Jadwal begadang kini dimulai. Sejak pukul delapan malam, saat sanak saudara sudah kembali ke rumah masing-masing. Di situlah kedua mata si kembar tiga, melotot terang. Selalu saja ingin diajak bicara dan bermain.
Parmi berkali-kali menguap mengajak Andrea, Aleta dan Andini untuk tidur. Bahunya sudah cukup pegal menyusui ketiganya. Parmi melirik jam di dinding sudah pukul sebelas tiga puluh malam. Namun ketiga anaknya belum ada yang ingin tidur.
"Tidur dong sayang! Ibu ngantuk nih! Hooaam!" Parmi menguap sangat lebar. Anton yang saat ini tengah mengajak bicara Aleta, melirik istrinya yang sudah sangat mengantuk sepertinya.
"Ibu tidur duluan aja, biar saya yang nemenin anak-anak main." Parmi menoleh pada suaminya.
"Ga papa, Mas. Saya masih bisa nahan. Mungkin sebentar lagi mereka mau tidur."
"Tidur aja sebentar, nanti saya bangunin satu jam lagi, dari pada pusing ngantuk." Anton terus saja meminta Parmi untuk tidur walaupun sebentar. Ia juga ti
Ali sudah duduk dengan manis di ruang tamu keluarga Anton. Di samping kirinya ada tas berukuran tidak terlalu besar, sedangkan di samping kanan ada empat kotak terbungkus kertas kado. Matanya menjelajah isi rumah dosennya tersebut. Tidak ada foto pernikahan Parmi dengan dosennya tersebut, memperkuat dugaan Ali, bahwa pernikahan Parmi bermasalah."Den, Ali," sapa Parmi ramah. Ia berjalan ringan sambil tersenyum ke arah Ali.Ali bangun dari duduknya, lalu dengan semangatnya malah mencium punggung tangan Parmi saat Parmi mengulurkan tangan."Biasanya bau bawang, Teh, kali ini bau minyak telon ya. Agak mendingan," ledek Ali yang diiukuti oleh tawa Parmi."Duduk, Den!" Parmi mempersilakan Ali untuk duduk kembali, begitu juga dengan dirinya."Eehhmm!" Anton yang sudah rapi, keluar dari kamar langsung menghampiri Ali dan juga istrinya."Ada apa, Li?" tanya Anton tegas dengan raut wajah tidak senang dengan kehadiran Ali. Apalagi saat ini Ali duduk b
Empat puluh lima menit berlalu, hingga alarm kelas berbunyi, tanda mata kuliah berakhir. Hampir seluruh mahasiswa mengumpulkan kertas ujian dengan wajah lunglai. Anton tersenyum puas, saat menatap kertas kuis Ali yang hanya terisi empat dari lima nomor.Ia keluar dari ruangan Ali, berjalan dengamln wajah penuh kepuasan menuju Parkiran. Diliriknya jam tangan, sudah pukul tiga sore. Satu jam lagi, jadwalnya mengajar di sebuah lembaga BIMBEl.Yah, sudah dua hari ini Anton juga mengajar sebagai tenaga pengajar di sebuah lembaga BIMBEL. Guna untuk menambah penghasilannya. Ia sadar betul, pengeluarannya pasti akan bertambah, dengan kehadiran si kecil. Namun Anton yakin, bahwa semua ini adalah rezeki bagi anak-anaknya.Ia menyalakan motor maticnya lalu pergi meninggalkan kampus. Ia mengajar BIMBEL anak SMA yang sedang persiapan memasuki universitas. Ia mengajar mata pelajaran matematika dan bahasa inggris untuk siswa kelas tiga jenjang SMA.Parmi sud
"Tau ga kenapa saya cemburu?""Ya tidak tahu, Mas. Saya mah, bukanMamah Dedeh."Mungkin maksud istriku, Mama Loren kali ya. Lagi-lagi salah sebut dia. Saaabbbaaarrr."Kenapa mas cemburu?""Karena...saya cinta sama kamu."Tttuuuuuiiitttt!Wajah Anton memerah. "Pantat laknat!""Mas, denger suara balon kempes gak? Tapi kok bau WC ya." Parmi mengendus membaui aroma busuk yang menyeruak di dalam kamarnya, lalu dengan sigap menutup hidungnya dengan telapak tangan."Bukan balon kempes, Bu. Ini pantat saya.""Pantat Mas, bisa kempes juga?" tanya Parmi polos, sungguh ia tidak paham pembicaraan suaminya. Perasaan tadi bilang cinta, trus apa hubungannya dengan pantatnya yang kempes?."Saya kentut," ucapAnton sambil menahan tawanya."Oh, pantesan. Pasti tadi Mas lupa cebok ya? jadi bau bangke begini."Anton kembali tergelak."Maaf ya, Bu." Anton menyeringai, mengambil jemari Parmi lalu mengusa
