Ali sudah duduk dengan manis di ruang tamu keluarga Anton. Di samping kirinya ada tas berukuran tidak terlalu besar, sedangkan di samping kanan ada empat kotak terbungkus kertas kado. Matanya menjelajah isi rumah dosennya tersebut. Tidak ada foto pernikahan Parmi dengan dosennya tersebut, memperkuat dugaan Ali, bahwa pernikahan Parmi bermasalah.
"Den, Ali," sapa Parmi ramah. Ia berjalan ringan sambil tersenyum ke arah Ali.
Ali bangun dari duduknya, lalu dengan semangatnya malah mencium punggung tangan Parmi saat Parmi mengulurkan tangan.
"Biasanya bau bawang, Teh, kali ini bau minyak telon ya. Agak mendingan," ledek Ali yang diiukuti oleh tawa Parmi.
"Duduk, Den!" Parmi mempersilakan Ali untuk duduk kembali, begitu juga dengan dirinya.
"Eehhmm!" Anton yang sudah rapi, keluar dari kamar langsung menghampiri Ali dan juga istrinya.
"Ada apa, Li?" tanya Anton tegas dengan raut wajah tidak senang dengan kehadiran Ali. Apalagi saat ini Ali duduk b
Empat puluh lima menit berlalu, hingga alarm kelas berbunyi, tanda mata kuliah berakhir. Hampir seluruh mahasiswa mengumpulkan kertas ujian dengan wajah lunglai. Anton tersenyum puas, saat menatap kertas kuis Ali yang hanya terisi empat dari lima nomor.Ia keluar dari ruangan Ali, berjalan dengamln wajah penuh kepuasan menuju Parkiran. Diliriknya jam tangan, sudah pukul tiga sore. Satu jam lagi, jadwalnya mengajar di sebuah lembaga BIMBEl.Yah, sudah dua hari ini Anton juga mengajar sebagai tenaga pengajar di sebuah lembaga BIMBEL. Guna untuk menambah penghasilannya. Ia sadar betul, pengeluarannya pasti akan bertambah, dengan kehadiran si kecil. Namun Anton yakin, bahwa semua ini adalah rezeki bagi anak-anaknya.Ia menyalakan motor maticnya lalu pergi meninggalkan kampus. Ia mengajar BIMBEL anak SMA yang sedang persiapan memasuki universitas. Ia mengajar mata pelajaran matematika dan bahasa inggris untuk siswa kelas tiga jenjang SMA.Parmi sud
"Tau ga kenapa saya cemburu?""Ya tidak tahu, Mas. Saya mah, bukanMamah Dedeh."Mungkin maksud istriku, Mama Loren kali ya. Lagi-lagi salah sebut dia. Saaabbbaaarrr."Kenapa mas cemburu?""Karena...saya cinta sama kamu."Tttuuuuuiiitttt!Wajah Anton memerah. "Pantat laknat!""Mas, denger suara balon kempes gak? Tapi kok bau WC ya." Parmi mengendus membaui aroma busuk yang menyeruak di dalam kamarnya, lalu dengan sigap menutup hidungnya dengan telapak tangan."Bukan balon kempes, Bu. Ini pantat saya.""Pantat Mas, bisa kempes juga?" tanya Parmi polos, sungguh ia tidak paham pembicaraan suaminya. Perasaan tadi bilang cinta, trus apa hubungannya dengan pantatnya yang kempes?."Saya kentut," ucapAnton sambil menahan tawanya."Oh, pantesan. Pasti tadi Mas lupa cebok ya? jadi bau bangke begini."Anton kembali tergelak."Maaf ya, Bu." Anton menyeringai, mengambil jemari Parmi lalu mengusa
Dengan penuh bujuk rayu, akhirnya Parmi pergi juga ke salon. Ia naik ojek yang sedang mangkal yang tidak jauh dari rumahnya hanya sampai depan komplek saja. Lalu ia melanjutkan perjalanannya, dengan naik angkot. Sangat hati-hati, Parmi memperhatikan jalanan, ia tidak ingin terlalu jauh juga dari rumah, khawatir nyasar. Maklumlah ia jarang keluar rumah."Nah, itu dia.""Kiri, Bang!" teriak Parmi, lalu angkot tersebut berhenti. Parmi turun dan membayarkan uang dua ribu kepada sopir angkot."Kurang, Mbak. Masa dua ribu!" sentak sopir angkot sambil menatap Parmi dengan wajah tidak senang."Kan deket, Bang.""Kurang, Mbak. Tambahin. Dua ribu mah, jalan kaki aja.""Yah, jalan kaki mah cape saya, Bang. Ntar kalau saya kecapean gimana?""Bodo amat! Bukan urusan saya.""Ya kok gitu, kan Abang yang suruh saya jalan kaki, gimana sih?""Astaghfirulloh, korek api gue mana sih tadi ya!" umpat sopir angkot dengan wajah memerah ke
Beli selasih di warung bu MimiTerimakasih untuk yang nungguin Parmi.****"Beneran ini kamu, Bu?" tanya Anton lagi sambil menatap penuh pesona pada makhluk di depannya."Iya, ih! Nih, lihat kutunya udah bersih!" seringai Parmi sambil memperlihatkan kepalanya yang sudah bersih."Cantik gak, Mas?"Anton mengucek matanya berkali-kali. Ia masih tidak percaya dengan pandangannya. Ia masih mengira, bahwa saat ini ia dalam kehaluan yang hakiki."Ini beneran, ibu?" tanyanya lagi semakin mendekat ke arah Parmi. Bahkan hidungnya membaui sesuatu yang sangat segar. Harum parfum badan yang begitu dinikmati indera penciumannya."Ini, lihat! Semak belukarnya masih rimbun!" Parmi menyeringai sambil mengangkat tangannya tinggi. Hingga nampaklah sesuatu yang rimbun.Anton terkekeh. Tidak salah lagi, kalau begitu."Tapi, kok bisa berubah, Bu?" tangan Anton meraih rambut Parmi yang baru saja ia curly di salon.
****"Iya, tidak apa-apa.""Ayo, sini! Ajarin sulapnya."Anton mendelik kaget.Dengan malu-malu ia berjalan, menuntun tangan Parmi dan membawanya ke atas ranjang. Wajah Parmi juga memerah, sungguh saat ini ia merasa sangat malu."Saya yang bukain aja kancingnya, biar Ibu ga capek," ujar Anton dengan suara bergetar.Parmi hanya mengangguk. Anton melancarkan aksinyaa membuka satu persatu kancing baju daster Parmi. Susah payah ia menelan salivanya. Sungguh pemandangan yang sangat menggoda imannya."Jangan cuma diliatin, Mas. Kapan ngajarinnya?" tegur Parmi dengan wajah menunduk."Eh, iya sayang. Begini caranya." Anton meletakkan telapak tangannya di dada Parmi."Bagaimana? Enakkan?"Parmi tersentak dari tidurnya, suara yang sangat ia hapal membuat ia terbangun. Ia melirik ke arah ranjang tepat di sebelah Andini. Tampak di sana, suaminya tengah memegang payud*ranya sendiri, lalu memutar-mutar telapak
Pasha ungu duet sama RossaAda yang nunggu Anton buka puasa??****Anton menjadi gelisah dan bete setelah mendengar ucapan Ali. Begitu masuk ruang dosen, masih ada sepuluh menit waktunya kosong. Ia bisa menghabiskan bubur kacang hijau yang ia beli tadi. Sambil menikmati setengah terburu-buru sarapannya, ia teringat teh Parni. Ia berharap kakak iparnya itu bisa membantunya menghadapi Ali.Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, lalu menghubungi nomor kakak iparnya."Hallo, assalamu'alaykum, Teh!""Wa'alaykumussalam. Kenapa Ton?""Saya mau minta tolong.""Iya, tolong apa?""Jika nanti Ali ke rumah, jangan biarkan bertemu dengan Parmi ya, Teh!""Oke.""Terimakasih, Teh. Nanti pulang ngojek, eh..pulang ngajar saya bawakan martabak.Anton menutup teleponnya, hampir saja ia keceplosan tentang pekerjaan sambilannya. Ia tidak ingin orang rumah mengetahuinya walapun ibunya sendiri.Langkahnya ringan menu
