Home / Romansa / Pesona Duda Manja / Kabanata 61 - Kabanata 70

Lahat ng Kabanata ng Pesona Duda Manja: Kabanata 61 - Kabanata 70

124 Kabanata

Di Kampus

Dering sebuah pesan bertandakan huniannya dimasuki seseorang Rizal abaikan, berpikir bahwa itu adalah gadisnya yang kembali datang. ’Aku senang kau mulai membuka hati untukku, aku berharap kau akan tinggal di sana bersamaku,’ gumam Rizal sambil menikmati snack penunda rasa lapar yang biasa di konsumsi para militer. Berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat hingga ia meminimalisir waktu makannya. Sebenarnya perbaikan sistem jaringan dan pembaruan teknologi di pabri yang terbakar telah ia selesaikan, namun demi profesinalisme kerja, ia pun melakukan kunjungan ke beberapa perusahaan di sana yang bekerja sama dengan Z&T Corporate. Mengantisipasi tak akan ada kejadian sama terulang lagi. ”Come on, Rizal semua ini harus cepat selesai.” Menyemangati diri sendiri sambil memainkan jari-jarinya di atas keyboard, ditemani kunyahan snacknya. ’Tumben balik duluan.’ Gumam Rizal setelah mendapatkan informasi bahwa Rosa kembali lebih dulu. ’Tidak, tidak. Lusa terlalu lama. Ya, aku harus pul
Magbasa pa

Paksaan Rizal

Perkuliahan belum usai, namun Rizal sudah standby di depan ruang kelas. ‘Ngapain nungguin sih, kaya anak SD aja!’ ”Raya-nya masih di dalam.” ”Saya tau!” balas Rizal sinis. “Mau rujuk ya Mas?” “Hm.” “Kayanya Raya gak mau deh, dia ‘kan lagi dekat dengan Aries.” Rizal tak lagi menghiraukan, ia tau persis apa tujuan mahasiswi itu berbicara kepadanya. Kini dia hanya sibuk dengan ponsel di tangan mengirim banyak pesan sambil bersandar pada sebuah tiang di temani headset di telinganya. Meski banyak mahasiswi berseliweran jalan di depannya dan tak jarang coba menyapa, duda itu tak menanggapi, seolah ia sedang asyik mendengarkan musik. Setelah menunggu lama, yang di tunggu-tunggu pun datang. Gadis itu keluar kelas diikuti para mahasiswi yang penasaran. Rizal langsung menegakkan tubuhnya, melangkah, kemudian meraih jemari Raya. “Yuk, pulang!” ”Fayed mana?” tanyanya berusaha menyamakan langkah. ”Dika yang urus!” Menjawab singkat, menolehkan kepada pada gadisnya yang tampak kesulitan meny
Magbasa pa

Dari Hati

Tatapan sinis Nara mengartikan sesuatu yang Raya sama sekali tidak tahu. Demi menutupi kekhawatiran Rizal pun mendatangi kakak beradik itu, namun ketika kakinya melangkah untuk yang ketiga kalinya, Nara berubah menjadi panik. ”Ah! Lah! La! A! la!” ucap Nara memeluk Raya sambil menggerakan tangan seperti mengusir. Riza tetap mendekat, ingin menyapa, namun Nara masih saja mengibaskan tangannya. ”AAA, UUHH … AUH, UUHH.” Kali ini ungkapnya dengan nada keras. Raya dalam pelukannya semakin ia dekap dan kepalanya masih terus menggeleng. ”Ah, La! A! UH! LA! LA!” Wanita itu terus saja mengoceh tidak jelas. Andika yang melihat sikap Nara, ikut angkat suara. ”Nara, itu Rizal yang suka aku cerikan, dia sabahatku. Itu dia si duda manja yang haus kasih sayang dan perhatian, kamu lupa?” Nara sempat diam mencerna ucapan Andika, namun setelah itu, ia kembali panik masih memeluk sang adik. ”La! HAH! GHAaaa …” ”Ka, kakak tenang ya … semua yang ada di sin
Magbasa pa

