Home / Romansa / The Gray Silhouette of Love / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of The Gray Silhouette of Love: Chapter 111 - Chapter 120

131 Chapters

111. MENYERAH

"... Mengharapnya kembali itu hampa, Memikirkannya lagi hanyalah derita ..." ~ Aru ~ . . Apa aku bisa mengatakannya? Aku bisa! Tapi apa aku siap menerima jawabnya? Dia selalu mengecewakan harapanku, biasanya! Dan tentu itu membuatku tidak siap. Aku perlu mengantisipasinya. Aku tersenyum, meyakinkan diriku jika aku baik-baik saja, tapi hatiku tidak bisa. Ada rasa yang terus mengganjal dan jadi pengganggu. Dan akupun tahu, Ara bisa menangkapnya meski kusamarkan itu. "Aru, kenapa?" "Bukan apa-apa" "Please, it must be something!" "Alright. Can I ask you something then?" "Apa?" Aku menggenggam kedua tangannya. Mataku melirik cincinnya sesaat dan Ara menangkapnya. Kuhela nafas pendek. "Aku mengerti kenapa kau tidak bisa memilihku, sekalipun mungkin ingin. Kita sama-sama tahu, sama-sama dewasa. Bukan lagi bocah remaja yang baru kenal cinta, lantas abai akan logika" Mata kami meyiratkan ketegaran yang sama, dari kegetiran yang berbeda. "Perbedaan kita yang tak bisa dijembatan
Read more

112. (HATE) vs LOVE

  "... Benci bukanlah ungkapan cinta ... " ~ Ara ~ . . Aku berkedip, menyapu lamunanku. Kenapa dia datang lagi? Katanya, dia tak akan menggangguku! Katanya, aku tak boleh mengusiknya! Tapi kenapa kini kau yang mengusikku? Seperti inikah kesalmu dulu? Saat aku terus mengunjungimu meski kau larang. Karena itu jadi punya efek mengganggu. Sebab rindu itu salah. Cinta itu salah. Memikirkanmupun jadi terasa salah. Aku dalam masalah jika terus begini. "STOP ARA! STOP!" Aku menggoyang kepalaku. Mengusirnya. Sepertinya aku butuh teman bicara untuk membuang toxic pikiranku, serta untuk menemukan lagi keyakinanku. Jika ini bukan cinta, hanya rindu akan nostalgia. "Hellooh" Tasya terdengar malas merespon. "Sya..." "Hm, Celine let's talk tomorrow! Aku lelah!" "Kau nglindur?" Dia tak menjawab. Malah terdengar suara
Read more

113. YANG TELAH KEMBALI

 "... Semua yang bermula dari ketulusan hati tak akan merusak hati ... "~ Ara ~.."Apa mungkin, Aru menghubungimu karena tahu jika Arnold....?""Maksudku. Apa dia jadi sensitif karena membicarakan Arnold? Mungkin?"Tasya berhati-hati menyebut nama itu."Sama sekali tidak! Dia benci nama itu. Kami tak mebicarakannya sama sekali""Benar juga. Dia benci nama itu. Mm, apa mungkin Aru akan menikah?""MENIKAH?"Entah kenapa mendengarnya hatiku merasa tak nyaman."Mungkin dia menghubungimu untuk memberi undangan atau semacamnya? Tapi tak mampu mengataknnya dan jadi kesal sendiri, dan mencari alasan lain seeperti mencari hardisknya?""Entah. Tapi aku turut bahagia jika kabar itu benar""Sungguh? Tak yakin!""Setidaknya, dia moved on, kan? Itu berita baiknya. Mungkin dengan begitu rasa bersalahku lambat-laun akan menghilang juga. Itu bagus, kan?
Read more

114. NO HOPE

  "... Iri membuat ini terasa sakit lagi ..." ~ Aru ~ . . Akhirnya aku berkesempatan berkunjung ke tempat Zein, setelah sekian lama. Menyesap kopi yang sama dengan orang yang kita kenal akrab, merupakan suatu kegembiraan tersendiri. Dan disinilah kami berjumpa kembali. Di kediaman baru Zein. Setelah ratusan sunyi dan hampa tanpa orang terdekat yang menemani, kamidipertemukan lagi. "Jadi kau akan menetap disini atau di Indonesia bersama keluargamu?" Mami dan Papi telah berbaikan, dan mereka kembali lagi tinggal bersama. "Kurasa, tidak kedua-duanya" Zein memicingkan mata mengamatiku. "Setelah tinggal di kota-kota mengerikan yang kau lalui, dan kau masih hidup. Kau masih belum ingin menetap?" Aku mengumbar senyum ringan. "Kurasa aku masih nyaman seperti ini" "Ayolah, akhiri semua pelarian-pelarian ini! Kembalilah hidup normal Aru. Ini sudah dua
Read more

115. LESS SUGAR

  "... Tanpamu hidup terasa kurang gula ..." ~ Ara ~ . . Aru menggantarku pulang dengan motor, setelah berusaha meminjam mobil tapi tak dapat. Aku tak apa dengan itu, lagi pula dia orang yang cukup berhati-hati saat berkendara. Tunggu. Apa iya? Tidak! Aru malah seringnya ngebut dan sedikit ugal-ugalan. Terlebih saat, bad mood. Tapi setidaknya, aku belum pernah jatuh saat membonncengnya, tapi dia pernah jatuh saat bersama Quin. Quin? Kenapa harus membahasnya? Let's forget about her. So he's save driver for me. Cause he loves me, right? Definetely. Aku melingkarkan tangan pada perutnya, menyeimbangkan diri dari guncagan, agar tak terjatuh. Tapi dia melepasnya. Berkata dengan dingin pula. "Don't touch me!" Aku tahu dia masih marah padaku karena mendapati aku membalas pesan Arnold. Entah kenapa itu deal yang membuatku kes
Read more

