Home / Romansa / Babu Jadi Menantu / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Babu Jadi Menantu: Chapter 41 - Chapter 50

62 Chapters

41. Kejutan untuk Parmi

  ****Parmi meneteskan air mata, saat dokter mengatakan bahwa ia sudah boleh pulang, namun belum bisa membawa ketiga bayinya. Ketiga bayi kembarnya masih memerlukan perawatan intensif terlebih dahulu, maksimal selama dua minggu. Setelah si kembar berat badannya cukup dan sudah lebih sehat, maka boleh dibawa pulang.  Parmi hanya bisa memandangi Andrea, Aleta dan Andini dari balik box inkubator. Berkali-kali Parmi mencium ketiga box tersebut, seakan dia enggan berpisah.  "Hiks." Parmi tersedu sambil mengusap air mata yang jatuh dengan punggung tangannya. "Sudah,Bu. Jangan sedih terus! Kita bisa kok setiap hari menjenguk mereka." Anton menenangkan istrinya dengan mengusap pundak Parmi. Namun, lagi-lagi Parmi menghindar. Anton menghela nafas panjang. "Sudah yuk, kita pulang," ajak Anton kepada Parmi. Tangan Anton menarik lembut lengan istrinya, agar keluar dari ruang NICU. Parmi mengikuti langkah suaminya dengan lemah.
Read more

42. Anton tidur di sofa

Suka gak, Bu?""Yang pulang ini Parmi lho, Mas. Bukan tuan putri cantik! Kenapa romantis sekali?" tanya Parmi sendu sekaligus merasa aneh. Kakinya melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang sama penuh dengan air mata. Sofa dan bantal serta selimut itu pun masih berada di tempatnya.Parmi melangkahkan kakinya menuju sofa tempat biasa ia beristirahat dulu."Kok di sana, Bu? Di sini saja kalau mau istirahat." Anton menunjuk ranjang yang masih bertabur kelopak mawar."Lha, kan saya juga biasanya di sofa." Parmi menautkan alisnya, tidak paham dengan perkataan suaminya."Mulai hari ini dan sampai selamanya, Ibu dan saya tidurnya di sini," bisik Anton lembut, sambil menuntun Parmi untuk duduk di atas ranjang. "Saya tidak mau! Biar saya tidur di tempat biasa!" "Jangan, Bu. Nanti badan Ibu sakit." "Kenapa sekarang baru peduli?kemarin-kemarin ke mana saja? Saya dibiarkan tidur kedinginan di sana, bahkan dalam keadaan
Read more

43. Aib Kamar

Sepuluh hari sudah berlalu, sejak Parmi keluar dari rumah sakit. Keadaan rumah hari ini dibikin meriah. Bahkan Anton mengundang nenek, om, tante dan para sepupunya untuk hadir menyambut kepulangan puteri kembar mereka.Satu orang lagi yang tidak kalah antusias adalah Bu Rasti, semalaman ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kamar untuk cucu kembar tiganya telah selesai direnovasi. Bu Rasti bersama dengan Iqbal, Parmi, dan Anton pergi ke rumah sakit untuk membawa pulang si kembar tiga."Orang-orang pada ngapain sih keluar?" gerutu Parmi yang memandang jalanan tidak kunjung terurai kemacetannya."Bukannya diem aja di rumah," sambungnya lagi sambil mendesah kesal. Ia duduk di samping ibu mertuanya. Anton melirik istrinya dari spion lalu tertawa kecil."Namanya hari sabtu, Mi. Pasti macet. Banyak orang jalan-jalan," sahut Bu Rasti sambil menoleh ke arah Parmi."Mana, Mah? Gak ada yang jalan ah. Orang ini kendaraan semua. Tuh liat, Mah!" Balas Parmi denga
Read more