Duda keren namanya AntonYang mau belah duren, nyook kita nonton🤣🤣(21+)*****Anton terperangah saat istrinya Parmi tiba-tiba datang memeluknya erat. Pelukan yang sudah dari lama ia nantikan, ternyata baru kesampaian saat ia menjadi ojol."Ibu kenapa?" Tanya Anton sambil berbisik, ia mencoba merengganggkan pelukan Parmi, namun tidak bisa."Hikss..hikkks..." Parmi masih terisak.Anton mengusap air matanya yang jatuh di pipi. Kemudian tangan kokohnya menyambut pelukan hangat sang istri.Keduanya saling berpelukan tanpa memedulikan satu dua orang yang lewat di depan mereka. Jaket Anton sudah basah oleh air mata istrinya."Kok ngojek sih, Mas?" Tanya Parmi di tengah isakannya. Ia memberanikan diri melihat wajah lelah suaminnya."Mas ga ngajar lagi?" tanya Parmi lagi, sungguh ia penasaran."Ngajar, ini pulang ngajar BIMBEL, sekalian ambil penumpang." Jawab Anton sambil tangannya mengusap pipi istrinya yan
Acara syukuran aqiqah Andrea, Aleta dan Andini berlangsung khidmat. Ada lima puluh peserta pengajian ibu-ibu yang hadir. Termasuk tetangga, teman KUA bu Rasti, karyawan pak Andi, para sanak famili dari keluarga Anton, termasuk Iqbal juga ada disana, bersama dengan kedua orangtuanya. Ada juga beberapa mahasiswa yang datang. Bahkan dokter Alan berserta istri dan anak-anaknya juga hadir disana, membawakan aneka buah tangan.Ali terperangah begitu juga dengan orangtuanya, saat melihat Parmi yang berubah jadi cantik. Bahkan saat bersalaman, mereka hampir tidak mengenali Parmi.Ibu Parmi, Bu Parti sampai tepat semalam, ia sangat senang bisa melihat Parmi, Parni dan ketiga cucu kembarnya yang sangat cantik. Air matanya tidak berhenti mengalir saat menyaksikan prosesi gunting rambut cucunya. Begitu hikmat dan syahdu, diiringi sholawat dan ada hiburan marawis dari ibu-ibu lingkungan setempat.Aneka hidangan tersedia sudah di meja prasmanan, balon-balon cantik dan aneka h
Empat bulan berlalu semenjak kejadian tragis itu. Berdasarkan pasal 340 KUHP, barang siapa yang sengaja dengan rencana terlebih dahulu, yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, maka pertanggung jawabannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau paling lama dua puluh tahun. Hakim memutuskan, Safira akhirnya dihukum dua puluh tahun penjara, sedangkan bik Isah dihukum selama lima belas tahun.Parmi yang masih merasa sangat khawatir, memilih mengajak ibu dan tetehnya untuk tinggal bersama. Suatu keharuan tersendiri bagi Parmi. Saat suaminya memberikan kunci rumah baru untuk Parmi. Rumah yang sudah ia beli dengan kerja kerasnya. Kini ia berikan atas nama Parmi, istrinya.Anton juga mendatangkan seorang lagi saudara Parmi yang bisa membantu untuk menjaga si kembar."Apa?teteh pacaran dengan mas Iqbal!" pekik Parmi tidak percaya, saat Parni membisikkan sesuatu di telinga Parmi."Huuusstt....jangan denger Anton, teteh malu." Parni menu
Parmi menangis sejadi-jadinya di depan ruang NICU, ketiga bayi kembarnya tidak sadarkan diri, setelah keracunan obat yang mengandung obat tidur. Bahkan Parmi pingsan hingga dua kali. Betapa hancur hatinya melihat di tubuh ketiga puterinya, dipasang alat. Untuk membantu mereka tetap bernafas dan membantu mereka mengeluarkan racun dari dalam tubuh.Bu Rasti yang baru saja tiba, ikut menangis hingga terduduk di lantai tepat di depan ruang NICU. Ia sangat kaget, saat ditelepon oleh bibik, kalau si Kembar mengeluarkan busa dari dalam mulutnya. Bu Rasti yang saat itu sedang ada rapat dengan Kementrian Agama, meninggalkan ruang rapat begitu saja. Kakinya serasa tidak menapak, pikiran buruk berkecamuk di kepalanya. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan cucu kembar tiganya."Mamah, anak saya, Mah," lirih Parmi dengan lemah menghampiri ibu mertuanya. Mereka berpelukan erat."Kenapa bisa seperti ini, Mi?""Ada yang sengaja memasukkan obat tidur ke dalam badan
