa dija
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-07
Baca selengkapnya

24. I love you

Aku melamun cukup lama di atas tempat tidur dengan kaki bersila. Menggaruk kepala lalu mematikan alarm diponsel yang bergetar tepat pada pukul 11 pagi. Karena kasurku beberapa hari yang lalu kudempetan dengan jendela, gordennya langsung kubuka dan tanaman kaktus dengan pot kecil yang terletak di ambang jendela tersebut kusemprotkan air dalam botol spray bekas pengharum baju. “Selamat pagi, kaktus,” sapaku ramah. Memandanginya dengan penuh perhatian. “I love you,” kataku malu-malu. Rasanya memang agak menggelikan. Tapi tidak buruk juga. Sebelum bertambah malu dihadapan tuan kaktus, aku menutup muka dengan kedua tangan lalu melompat pergi dari tempat tidur. Ketika mandi, biasanya aku hanya menggosok badan menggunakan busa sabun dengan tidak bersemangat. Tapi mulai dari sekarang aku perlahan mencoba menyelingi kegiatan tersebut dengan bernyanyi. Bernyanyi sesuka hati sambil menyikat gigi. Pikiran dan suasana hati buruk tentu saja menghampiri, namun aku ingat tips tadi malam yang semp
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-07
Baca selengkapnya

25. Our daily activities

Aku tahu, rencana tidak pernah berjalan sesuai dengan ekpetasi manusia. Tapi beberapa mengatakan kita tidak boleh mengikuti arus. Mengalir seperti air. Terkesan seperti tidak punya pendirian. Namun beberapa lagi akhirnya membiarkan dirinya hanyut terbawa arus demi mendengarkan permintaan hati tentang apa yang sebenarnya dunia butuhkan dari mereka. Aku tidak mengerti apa yang diriku butuhkan saat ini. Mimpi seperti apa yang seharusnya aku kejar. Tujuan seperti apa yang sebenarnya aku inginkan. Apa yang membuat hari-hariku begitu kelabu meski sinar mentari selalu menembus kamarku setiap pagi. Aku melihat Esa. Tapi jiwaku mati untuk kesekian kalinya. Kupikir setidaknya aku masih bisa memiliki sedih sebagai rasa satu-satunya yang kupunya, tapi ternyata itu pun pergi dari hidupku. Aku hanya diisi kosong. Bertahun-tahun lamanya. “Hei,” tegur Esa yang tahu-tahu sedang memperhatikanku. Kami berdua berakhir duduk berdampingan di halaman belakang rumahnya yang baru. Aku baru sadar hari telah
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-07
Baca selengkapnya

26. Gagal Nikah

Sebelumnya, aku tidak pernah merasakan ini. Berada di tengah-tengah orang yang tidak punya ikatan keluarga denganku, namun selalu mampu menghangatkan suasana hati. Anak-anak mendirikan tenda dengan sangat akur meski sebelumnya sempat berkelahi. Mereka bahkan bisa tertawa-tawa seperti semula. Beda denganku waktu kecil. Perkelahian itu seolah menjadi sebuah permasalahan besar dan aku sulit untuk memaafkan orang lain.Ternyata kuncinya ada di orang dewasa. Seperti cara Esa tadi. Berusaha memberikan penjelasan serinci mungkin agar anak-anak paham kondisi apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya dan bagaimana cara bertoleransi antar sesama. Mereka mengerti, bahkan saling memahami.Aku jadi sempat berpikir tentang Esa. Dia punya selera humor yang baik, sifat yang baik, perilaku yang baik, daya refleksi yang bagus, pintar, kaya, dan menawan. Apakah aku pantas dengannya? Aku jadi bertanya-tanya tentang apa sebenarnya kelebihan diriku yang bisa membuat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-07
Baca selengkapnya

27. Penyakit miskin

“Jadi kemarin, aku nelfon papaku. Dia sempat kaget.”“Karena kamu bilang mau nikah.”“Itu juga, tapi lebih kagetnya lagi karena aku masih hidup.”“Kenapa?”“Ceritanya panjang. Singkatnya, aku sejak merantau ke sini sengaja ganti nomor supaya nggak bisa dihubungi. Aku sempat bikin janji lewat sms sama beliau bakal mengabari keadaan kalau aku sudah sukses nanti, tapi sekarang ternyata malah kasih kabar mau nikah. Jadi papaku marah. Beliau kira aku dihamili orang. Kalau bisa secepatnya aku di suruh pulang ke Manado dulu katanya.”Esa tenggelam di ambang kesadaran. Aku mengangkat bahu untuk memastikan keadaan.“Jadi…. gimana? Kita jadi nikah …. atau gimana?”“Jadi lah,” paparnya tegas. Nyaris menyemburkan jus jeruk yang sedang diminumnya.“Kita sama-sama pergi temui orang tuamu dulu, untuk minta restu.”“Yakin?”“Yakin.”“Kenapa?”Ia sedikit bingung. “Kok, kenapa?” lalu berjalan mengikutiku mengambil gelas di meja bar dekat kolam renangnya. Ia menuangkan jus jeruk itu untukku.“Karena seb
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-07
Baca selengkapnya

28. Butuh healing

Menangis. Aku menangis mengingat Esa sempat menitikkan air matanya tadi. Ini pertama kali dalam hidupku melihat seorang laki-laki kecewa berat seolah telah menaruh ekspetasi tinggi pada wanita. Aku sendiri bahkan merasa bersalah dan teramat kecewa pada diriku karena telah membuat orang baik dan pengertian sepertinya terluka. Dalam benak, seribu kali terulang dan mengucur dalam tangis, aku mengharapkan ia bertemu dengan wanita lain yang lebih sehat dan lebih layak bersanding dengannya. Jadi, setelah mengepak koper dan mengunci pintu, aku melihat layar ponselku sejenak, menekan tombol blokir pada kontaknya kemudian pergi dari kosan agar tidak ditemukan. Hari yang terik, tapi kakiku berjalan menyusuri jalan. Sesekali menjulurkan tangan di tepian trotoar untuk taksi kosong, sebelum akhirnya memilih perjalanan ke sebuah tempat yang jauh. Aku melamun dan supir taksi curiga padaku. Ia bertanya apakah aku sedang sakit atau tidak, atau mau ke mana? dengan raut khawatir. Aku tidak punya tujuan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-08
Baca selengkapnya

29. Pelukan hangat Jeeva beloam

Suasana hatiku berubah beberapa menit yang lalu. Yang tadinya ingin menjauhi manusia dan terbebas dari sinyal, kini malah menginginkan hal itu. Kamarnya kuperhatikan begitu besar dengan satu big bed di tengah-tengah ruangan. Lampunya temaram dan banyak sudut-sudut gelap. Belum lagi kamar mandinya yang berada di belakang ranjang, membuatku takut tidur sendirian. Tidak ada TV. Tidak ada sinyal. Sementara keadaanku kini jika sendiri akan sangat membahayakan. Lebih-lebih lagi aku lupa bawa obat antidepresan. Ingin menelpon dokterku, lagi-lagi terhalang sinyal.“Cara dapatkan sinyal di sini bagaimana, ya?”Orang-orang minum kopi dan berbicara, tapi suaranya seperti segerumbul lebah yang berdengung. Aku seperti tenggelam dalam cemas yang membuat asam lambungku naik. Untungnya pramutamu yang tadi menyahutiku.“Di atas bukit beloam. Ada apa, Mbak Noumi?”“Bisa kita ke sana sekarang?”Pak Ridwan selaku pramutamu yang sejak tadi menemaniku, kini menawarkan tangan untuk digenggam. Ada Bu Susan s
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status