Home / Lain / Asa diujung Sajadah#book2 / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Asa diujung Sajadah#book2: Chapter 11 - Chapter 20

53 Chapters

Chapter 11

Sudah hampir dua minggu ini Jihan berjualan. Selama itu pula Jihan belajar untuk memahami pasar. Bahwa terkadang orang bosan karena menu yang itu-itu saja. Untuk itulah hari ini Jihan mencoba beberapa menu baru. Namun ia tidak mau menghilangkan ciri khas warungnya, yaitu lele dan ayam. Jihan hanya mengubah variasi rasanya. Jika selama ini ia hanya mengandalkan menu lele plus sambal dan lalap. Kini Jihan menvariasikannya dengan membuat lele saus padang, lele saus tiram, serta lele goreng mentega. Jihan berusaha membangun komunitas pencinta lele untuk memperkuat pasarnya. Dengan mempunyai ciri khas tersendiri, Jihan berharap pembeli akan mengingat warungnya sebagai pengolah ikan lele berbagai rasa.Sedari pagi, Jihan, Retno dan Narti, pelayan yang baru ia pekerjakan seminggu lalu, sibuk mempersiapkan ketiga menu baru tersebut. Jihan tidak berani menyetok banyak. Ia hanya mencoba-coba selera pasar saja dulu. Jika responnya baik, baru ia akan menjadikan ketiga
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 12

Jihan mengelus-elus pinggangnya yang terasa nyeri. Sebenarnya sudah sedari subuh tadi, ia merasa nyeri di punggung bawah dan menyebar hingga ke area panggulnya. Namun ia tidak begitu mempermasalahkannya. Ia tetap melanjutkan kesibukannya meracik bumbu-bumbu. Apalagi tidak lama kemudian ibunya menelepon. Ibunya sedang kurang enak badan, dan tidak bisa menjaga Niko di rumah hari ini. Itu artinya Niko akan ia bawa ke warung. Kesibukannya kini menjadi dua kali lipat. Selain harus mengurus bahan makanan untuk berjualan, ia juga harus mempersiapkan segala kebutuhan Niko selama di warung. Oleh karenanya rasa sakitnya itu ia abaikan. "Bu, Pak Azzam memesan lele saus padang. Banyakin sambelnya katanya, Bu." Retno yang setengah berlari memesan menu khusus untuk Azzam. Setelah menitip pesan, Retno segera kembali ke depan melayani para pelanggan. Jam makan siang adalah jam tersibuk mereka semua. Namu
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 13

"Niko rindu nggak sama, Ayah?""Rindu,""Kalau rindu, Niko pulang aja sama Ayah ke rumah kita yang lama. Mau?"Sembari menyusun baju-baju kotornya, Jihan mendengarkan percakapan Tommy dengan putranya. Jihan geram sekali melihat tingkah Tommy ini. Tommy sengaja menanyakan hal sensitif seperti ini di depan kedua mertua dan ibunya. Tujuannya apalagi kalau tidak untuk mengajuk hatinya, agar bersedia kembali ke rumah lama mereka. Triknya sungguh tidak elegan.Saat ini ibunya tengah menggendong Niki, bayi perempuannya. Sebentar lagi ia akan keluar dari rumah sakit. Ia telah lima hari dirawat di rumah sakit ini."Bagimana ya, Yah? Soalnya kalo Niko pulang ke rumah kita, nanti adik bayi nggak ada yang jaga. Bunda dan Mbak Retno 'kan harus jualan. Oma harus menjaga Niko. Nah, Niko harus menjaga adik bayi. Biar adil, Yah." Jawaban polos Niko membuat Jihan tersenyum. Niko ini cukup cerdas untuk ukura
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 14