Hari ini, Parmi dan Bu Rasti membawa Angkasa, juga si kembar pergi bermain ke Taman Margasatwa Ragunan. Bik Isah dan bibik tentu saja diajak. Sedangkan Anton tidak bisa meninggalkan kelas, karena sedang mengawas mahasiswa yang sedang ujian.Angkasa nampak antusias, melihat aneka hewan disana. Bahkan seolah tiada lelah, ia berlarian kesana-kemari agar cepat sampai dari satu kandang ke kandang lainnya. Angkasa sangat senang, saat berada di depan kandang gajah. Ada empat ekor gajah besar disana. Dan satu ekor gajah berukuran lebih kecil. Angkasa mengambil foto hewan-hewan tersebut dengan ponselnya. Ia juga memotret Parmi, nenek dan ketiga adiknya.Foto-foto keseruan disana, Angkasa kirimkan kepada mommy dan juga papanya. Eh iya, kepada daddy Xander, ayah sambungnya juga ia kirimkan fotonya."Bibik, kenapa?" tanya Angkasa saat tanpa sengaja melihat bik Isah memegang hidung Andrea.Bik Isah yang memang kebagian menggendong Andrea, karena Andrea tidak mau
Hujan rintik-rintik membasahi tanah pedesaan. Air mulai menggenang di selokan tanah yang berlubang. Harumnya begitu memesona, karena bercampur aroma daun segar yang ikut tersapu air hujan. Parni masih fokus dengan kegiatan merajutnya. Sesekali ia tersenyum malu-malu, sambil melirik ponselnya. Sepertinya ia sedang menunggu pesan dari seseorang.Ting! ting!Parni kaget, bahkan benang rajutnya yang bewarna merah itu, terlempar ke lantai rumah. Bunyi pesan masuk berbunyi, wajah Parni tampak gembira. Dengan cekatan, ia membuka pesan yang masuk.["De Parni sedang apa?ganggu ga kalau saya telpon."]Parni mesem-mesem, wajahnya pun merona bahagia. Apakah ia jatuh cinta?Ragu Parni mengetik balasan pesan dari seseorang itu. Ponsel masih ia genggam dengan tangan sedikit berkeringat. Jujur setelah luka lama yang menganga bertahun-tahun lalu, baru kali ini ia coba membuka hati."Udah sana masuk kamar, kalau mau teleponan!" Bu Parti tersenyum menggoda Parni
Parmi dan Anton sudah berada di bandara. Menunggu kedatangan penerbangan dari Belanda. Anton dan Parmi sudah tidak sabar melihat Angkasa. Sedari turun dari mobil, Parmi dan Anton selalu bergandengan tangan. Persis pasangan yang sedang dimabuk asmara. Anton juga tidak jengah sesekali mencium kepala Parmi."Jangan dicium terus rambutnya, Mas!" rengek Parmi, merasa cukup jengah dengan tingkah alay suaminya."Kenapa sih, Sayang? Wangi kok rambutnya," sahut Anton, sambil memegang rambut panjang Parmi."Ntar kutunya nempel di bibir, baru tahu rasa!" Anton menelan salivanya, cepat ia meraba bibirnya. Merasa kurang puas, ia mengambil ponselnya lalu membuka menu kamera depan. Ia bercermin dari layar ponselnya, memeriksa kembali bibirnya. Apakah ada kutu rambut yang menempel di sana? Tapi sepertinya tidak, bibirnya masih terlihat segar dan sedikit bengkak, efek digigit oleh Parmi.Anton bergidik ngeri bila nengingat semalam, betapa ganas istrinya. Kopi yang i