44. Kebahagiaan Keluarga Besar Anton

Ayo sayang, kasian ibu itu. Ayo nen ya!" Kali ini Anton yang membimbing Andrea untuk mengisap puti*g Parmi dan ajaibnya, bayi itu bisa menyedot dengan kencang ASI Ibunya yang mengalir deras."Alhamdulillah," seru ketiganya sambil bernapas lega. Andini dan Aleta masih asik dengan botol susunya, sedangkan Andrea masih asik dengan ASI Parmi.Tidak berapa lama berselang, Andrea pun terlelap. Kini gantian Aleta yang menyusu langsung dari payudara ibunya. Bayi itu langsung pandai menghisap puting ibunya begitu juga dengan Andini. Hingga tidak terasa, satu jam sudah mereka berada di nursing room. Anton sudah menggendong ketiga bayinya saat selesai minum ASI agar mereka bersendawa. Parmi merapikan baju lalu mengikat tinggi rambutnya. Leher padat berisi Parmi yang sudah lebih bersih saat ini, sepertinya mengganggu indera penglihatan Anton."Duh, gemes banget sih itu leher. Rasanya pengen saya cipok sampe pagi," bisik Anton dalam hati. Parmi hanya menautkan a
Read more

45. Celana dalam Suami

Jadwal begadang kini dimulai. Sejak pukul delapan malam, saat sanak saudara sudah kembali ke rumah masing-masing. Di situlah kedua mata si kembar tiga, melotot terang. Selalu saja ingin diajak bicara dan bermain.Parmi berkali-kali menguap mengajak Andrea, Aleta dan Andini untuk tidur. Bahunya sudah cukup pegal menyusui ketiganya. Parmi melirik jam di dinding sudah pukul sebelas tiga puluh malam. Namun ketiga anaknya belum ada yang ingin tidur."Tidur dong sayang! Ibu ngantuk nih! Hooaam!" Parmi menguap sangat lebar. Anton yang saat ini tengah mengajak bicara Aleta, melirik istrinya yang sudah sangat mengantuk sepertinya."Ibu tidur duluan aja, biar saya yang nemenin anak-anak main." Parmi menoleh pada suaminya."Ga papa, Mas. Saya masih bisa nahan. Mungkin sebentar lagi mereka mau tidur." "Tidur aja sebentar, nanti saya bangunin satu jam lagi, dari pada pusing ngantuk." Anton terus saja meminta Parmi untuk tidur walaupun sebentar. Ia juga ti
Read more

46. Anton Merajuk

Ali sudah duduk dengan manis di ruang tamu keluarga Anton. Di samping kirinya ada tas berukuran tidak terlalu besar, sedangkan di samping kanan ada empat kotak terbungkus kertas kado. Matanya menjelajah isi rumah dosennya tersebut. Tidak ada foto pernikahan Parmi dengan dosennya tersebut, memperkuat dugaan Ali, bahwa pernikahan Parmi bermasalah."Den, Ali," sapa Parmi ramah. Ia berjalan ringan sambil tersenyum ke arah Ali.Ali bangun dari duduknya, lalu dengan semangatnya malah mencium punggung tangan Parmi saat Parmi mengulurkan tangan."Biasanya bau bawang, Teh, kali ini bau minyak telon ya. Agak mendingan," ledek Ali yang diiukuti oleh tawa Parmi."Duduk, Den!" Parmi mempersilakan Ali untuk duduk kembali, begitu juga dengan dirinya."Eehhmm!" Anton yang sudah rapi, keluar dari kamar langsung menghampiri Ali dan juga istrinya."Ada apa, Li?" tanya Anton tegas dengan raut wajah tidak senang dengan kehadiran Ali. Apalagi saat ini Ali duduk b
Read more

47. Karena Saya Cinta Sama Kamu

Empat puluh lima menit berlalu, hingga alarm kelas berbunyi, tanda mata kuliah berakhir. Hampir seluruh mahasiswa mengumpulkan kertas ujian dengan wajah lunglai. Anton tersenyum puas, saat menatap kertas kuis Ali yang hanya terisi empat dari lima nomor.Ia keluar dari ruangan Ali, berjalan dengamln wajah penuh kepuasan menuju Parkiran. Diliriknya jam tangan, sudah pukul tiga sore. Satu jam lagi, jadwalnya mengajar di sebuah lembaga BIMBEl. Yah, sudah dua hari ini Anton juga mengajar sebagai tenaga pengajar di sebuah lembaga BIMBEL. Guna untuk menambah penghasilannya. Ia sadar betul, pengeluarannya pasti akan bertambah, dengan kehadiran si kecil. Namun Anton yakin, bahwa semua ini adalah rezeki bagi anak-anaknya. Ia menyalakan motor maticnya lalu pergi meninggalkan kampus. Ia mengajar BIMBEL anak SMA yang sedang persiapan memasuki universitas. Ia mengajar mata pelajaran matematika dan bahasa inggris untuk siswa kelas tiga jenjang SMA.Parmi sud
Read more