116. SECRET TALKS

"... Saat kita tak bisa bersama, simpan aku dalam hatimu, disanalah aku akan tinggal bersamamu selamanya ..."~ Ara ~..Aku terbangun, Aru tak didekatku. Aku jadi cemas. Aku memaggilnya tapi dia tak menyahut. Aku mencarinya. Kamar mandi tak ada, ruang makan tak ada, dapur dan ruang tamu pun tak ada.Aku merasa lelah dan takut seketika. Aku takut jika dia meninggalkanku. Sebab dia terasa sedikit mencurigakan tadi malam.Sebab sebelum tertidur semalam, aku mendengar dia mengucapkan kalimat serupa perpisahan. Dan menyanyikanku lagu serupa perpisahan pula.( Lose - Niki. Play it please! )Aneh dan sedih. Dan aku tak suka merasakan perpisahan itu makin dekat. Dia menaruh gitarnya."Can I kiss your cheek? NO!"Saat itu mataku sudah terpejam, tapi aku belum tidur sempurna. My mind still alive.Dia jadi begini sopan karena aku bukan lagi pacarnya, kurasa."Kau tidur? Cepat sekali. Tapi itu masih tetap No, kan?" monolognya padaku."Ya, no... adalah jawaban terbanyak yang selalu kau berikan
Read more

117. HARI TERAKHIR

  "... Bukan besar ketulusan yang memicu pengkhianatan tapi rumitnya keadaan ..." ~ Aru ~ . . Setelah berhasil menenangkan Ara yang menangis sedih sebab mengira aku pergi, padahal hanya mencari makan sebentar. Dia akhirnya  tertidur. Dan aku juga. Tapi suara berisik membangunkan tidur kami. Membuat kami saling  menatap dalam linglung.  "Tamu?" duganya. "Telpon Ra!" kataku. "Buka pintunya. Aku akan terima ini" Aku membukakan pintu, dan langsung disambut cengkraman tangan ayah Ara. Tatapannya tak bersahabat padaku. "O-om...??" aku sesak nafas. "Apa yang kau lakukan disini? Mana Tia?" Aku menunjuk atas. "Cek Ma!" ibunya mematikan telpon. "Apa yang KAU LAKUKAN pada ANAKKU? JAWAB!!" "O..om... A...aku... han...han" aku berjuang untuk tetap bernafas. Tak bisa melawan karena masih shock, juga karena baru bangun tidur.
Read more

118. SIGNAL

 "... Sinyal itu begitu jelas harusnya, tapi aku terlambat menangkapnya ..."~ Ara ~.. Aku kembali karena telah pulih dari sakit. Aku memberi tahu Aru jika akan datang hari ini, tapi dia sedang di rumahnya dan tak bisa menyambutku saat aku kembali.Aku tak mengapa. Lagi pula kami baik saja sejauh ini. Komunikasi kami masih baik juga. Aru tak marah karena peristiwa di rumahku itu. Dia malah lebih dewasa, sabar dan perhatian. Aku suka melihat sisinya yang hangat seperti ini.Aku masuk kamar dan merasa senang karena kamarku terlihat lebih rapi. Tak ada baju tergantung, meja riasku tertata rapi. Aru pasti yang melakukannya, tidak mungkin Tasya.Aku membuka lemari dan itupun tertata rapi, wangi dan licin. Senang rasanya, aku tak harus menyetrika seminggu ini.Aku lalu keluar untuk mengambil minum. Kulkas dan dapur juga tertata rapi. Aku tersenyum sendiri."He's so kin
Read more

119. BIGGEST SCARE

 "... Aku berhasil menumbuhkan cintaku, kian hari membesar, tapi mungkin tercipta karena keadaan ..."~ Ara ~..Aku pulang dengan jiwa hampaku. Zein mengawal hingga aku sampai di rumah. Meski kutolak, tapi dia tak mendengarku. Katanya, itu bagian janjinya pada Aru.Aku terbaring hampa, mengingat pesan Aru yang masih segar dalam ingatan.'Bergembiralah Ra. Nikmati kebebasan ini' suara Aru masih menggema di telingaku."Kenapa kau pergi?" teriakku."Ara, aku masih disini"Aku tak bicara denganmu."Ara... Kau baik?""Just leave me alone, Zein!""Okay, jika itu maumu. Aku pamit, Ra."Suara Aru kembali hadir di ruangan ini."Jangan risaukan kabarku bagaimana. Kau tahu aku selalu baik saja tanpamu. Cause I'm stronger than you! Saatnya menulis cerita baru dengan orang baru, Ra. Kurasa ini waktunya menepati janjiku
Read more

120. THE REASON

 "... Teman tak akan berkorban sebesar dia melakukannya untuk cinta ... "~ Aru ~.."Alasan lainnya karena apa? Kenapa kau pergi? Aku memintamu move on darinya, bukan menghilang. Bukankah kau sudah membatasinya dengan banyak larangan JANGAN. Menghilang, apa itu perlu?""Apa itu berlebihan?""MUNGKIN"Bagiku melarikan diri darinya merupakan suatu keharusan yang tak terhindarkan."Zein, terus berada di kota ini justru makin membuatku sesak. Jalanan, rumah, mall, tempat makan semua penuh oleh ingatan tentangnya. Bahkan saat menyantap mie instanpun dia bisa muncul lagi""Kau terusik?""Ya. Aku bahkan tak punya tempat untuk dihabiskan sendiri. Jadi jangan sesekali ajak pacarmu ketempat favoritmu, karena saat putus itu jadi menyebalkan. Terlebih kota ini kecil""Yea, okay. Nice advice""Itu membuatku benci semuanya""Karena itu? Tak
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status