Azzam menghela napas kasar saat pintu gerbang rumah dibuka oleh Satpam. Pandangannya langsung tertuju pada sebuah mobil sedan bernomor polisi B 1 RA. Mobil itu milik Irawati Noorsaid. Anak sahabat ibunya yang digadang-gadang sang ibu sebagai calon istri terbaiknya. Ira, demikian gadis itu biasa disapa telah lolos babat, bibit, bebet, bobot versi ibunya.Azzam yang tadinya akan memarkir mobil langsung ke garasi, mengurungkan niatnya. Ia justru membelokkan mobil dan parkir di samping mobil Ira. Ia berencana akan keluar rumah saja setelah membersihkan diri. Tubuhnya saat ini kotor dan penuh keringat. Kemeja putihnya melekat bagai kulit kedua di tubuhnya. Keadaannya seperti ini bukan tanpa sebab. Semua ini karena ia telah mengubah profesinya dari seorang pebisnis menjadi tukang kayu dadakan di warung Jihan tadi. Ia berusaha keras membuat sekat sederhana di samping toilet. Ia tidak sabar menunggu tukang yang baru akan bekerja kee
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 15

Jihan gelisah. Waktu telah menunjukkan pukul setengah dua siang. Namun suasana warungnya masih sama seperti tujuh jam yang lalu. Sepi. Tiada ada satu pelanggan pun yang berkunjung untuk makan siang. Padahal biasanya pukul sebelas tiga puluh saja, warungnya sudah ramai oleh pelanggan.Jihan berjalan ke depan warung. Memperhatikan para pekerja kantoran yang berlalu lalang, namun tidak menyinggahi warungnya. Mereka hanya berjalan melewati warungnya saja. Padahal biasanya mereka sampai berebutan ncup meja yang paling strategis, agar bisa mengobrol dengan leluasa dengan rekan-rekannya. Serombongan pekerja  kembali berjalan beriringan. Dan seperti tadi mereka hanya lewat saja. Beberapa ada yang berbisik-bisik dengan nada rendah pada temannya, saat melihatnya berdiri di depan warung.Memikirkan barang dagangannya yang belum terjual sebungkus pun, Jihan memberanikan diri menyapa mereka ramah.
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 16

Jihan bergeming. Ia salah tingkah saat kedua klien yang diperkenalkan Rommy itu, serempak memandangnya. Jihan menyadari kalau dirinya telah dijadikan alat propaganda oleh adik iparnya ini."Mari, letakkan di sini saja makanannya, Mbak. Terima kasih telah mengantarkannya tepat waktu." Novi mengalihkan suasana awkward dengan halus. Jihan mengikuti skenario Novi. Ia meletakkan bungkusan di tangan kanan dan kirinya di atas meja. Ia bermaksud keluar dari ruangan meeting ini secepatnya. Ia tidak mau menanggapi gimmick-gimmick muraha Rommy."Jadi kamu istrinya, Pak Tommy? Apa kabar, Ji?"Jihan yang sedianya akan keluar, mengurungkan langkah. Ia heran mendengar pertanyaan dari salah seorang klien Tommy  tadi. Menilik dari cara sang klien yang menyebut namanya dengan akrab, sepertinya klien ini sudah mengenalnya.Penasaran dengan sosok yang mungkin mengenalnya, Jihan melirik sang pen
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 17

Sembari meracik kopi, Jihan memandang meja tujuh dan delapan yang letakknya sejajar. Ada dua orang yang duduk di sana. Fahri di meja tujuh, dan Azzam di meja delapan. Jarak antar meja mereka tidak lebih dari satu meter. Keduanya sama-sama duduk dan sama-sama memainkan ponsel.Sebenarnya tidak harus dirinya sendiri yang membuat kopi. Narti dan Retnolah yang biasa menghidangkan kopi untuk pelanggan. Hanya saja kali ini Jihan memang ingin menyibukkan dirinya sendiri. Sebenarnya ia bingung harus bagaimana menghadapi Fahri dan Azzam. Jihan bukanlah orang yang mudah akrab dengan orang lain. Istimewa lawan jenisnya. Ia tidak mau memercikkan bara api yang tidak pada tempatnya. Bagaimanapun hubungannya dengan Tommy, ia masih berstatus sebagai istri orang. Ia harus menjaga marwahnya sebagai seorang istri.Setelah dua cangkir kopi selesai diseduh, Jihan menatanya di atas baki. Ia kemudian berjalan ke arah dua laki-laki dewasa itu.Jihan seperti
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 18

