Home / Romansa / The Gray Silhouette of Love / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of The Gray Silhouette of Love: Chapter 101 - Chapter 110

131 Chapters

101. GONE

"... Mencintai dua orang dalam satu hati, tidaklah mudah ..."~ Ara ~..Aku masih sukar menepis kesepian, dan bergulat menyingkirkan pikiran sedih ini dari 25 hariku tanpanya. Hampir sebulan dan dia masih sama saja, menghindariku. Masih menutup diri dariku. Sikapnya jadi jauh dari hangat. Sepertinya kali ini dia sungguh-sungguh ingin menjadikanku musuhnya. Aku lelah membujuk, berdamai padanya sedang dia seperti tak mau lagi mengenalku, hingga tangispun sering menjadi teman sunyiku.Benar katanya, kami tidak baik terpisah. Tapi aku tak bisa memilihnya, sekalipun aku ingin memilihnya. Karena bagiku, tak ada restu orang tua itu seperti menjalani hidup dalam sekap bayang-bayang hitam. Selain memicu sesak nafas dan rasa takut, itu juga memberi beban ketidak tenangan jiwa."Maaf, aku tak bisa memilihmu, sekalipun aku ingin. Aku hanya tidak bisa..."Pedih itu hadir kembali, mengusik hati yang masih gamang. Dan disaat seperti inilah aku berlari pada Tasya. Berharap dia bisa menghibur gulan
Read more

102. HARD DAYS

"... I love you, itu perasaan bukan bualan ..."~ Ara ~.."Makan sendiri tidak terlalu enak, Aru!""Makan denganmu lebih tidak enak lagi. Maksudku, makan dengan MANTAN lebih tak enak lagi rasanya tauk!"Aku menatap lelah. Malas mendengar hal semacam itu keluar lagi jadi sinis yang mengusik telinga."Harusnya, jawab saja agar kita punya tenaga lagi untuk bertengkar. Itu lebih mudah diterima daripada alasan apapun juga, saat ini. Bagiku""TERSERAHLAH!"Kutarik satu mangkok dengan dorongan kesal. Menyantap laksa dengan banyak air mata, menikmati kebersamaan yang kini terasa MEMUDAR di depan mata.Satu seruputan lagi, air mataku meleleh terbawa arus perasaan yang kian campur aduk jadi satu kesatuan, antara takut kehilangannya tapi juga harus merelakan. Antara rindu tapi juga lelah dengan sikap dinginnya yang tak mereda. Sedangkan waktu kami makin singkat dan terbatas.Aku sungguh merindukan sosok Aru yang biasanya hangat, ramah, penuh cinta.'Cinta?' Bukankah aku baru saja memutusnya.
Read more

103. PANTANG MENYERAH

  "... Sejak kau tumbuhkan cinta lain dihati, dimensi cintamu berubah ..." ~ Aru ~ . . Remang hadir lagi dalam pandangan Ara, setelah aku meluruskan apa yang kurasa telah bengkok dalam pandangannya. "Kau lupa, Ra?!" "Kau lupa jika itu bagian dari perasaanku! Itukah kenapa kau tak membalasku? Atau kau tak membalasnya sebab itu bukan lagi perasaanmu padaku?" "Buk− " "It's okay. It's okay! Aku memang tak seharusnya menuntutmu mengatakan hal yang sama. Jika− Jika kau memang tak lagi merasakan hal yang sama padaku. Aku paham. Aku tak harusnya egois meminta hal yang sama padamu..." 'Apa karena aku terlalu menuntut? Karena itu kau memilih untuk memilihnya?' "Bisa kita pulang sekarang?" Aku kehabisan keberanian dan nyali. "Dan ini, bisa kau urus pembayarannya dulu? Aku yang akan traktir kali ini, tapi... pinjam uangmu dulu ya! Aku
Read more

104. KEPALA BATU

"... Akan ada waktu baik saat berusaha ..." ~ Ara ~ . . Aku terus menghitung waktu hampaku. Enam belas hariku mulai di-isi sesal dalam tangis dan renungan. Aru tak pernah muncul lagi kemari, meski aku telah meminta Zein mengijinkannya. Tujuh belas hariku berjalan suram. Dia masih menyenyapkan diri. Aku tahu, mungkin itu karena dia masih marah dan terluka. Jadi aku memberi jeda untuk tak kesana, berharap dengan begitu dia punya ruang untuk merindukanku. Tapi 18 hariku terkurung dalam pesimis membuatku tak nyaman lagi hanya diam. