Beranda / Romansa / Cinta Ipar Duda / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Cinta Ipar Duda: Bab 71 - Bab 80

90 Bab

Bab 69. Mas Danny

Sejak saat itu, kami jadi sering bertemu. Terlebih Vanny yang ternyata lokasi tinggalnya tidak seberapa jauh dari rumahku. Seperti kali ini, ia kembali bertandang ke rumahku. Lagi-lagi aku minta izin Mama menggantikan aku mengawasi toko. Aku menjamu Fanny di rumah. Kebetulan, aku juga habis menjemput Bayu.  Bayu yang mungkin kecapean, langsung tertidur saat pulang sekolah. Aku menjamu Vanny di ruang tamu rumah mamaku.Vanny sangat penasaran dengan sosok Mas Dion yang kukatakan mirip dengan kakaknya. Ia tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Sampai akhirnya, ia melihat dengan mata kepala sendiri.“Benar-benar mirip!’ ujarnya dengan wajah kaget.  Ia terus mematut lelaki yang ada di gawaiku itu. Sebelum akuhirnya kembali memberikannya kembali padaku."Kok bisa, ya?” tanyanya sambil“Makanya, Van. Serius, gue kaget banget kemaren,” ucapku.Sejurus kemudian, Fanny kembali menatapku. Namun makin lama, tatapan itu
Baca selengkapnya

Bab. 70 Senang Berada di Antara Mereka

Gila! Vanny benar-benar gadis gila seperti yang kukenal dulu. Ia dengan sengaja menyusun sebuah rencana untukku dan Mas Danny. Aku terjebak dengan ajakannya yang telah kuiyakan beberapa hari lalu. Ia berniat ingin mengajakku dan Bayu ke sebuah pulau lain yang mempunyai destinasi yang lebih memikat dengan pantai karang dan pasir putih serta airnya yang dangkal. Siapa sangka, ketika memasuki mobil miliknya, aku sudah dikejutkan dengan keberadaan Mas Danny dan Mas Rangga-suaminya yang tersenyum padaku. Terlebih Vanny, ia seakan tersenyum penuh kemenangan telah berhasil menjebakku. Ingin rasanya aku memukul dia saat itu juga. Tingkah kekanakkannya masih tidak berubah. Meski kami telah melewati masa SMA cukup lama. Aku hanya bisa menuruti rencananya itu dengan menahan geram. Namun, itulah Vanny, ia masih Vanny yang sama seperti yang kukenal dulu. Kami berwisata ke sebuah pulau yang cukup unik. Ia, Mas Rangga—suaminya, Mas Danny, Bayu dan aku menikmati pemandangan alam yang sangat
Baca selengkapnya

Bab 71. Ketika Rencana Pernikahan Sudah Ditetapkan

  Akhirnya, hari ini aku menerima kedatangan Vanny dan keluarganya ke rumahku. Vanny, Mas Rangga, Mama, Papa Vanny serta Mas Danny, mereka kini ada di rumahku dengan tujuan yang sama dengan rencana Vanny semula, melamarku untuk menjadi pendampig Mas Danny. Papa dan Mama Mas Danny tidak keberatan meski bermenantukan aku yang telah memiliki seorang anak lelaki berusia tujuh tahun. Mereka bahkan sangat menyayangi Bayu. Mama Mas Danny senang ketika bertemu Bayu yang cerewet. Mereka gemas dengan semua jawaban yang diberikan Bayu ketika ditanya. Sehingga, gelak tawa pun menggelegar di rumahku itu.Demikian juga dengan mamaku. Mama ikut haru melihat aku kembali menemukan jodoh untuk kedua kalinya. Setelah, hampir lima bulan tinggal di kampung sebagai sigle parent yang bersedih. Beliau memelukku hangat dan menatapku haru, ketika sekilas ke dalam memanggilku yang sedang menyiapkan minuman untuk Vanny dan keluarganya.“Nak! Mama pikir, Al
Baca selengkapnya

Part 72. Berita Kehamilan Dokter Venya

Pagi ini aku kembali dengan aktivitas toko yang hampir dua minggu sering kutinggalkan. Jadwal pernikahanku masih tinggal satu setengah bulan lagi. Namun, sejak terakhir kejadian di rumah Vanny, aku sama sekali belum tahu perkembangan tentang Tante Meisya. Mas Danny dan Vanny pun belum memberi khabar apa-apa padaku. Entah apa yang terjadi dengan Tante Meisya saat itu.“San, tolong nanti cek setiap item barang sisa, ya? Mbak mau audit penjualan dan barang-barang kitai,” ucapku pada karyawanku Santi.“Iya, Mbak,” jawabnya sopan. Kemudian berlalu dari tempatnya berdiri tadi. Aku pun membuat rekapan penjualan dan barang sisa yang tercatat di computer. Menatapi computer yang ada di hadapanku itu dengan teliti, untuk mengevaluasi sejauh mana toko ini berkembang di tanganku, berapa laba dan kerugian yang ditimbulkan progress yang kujalani, sebagai bahan pertimbangan kebijakan di waktu mendatang.Namun, baru saja aku selesai mengedit beberapa item
Baca selengkapnya

Bab 73 Berita

    {Vi, kapan kamu bisa menemami Tante ke sana?} Sebuah chat dari Tante Meisya mengawali pagiku kali ini. Belum kelar aku mempersiapkan diri untuk ke toko, aku sudah dikejutkan denga notifikasi dari Tante Meisya yang mendesak jawaban dariku. Ia sepertinya tidak sabar ingin mewujudkan niatnya bertemu dengan Mas Dion dan keluarga besarnya. Apakah ia sangat penasaran karena Mas Dion dan Mas Danny yang mirip? Aku membalas chat itu dengan perasaan yang berusaha kutenangkan.  Meskipun sebagai calon menantu aku ingin memberikan yang terbaik untuk Tante Meisya, tapi aku belum bisa memberikan jawaban yang membuatnya bahagia. Aku masih bingung untuk ke sana. Padahal, Mbak Venya akan mengadakan syukuran kehamilannya. Sesungguhnya ini adalah event yang tepat untukku ke sana membawaTante Meisya. Namun masalahnya, apakah aku bisa menetralkan hati dalam kepura-puraan saat melihat mereka nanti? Aku bisa membayangkan adegan apa yang akan aku s
Baca selengkapnya

Part 74. Sikap Arogan Mama

 “Assalammualaikum, Vi,” suara serak dari seberanga yang sangat aku kenal terdengar begitu sendu, aku makin berdebar. “Bisakah kamu ke sini besok pagi.” ucapnya tertahan. “Venya membutuhkanku,” ucapnya lagi. aku makin gemetar mendengar itu. tak tahu apa maksud dari kalimatnya. Untuk apa ia menyuruhku menemui Mbak Venya. Namun, tidak ada kata yang bisa aku ucapkan karena suara dan kalimat yang terdengar lebih menarik perhatianku. Mengapa suara itu terdengar penuh kesedihan? Aku diam beberaoa saat, hingga akhirnya aku beranikan juga untuk berbicara balik padanya.“Ada apa, Mas?” tanyaku kemudian.“Venya kecelakaan sore tadi. Ia ingin ketemu denganmu. Semoga saja kau bersedia menemuinya,”Aku kembali terdiam. Terus terang aku syok mendengar berita itu. Kecelakan Mbak Venya dan keinginannya bertemu denganku. Haruskah aku bahagia? Tidak! Aku tidak sekurang ajar itu. Mbak Venya orang baik. Hanya saja kam
Baca selengkapnya

Part 75. Permintaan Mbak Venya

Sepulang dari rumah sakit, aku terpaksa mencari penginapan sederhana untukku dan Tante Meisya. Sampai di penginapan, Tante Meisya tak bicara apa-apa padaku kecuali yang perlu-perlu saja. Ia seakan larut dengan kejadian di rumah sakit tadi. Ketika ia diajak bicara dengan Mama. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak tahu. Ingin rasanya bertanya, tapi rasanya tidak etis, karena Tante Meisya seakan memang tidak ingin jujur padaku.  Bahkan, ketika makan pun tadi Tante Meisya hanya diam. Ia juga makan sedikit saja. Aku tidak bisa berbuat banyak dalam hal itu.Sampai di penginapan, Tante Meisya langsung merebahkan tubuh di ranjang. Bayu juga langsung kutidurkan. Baru setelahnya aku ikut bersiap-siap untuk tidur juga, setelah melakukan kebiasaanku sebelum tidur, salat, cuci muka dan menggunakan perawatan ringan untuk wajah yang sempat kubawa tadi. Barulah aku merebahkan badan.Kutatapi Tante Meisya sejenak, rasanya penasaran juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi
Baca selengkapnya

Part 76 Pengakuan Mbak Venya

Mbak Venya menatap langit-langit kamar rawat dengan tatapan yang tidak kumengerti. Ia tersenyum sesaat dan menghirup udara ke dalam tenggorokannya, hingga dadanya terlihat meninggi. Kemudian kembali ke keadaan semula. Terus terang aku belum banyak tahu tentang Mbak Venya. Karena memang belum sempat bertanya apa-apa pada Mas Dion. Bertanya pada Mbak Venya pun aku tak berani, kesannya aku mengingatkan keadaannya kini. Sesungguhnya ia terlihat lemah dengan tatapan yang sayu. Namun, ia tetap berusaha ceria seperti biasa. Walau wajah cantiknya tidak memudar, meski tanpa polesan make up, tapi aku tahu, ia tidak sedang baik-baik saja. “Aku senang mengenalmu, Vi.” ucapnya kemudian dengan intonasi pelan, nyaris tak bisa kudengar, andai aku tidak menyimaknya dengan baik. Mbak Venya menatapku dengan tatapan teduh disertai senyuman. “tapi, Maaf. Kamu harus berkorban banyak untuk, Mbak,” sambungnya lagi. Aku membalas tatapan itu dengan sebuah senyuman, sebagai sebuah isyarat aku ikhlas p
Baca selengkapnya

Part 76. Percakapan dengan Mas Dion

“Kau adalah adik yang sangat aku sayangi, Viona,” ucapnya lagi. Aku masih membatu dengan pikiran tak menentu.  “Bukan Cuma anakku, tapi aku juga ingin kau merawat Mas Dion dengan baik. Cintailah ia dengan tulus seperti rasa cintamu sebelumnya,” ucap wanita itu lagi dengan air mata menggenang di sudut netranya. Aku makin ternganga dengan kalimat-kalimat yang meluncur dari bibir tipisnya yang masih terlihat seksi meski dalam kon disi pucat.“Maksud Mbak Apa?” tanyaku“Setelah aku mati, menikahlah dengan Mas Dion, jaga ia dan anakku untukku.”Deg!Bumi serasa bergetar hebat saat kalimat itu dengan sempurna tertangkap pendengatanku. Bagaimana mungkin Mbka Venya mengucapan kalimat itu?Itu yang tadi aku rasakan ketika Mbak Venya sempat mengucapkan kalimat itu ditengah pembicaraanku dengannya. Walau tidak memperjelas keadaan, sebenarnya aku sangat terusik dengan permohonannya itu. Namun, dihadapannya,
Baca selengkapnya

Part 77. Mbak Venya

Aku membeli es krim kesukaan bayu dan kembali menghampiri Mas Dion yang tadi kutinggalkan di bangku taman. Namun, langkahku terhenti saat melihat Mas Dion terlihat sedang panic sambil menggenggam handphone yang diletakkan di samping daun telinganya. Ia terlihat sedang berbicara dengan seseorang dengan wajah serius. Berdiri di dekat bangku taman sambil meletakkan satu tangannya di pinggang.“Okey! Aku akan segera ke sana!” ucapnya yang dapat kutangkap setelah aku berada di dekatnya.“Ada apa, Mas?” tanyaku sambil menatap padanya. Ada sebuah perasaan malu kurasakan saat menatap wajah itu. wajah yang dulu sangat mempesonakanku, tapi ia kini telah menjadi pasangan halal kakakku sendiri. Aku seperti merasakan satu perasaan yang salah yang pernah kumiliki terhadap suami dari kakakku sendiri. Ya, Allah! Takdir terkadang memang tidak teruduga. Ia sering membawa kita pada tempat yang tak terpikirkan sebelumnya sama sekali. Aku malu pernah mencintai lelak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status