”Aku sangat sedih dengan kematian anak kita, Zal,” ucap Ardila berlinang air mata, berharap Rizal memberikan kesempatan dan menerimanya kembali dengan alasan sebuah penyesalan. ”Terkadang aku suka memimpikan dia, Zal. Dia memintaku untuk memberikan kesempatan hidup padanya. Dia nangis, Zal, dan aku sedih tiap kali ingat itu. Kasihan anak kita, Zal. Dia suka hadir juga ’kan dalam mimpimu?””Anak itu bukan anakku,” ucap Rizal terdengar datar.Ardila seketika kaget, menatap Rizal dengan wajah tegang. “A-anak, anak itu anak kita. Bayi itu hasil buah cinta kita, Zal.”“Aku sangat membencimu.” Rizal membungkukan badan, menatap Ardila penuh kebencian, bertemankan bayangan masa silam dalam otaknya. “Aku tahu bayi itu anak siapa, perlu kusebutkan nama bapaknya? Sempat merasa bodoh ketika mengetahui kenyataan itu tetapi setelah dipikir-pikir seharusnya aku bersyukur karena gen berkualitasku tidak tumbu dalam rahimmu.””Zaall …” panggil Ardila mengiba berharap Rizal memaafkan seluruh kesalahanny
Read more