Terpaksa Dan Kasihan

’Katanya udah gak suka, masa lalu, gak usah cemburu. Tapi sekarang dia kerja di sini. Dasar laki-laki gak konsisten!’ gerutu Raya dalam hati ’Untung gak jadi nikah, ketauan ’kan belangnya!’ Lift terbuka, lift sama yang digunakan Ardila dan karyawan lainnya. Raya mengedarkan pandangan, lift yang seluruh dindingnya berlapis kaca membuat Raya mampu melihat mereka yang ada di belakangnya. ‘Kenapa mereka liatin terus?’ Baru sadar jika sedari tadi ia diperhatikan para karyawan. ”Vin, karyawan pada kenapa, kok mereka liatin aku terus sih?” bisik Raya merasa tak nyaman dengan tatapan para karyawan. ”Emang si bos gak cerita?” Vina balas berbisik. Raya gelengkan kepala, menatap wanita itu melalui kaca di hadapannya. ”Si bos kumpulin semua orang, gara-gara kamu ngilang dan ketaun kamu di bully di toilet.” ”Kok dia tau, aku gak cerita loh!” ”Ya taulah. CCTV berkeliaran, apalagi si bos jago IT. Berita apa yang gak bisa dia tau, heh?”
Magbasa pa

Ancaman

Keduanya kompak menoleh ketika mendengar suara pria yang mereka kenal. Rosa langsung menghentikan aktivitasnya, kemudian berdiri di samping Raya "Ah, biasa perempuan. Aku sedang berbicara dengan Raya perihal sarapan yang tadi dia bawa." "Benar 'kan Raya?" tanya Rosa sambil mencubit keras lengan Raya. "I-iya, nona Rosa tadi pagi telepon saya." "Sekarang giliran aku yang akan membawakan makan siang untukmu." Rizal kerutkan dahi, 'Sejak kapan aku mintanya membawakan makan siang?' "Zal, kamu pasti banyak kerjaan. Yuk, aku temani atau mungkin kamu akan butuh bantuanku. Aku siap membantumu." "Aya, kamu ke kampus diantar Andika, ya. Dia sudah menunggu di bawah." "Ya," jawab Raya singkat, masih dengan cubitan Rosa di lengannya yang semakin terasa menyakitkan. Rizal melangkah maju, kemudian merapikan rambut Raya. "Hati-hati di jalan, jangan suka berlarian nanti kamu jatuh." Rosa yang berdiri tepat di samping Raya, seketika merasakan hatinya begitu sakit. Pria yang ia suka sejak lama k
Magbasa pa

Rencana Raya

“Katakan, apa yang akan kauputuskan?” Raya sama sekali tak memberi jawaban. Lidahnya kelu, hatinya terus meronta karena kerumitan perasaan. ”Ok saya paham, mungkin kamu butuh waktu,” ucap pria tua itu masih terlihat sangat santai. ”Seminggu, ya seminggu mungkin waktu yang cukup untuk kamu merenung. Kamu bisa keluar dari mobil ini, tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Ingat jangan beri tahu Rizal. Jika itu kaulakukan, kau telah merusak hubungan ayah dan anak. Dan mereka akan langsung melukai keluargamu.” ”Oh ya, saya harap sebelum seminggu kamu sudah bisa memberikan kabar.” Tanpa mengeluarkan suara, Raya langsung keluar dari mobil itu. ’Orang tua egois!’ Pikirannya kacau aktivitas dan pekerjaannya terganggu, membuat gadis itu memutuskan untuk pulang lebih awal. Dalam langkah bertemankan pemikiran yang berkelana, gadis itu di kagetkan sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Dengan malas ia mengangkatnya, [Halo] [Bagimana, sudah mengambil keputusan?] tanya orang di seberang
Magbasa pa

Dres Merah

"Aku tugasnya hanya membantu, jadi bukan salahku," balas Vina ikut berbisik. Memasuki lift, lagi-lagi rasa tidak nyamannya tumbuh. "Vin, kamu di belakangku dong." Merasa risih karena sedari tadi punggungnya dipandangi para karyawan yang ada di belakangnya. Dengan cepat Vina melakukan apa yang Raya inginkan. Tiba di ruang kerja sang kekasih, duda itu tampak seperti pagi sebelumnya. Memperhatikan berkas di meja sambil sesekali menatap layar monitor di depannya. TOK TOK "Cantik." Duda itu langsung mengangkat wajah, lanjut melangkah. Melihat penampilan Raya, duda itu menekuk alis memundurkan kepala. "Kamu beli baju baru dengan kartu yang kuberikan?" Raya tampak ragu-ragu gelengkan kepala. Gadis itu berjalan kaku melangkah ke arah Rizal. Dres merah menyolok mata, rambut tergerai sedikit basah membuat duda itu menahan hasrat kejantanannya. "Yuk, sarapan. Aku sudah sangat lapar." Rizal membawa kekasihanya menuju meja makan.
Magbasa pa