Kegelapan yang menyelubunginya berangsur-angsur memudar dan pada akhirnya menghilang. Bertepatan dengan itu, Jihan membuka matanya. Pemandangan serba putih serta infus yang ada di tangannya memberi satu clue. Ia berada di rumah sakit rupanya."Alhamdullilah, kamu sudah sadar, Han."Suara ibunya."Kenapa Jihan ada di sini, Bu?""Kamu pingsan di warung, Han. Makanya kamu dibawa ke sini." Jihan mengumpulkan ingatan. Pertengkaran Tommy dan Azzam. Ia mengambil seember air. Selanjutnya  kegelapanlah yang ia rasakan. Ia tidak sadarkan diri setelahnya ternyata."Perasaanmu bagaimana, Han? Mana yang sakit?" Wajah penuh rasa khawatir ibunya mengait kembali emosi Jihan. Jihan sedih saat teringat pada kelakuan ayahnya dan anak abege di kafe tadi siang. Jihan terisak. Sungguh, bukan sakit fisik yang membuatnya cengeng, tapi sakit hati. Ia menangis untuk ibunya.
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 19

Azzam mengantar kepulangan Jihan dengan pandangan mata. Ia berdiri di sudut pilar. Memperhatikan taksi online yang membawa Jihan dan Retno menjauhi tempat parkir. Azzam menghela napas kasar. Separuh kesal separuh mengagumi perempuan keras hati itu.Jihan adalah benar-benar wanita baik dalam arti yang sebenar-benarnya. Jihan tidak pernah bersedia menggunakan ilmu aji mumpung. Ketika tau bahwa biaya rawat inapnya di rumah sakit gratis, air muka Jihan berubah malu bercampur khawatir. Terlebih lagi saat mengetahui bahwa dirinyalah yang menggratiskannya. Jihan makin serba salah. Dengarlah ucapannya tadi. Kalau ada kata di atas ucapan terima kasih, ia akan memilih kata itu. Jihan sungkan karena merasa telah terlalu menyusahkannya.Padahal itu semua ia lakukan hanya karena kebetulan saja. Bukan karena ia niatkan. Tommy membawa Jihan ke rumah sakit milik orang tuanya. Dan tau, bahwa Jihan tidak akan bersedia kalau biaya perawatannya ditalangi oleh
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

Chapter 20

Jihan duduk melamun di pojok warung. Menatap nelangsa titik-titik air yang turun membasahi bumi. Sudah seminggu ini warungnya sangat sepi. Tepatnya sejak tiga orang ibu-ibu melabrak warungnya tujuh hari yang lalu. Tiga hari setelah kejadian, warungnya sempat kembali ramai. Jihan waktu ia sangat gembira. Ia mengira kalau para pelanggannya telah melupakan kejadian ayam busuk itu. Walaupun ia merasa sedikit aneh. Karena mereka tidak bersedia makan di warung seperti biasanya. Mereka lebih memilih makanannya dibungkus saja.Sekitar satu jam kemudian, barulah Jihan mendapatkan jawabannya. Ternyata para pelanggannya yang sebagian besar adalah karyawan dan karyawati Azzam itu membeli makanannya karena terpaksa. Azzam mentraktir mereka semua makan siang, dengan catatan harus memesan di warungnya. Mereka semua memang membelinya. Namun mereka membuang semua pesanan ke tempat sampah. Mereka sepertinya takut diberikan bangkai ayam, namun mereka tidak berani membantah p
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status