Parmi keluar dari kamar, sayup-sayup ia mendengar suara ibu mertuanya seperti sedang berbicara di teras. Ia berjalan menghampiri dan melihat ada siapa disana."Eh, Parmi sini, Nak." Bu Rasti menepuk kursi kosong di sampingnya, bermaksud agar Parmi ikut duduk. Parmi menurut, duduk di samping ibu mertuanya.Wanita paruh baya yang sedang duduk di lantai. Memerhatikan gerak gerik Parmi dengan seksama, sambil menyunggingkan senyum tipis."Ini, Mi. Kenalkan ibu Isah namanya, dia sedang mencari pekerjaan. Jadi mama menawarkan untuk menjaga si kembar. Bagaimana kamu mau?" bu Rasti memperkenalkan ibu yang sedang duduk di lantai pada Parmi."Emang Ibu rumahnya di mana?" tanya Parmi dengan ramah."Keluar komplek ini gang sebelah kanan, Non.""Oh deket ya, jadi ilIbu nginep apa pulang pergi kerjanya?""Saya datang pagi, lalu pulang malam. Sehabis magrib.""Bagaimana Parmi, boleh ibu ini membantu?kasian dia sedang butuh pekerjaan." Bu
Bu Rasti sedang menggendong Aleta sore ini, sedangkan Andrea dan Andini sudah tertidur pulas setelah mandi sore. Aktifitas yang tidak pernah mau ia lewatkan setiap harinya, adalah menemani cucu kembar tiganya bermain. Bu Rasti akan sangat senang jika bisa menggendong ketiganya bergantian.Cukup kerepotan memang, apalagi semenjak Parni kembali ke desa, otomatis hanya bibik yang bisa membantu Parmi sebisanya. Bu Rasti sudah coba menghubungi biro tenaga kerja ART untuk mendapatkan pengganti Parni, namun hingga sekarang belum ada yang cocok.Rata-rata dari biro jasa ART itu berusia muda, sedangkan Anton tidak menginginkan ART muda yang mengasuh bayinya, Anton menginginkan ART yang seusia bibik, agar lebih awas dan hati-hati dalam mengurus bayi."Mamah, kok melamun?" Parmi datang ke teras sambil membawa air jahe hangat untuk ibu mertuanya."Mamah pusing, Mi. Belum ketemu orang untuk bantuin jaga si Kembar."Parmi meletakkan bokongnya duduk di sebe
Rumah keluarga Anton gempar shubuh ini, dikarenakan temuan kotak kado yang berisi bangkai tiga ekor tikus. Entah siapa pengirimnya, yang jelas membuat Parmi dan seisi rumah ketakutan.Parmi bahkan terus-terusan gelisah saat menyusui si kembar. Anton melihat raut ketakutan dari wajah istrinya. Ia mendekati Parmi yang saat ini tengah duduk di ranjang menyusui Aleta."Bu, jangan takut! Mungkin itu kerjaan orang iseng saja." Anton mengusap lembut lengan Parmi."Mana ada orang iseng, ngumpulin tiga bangkai tikus dan dimasukkan ke dalam kotak, dibungkus kertas kado pula? Ini pasti sengaja, Mas. Saya takut!""Ya Allah, siapa sih yang tega bener begini sama kita ya, Mas. Apa salah kita, Mas?" Parmi menghapus air mata yang turun di pipinya, ia benar-benar ketakutan.Eeekkk...hheekkk...Bayi Aleta merengek, ia pun ikut gelisah seperti ibunya. Tidak lama, Andrea dan Andini pun ikut menangis kejer. Anton dengan sigap menggendong keduanya. Me
Acara syukuran aqiqah Andrea, Aleta dan Andini berlangsung khidmat. Ada lima puluh peserta pengajian ibu-ibu yang hadir. Termasuk tetangga, teman KUA bu Rasti, karyawan pak Andi, para sanak famili dari keluarga Anton, termasuk Iqbal juga ada disana, bersama dengan kedua orangtuanya. Ada juga beberapa mahasiswa yang datang. Bahkan dokter Alan berserta istri dan anak-anaknya juga hadir disana, membawakan aneka buah tangan.Ali terperangah begitu juga dengan orangtuanya, saat melihat Parmi yang berubah jadi cantik. Bahkan saat bersalaman, mereka hampir tidak mengenali Parmi.Ibu Parmi, Bu Parti sampai tepat semalam, ia sangat senang bisa melihat Parmi, Parni dan ketiga cucu kembarnya yang sangat cantik. Air matanya tidak berhenti mengalir saat menyaksikan prosesi gunting rambut cucunya. Begitu hikmat dan syahdu, diiringi sholawat dan ada hiburan marawis dari ibu-ibu lingkungan setempat.Aneka hidangan tersedia sudah di meja prasmanan, balon-balon cantik dan aneka h