Love You

“KAU PIKIR AKU TAKUT DENGAN MEREKA? PANGGIL SELURUH ORANG DI DUNIA INI, AKU GAK AKAN TAKUT!” Meski kulit kepalanya terasa begitu sakit, Raya tetap menggerakkan tubuh dan meronta berusaha membebaskan diri dari wanita di belakangnya. Mendapati Raya masih melawan, dengan penuh rasa kesal, Rosa mengumpulkan tenaga kemudian menarik kasar pakaian Raya. BREK! Dress merah itu robek di bagian pinggang hingga bagian bokong, kain yang mengikat punggung dan pinggang Raya seketika tampak. Wanita itu tersenyum bangga, dengan apa yang baru saja ia lakukan. ”Lebih terlihat jalang dan sebentar lagi akan kutelanjangi dirimu.” Rosa tertawa renyah, membayangkan sesaat lagi dress merah itu akan terlepas. Hawa dingin langsung terasa di bagian belakang tubuh Raya yang terbuka, gadis itu sangat marah. Mendapati Rosa sedikit lengah, Raya pun memutar tubuh sekuat tenaga ditemani sikutnya yang ikut bergerak. DUK DUK DUK BRUK! Putaran tubuh dan lengan yang langsung mendorong membuat wanita itu jatuh terdudu
Magbasa pa

Cerita Trauma

Tak sabar ingin segera bertemu dengan kekasihnya, ia pun mengeluarkan suara dalam langkahnya menyisiri koridor. “Cantiikk …” Suaranya menggema memenuhi seluruh ruangan. Raya langsung berdiri menyambut Rizal yang kini tiba di ambang pintu. “Pasti ngebut.” “Hanya sedikit,” balas Rizal melangkah sambil membuka kedua tangan kemudian berhambur memeluk kekasihnya. Dekapan erat dalam sebuah pelukan yang mengakibatkan gadis itu merasa kesakitan di bagian punggungnya, mau tidak mau Raya coba melepas pelukan dengan pelan. “Ada hal yang ingin aku bicarakan, duduk dulu, yu.” Mendapati Raya melepas pelukan dan mengajaknya berbicara, wajah Rizal seketika berubah diam tak lagi menampakkan senyuman. Kaku, ya wajah dan gerak tubuhnya terlihat kaku dan lidahnya menjadi kelu. Raya menarik lengan Rizal untuk mengajaknya duduk. Mengatur tubuh mereka agar berhadapan sambil Raya berusaha mengeluarkan senyuman, dan senyuman itu terlihat penuh keraguan. Raya t
Magbasa pa

Akhirnya Menikah

Malam pun tiba. Berbalut busana sederhana lengkap dengan riasan tipis membuat penampilan cantik Raya terlihat anggun nan elegan. Tentu saja elegan, gaun pengantin mahal lengkap dengan riasan dari MUA terkenal, membuat Rizal tak sabar ingin cepat merubah statusnya. Kota Jakarta di jam pulang kerja, menambah suasana keromantisan keduanya di sebuah kendaraan mewah. “Ini mobil beli atau sewa?” Raya membuka pembicaraan sambil memperhatikan interior dalam mobil. “Baru,” jawab Rizal singkat sambil memainkan jemari Raya mengusapi bibirnya. “Jari kamu lembut, aku suka.” Mulai memasukkan jari Raya pada rongga mulutnya. ”Ba-ru? Ah, geli …” ucap Raya sambil merasa kegelian dengan apa yang Rizal lakukan pada jari kanannya yang ada di dalam mulut duda itu. “Jang-an bo-ros, geelii …” Berniat berbicara banyak, namun tingkah Rizal membuat Raya mempersingkat kalimatnya. “Aku suka.” “Tapi geli.” Raya siap menarik lengannya namun Rizal tahan. ”Baru kali i
Magbasa pa
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status