Dengan penuh bujuk rayu, akhirnya Parmi pergi juga ke salon. Ia naik ojek yang sedang mangkal yang tidak jauh dari rumahnya hanya sampai depan komplek saja. Lalu ia melanjutkan perjalanannya, dengan naik angkot. Sangat hati-hati, Parmi memperhatikan jalanan, ia tidak ingin terlalu jauh juga dari rumah, khawatir nyasar. Maklumlah ia jarang keluar rumah."Nah, itu dia.""Kiri, Bang!" teriak Parmi, lalu angkot tersebut berhenti. Parmi turun dan membayarkan uang dua ribu kepada sopir angkot."Kurang, Mbak. Masa dua ribu!" sentak sopir angkot sambil menatap Parmi dengan wajah tidak senang."Kan deket, Bang.""Kurang, Mbak. Tambahin. Dua ribu mah, jalan kaki aja.""Yah, jalan kaki mah cape saya, Bang. Ntar kalau saya kecapean gimana?""Bodo amat! Bukan urusan saya.""Ya kok gitu, kan Abang yang suruh saya jalan kaki, gimana sih?""Astaghfirulloh, korek api gue mana sih tadi ya!" umpat sopir angkot dengan wajah memerah ke
Beli selasih di warung bu MimiTerimakasih untuk yang nungguin Parmi.****"Beneran ini kamu, Bu?" tanya Anton lagi sambil menatap penuh pesona pada makhluk di depannya."Iya, ih! Nih, lihat kutunya udah bersih!" seringai Parmi sambil memperlihatkan kepalanya yang sudah bersih."Cantik gak, Mas?"Anton mengucek matanya berkali-kali. Ia masih tidak percaya dengan pandangannya. Ia masih mengira, bahwa saat ini ia dalam kehaluan yang hakiki."Ini beneran, ibu?" tanyanya lagi semakin mendekat ke arah Parmi. Bahkan hidungnya membaui sesuatu yang sangat segar. Harum parfum badan yang begitu dinikmati indera penciumannya."Ini, lihat! Semak belukarnya masih rimbun!" Parmi menyeringai sambil mengangkat tangannya tinggi. Hingga nampaklah sesuatu yang rimbun.Anton terkekeh. Tidak salah lagi, kalau begitu."Tapi, kok bisa berubah, Bu?" tangan Anton meraih rambut Parmi yang baru saja ia curly di salon.
****"Iya, tidak apa-apa.""Ayo, sini! Ajarin sulapnya."Anton mendelik kaget.Dengan malu-malu ia berjalan, menuntun tangan Parmi dan membawanya ke atas ranjang. Wajah Parmi juga memerah, sungguh saat ini ia merasa sangat malu."Saya yang bukain aja kancingnya, biar Ibu ga capek," ujar Anton dengan suara bergetar.Parmi hanya mengangguk. Anton melancarkan aksinyaa membuka satu persatu kancing baju daster Parmi. Susah payah ia menelan salivanya. Sungguh pemandangan yang sangat menggoda imannya."Jangan cuma diliatin, Mas. Kapan ngajarinnya?" tegur Parmi dengan wajah menunduk."Eh, iya sayang. Begini caranya." Anton meletakkan telapak tangannya di dada Parmi."Bagaimana? Enakkan?"Parmi tersentak dari tidurnya, suara yang sangat ia hapal membuat ia terbangun. Ia melirik ke arah ranjang tepat di sebelah Andini. Tampak di sana, suaminya tengah memegang payud*ranya sendiri, lalu memutar-mutar telapak
Pasha ungu duet sama RossaAda yang nunggu Anton buka puasa??****Anton menjadi gelisah dan bete setelah mendengar ucapan Ali. Begitu masuk ruang dosen, masih ada sepuluh menit waktunya kosong. Ia bisa menghabiskan bubur kacang hijau yang ia beli tadi. Sambil menikmati setengah terburu-buru sarapannya, ia teringat teh Parni. Ia berharap kakak iparnya itu bisa membantunya menghadapi Ali.Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, lalu menghubungi nomor kakak iparnya."Hallo, assalamu'alaykum, Teh!""Wa'alaykumussalam. Kenapa Ton?""Saya mau minta tolong.""Iya, tolong apa?""Jika nanti Ali ke rumah, jangan biarkan bertemu dengan Parmi ya, Teh!""Oke.""Terimakasih, Teh. Nanti pulang ngojek, eh..pulang ngajar saya bawakan martabak.Anton menutup teleponnya, hampir saja ia keceplosan tentang pekerjaan sambilannya. Ia tidak ingin orang rumah mengetahuinya walapun ibunya sendiri.Langkahnya ringan menu
Duda keren namanya AntonYang mau belah duren, nyook kita nonton🤣🤣(21+)*****Anton terperangah saat istrinya Parmi tiba-tiba datang memeluknya erat. Pelukan yang sudah dari lama ia nantikan, ternyata baru kesampaian saat ia menjadi ojol."Ibu kenapa?" Tanya Anton sambil berbisik, ia mencoba merengganggkan pelukan Parmi, namun tidak bisa."Hikss..hikkks..." Parmi masih terisak.Anton mengusap air matanya yang jatuh di pipi. Kemudian tangan kokohnya menyambut pelukan hangat sang istri.Keduanya saling berpelukan tanpa memedulikan satu dua orang yang lewat di depan mereka. Jaket Anton sudah basah oleh air mata istrinya."Kok ngojek sih, Mas?" Tanya Parmi di tengah isakannya. Ia memberanikan diri melihat wajah lelah suaminnya."Mas ga ngajar lagi?" tanya Parmi lagi, sungguh ia penasaran."Ngajar, ini pulang ngajar BIMBEL, sekalian ambil penumpang." Jawab Anton sambil tangannya mengusap pipi istrinya yan