48. Dikira Pembantu

"Tau ga kenapa saya cemburu?""Ya tidak tahu, Mas. Saya mah, bukanMamah Dedeh." Mungkin maksud istriku, Mama Loren kali ya. Lagi-lagi salah sebut dia. Saaabbbaaarrr."Kenapa mas cemburu?""Karena...saya cinta sama kamu."Tttuuuuuiiitttt!Wajah Anton memerah. "Pantat laknat!""Mas, denger suara balon kempes gak? Tapi kok bau WC ya." Parmi mengendus membaui aroma busuk yang menyeruak di dalam kamarnya, lalu dengan sigap menutup hidungnya dengan telapak tangan."Bukan balon kempes, Bu. Ini pantat saya.""Pantat Mas, bisa kempes juga?" tanya Parmi polos, sungguh ia tidak paham pembicaraan suaminya. Perasaan tadi bilang cinta, trus apa hubungannya dengan pantatnya yang kempes?."Saya kentut," ucapAnton sambil menahan tawanya."Oh, pantesan. Pasti tadi Mas lupa cebok ya? jadi bau bangke begini."Anton kembali tergelak."Maaf ya, Bu." Anton menyeringai, mengambil jemari Parmi lalu mengusa
Read more

49. Ke Salon

Dengan penuh bujuk rayu, akhirnya Parmi pergi juga ke salon. Ia naik ojek yang sedang mangkal yang tidak jauh dari rumahnya hanya sampai depan komplek saja. Lalu ia melanjutkan perjalanannya, dengan naik angkot. Sangat hati-hati, Parmi memperhatikan jalanan, ia tidak ingin terlalu jauh juga dari rumah, khawatir nyasar. Maklumlah ia jarang keluar rumah."Nah, itu dia." "Kiri, Bang!" teriak Parmi, lalu angkot tersebut berhenti. Parmi turun dan membayarkan uang dua ribu kepada sopir angkot."Kurang, Mbak. Masa dua ribu!" sentak sopir angkot sambil menatap Parmi dengan wajah tidak senang."Kan deket, Bang.""Kurang, Mbak. Tambahin. Dua ribu mah, jalan kaki aja.""Yah, jalan kaki mah cape saya, Bang. Ntar kalau saya kecapean gimana?""Bodo amat! Bukan urusan saya.""Ya kok gitu, kan Abang yang suruh saya jalan kaki, gimana sih?""Astaghfirulloh, korek api gue mana sih tadi ya!" umpat sopir angkot dengan wajah memerah ke
Read more

50. Sulap Kamar

Beli selasih di warung bu MimiTerimakasih untuk yang nungguin Parmi.****"Beneran ini kamu, Bu?" tanya Anton lagi sambil menatap penuh pesona pada makhluk di depannya. "Iya, ih! Nih, lihat kutunya udah bersih!" seringai Parmi sambil memperlihatkan kepalanya yang sudah bersih."Cantik gak, Mas?"Anton mengucek matanya berkali-kali. Ia masih tidak percaya dengan pandangannya. Ia masih mengira, bahwa saat ini ia dalam kehaluan yang hakiki."Ini beneran, ibu?" tanyanya lagi semakin mendekat ke arah Parmi. Bahkan hidungnya membaui sesuatu yang sangat segar. Harum parfum badan yang begitu dinikmati indera penciumannya."Ini, lihat! Semak belukarnya masih rimbun!" Parmi menyeringai sambil mengangkat tangannya tinggi. Hingga nampaklah sesuatu yang rimbun.Anton terkekeh. Tidak salah lagi, kalau begitu. "Tapi, kok bisa berubah, Bu?" tangan Anton meraih rambut Parmi yang baru saja ia curly di salon.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status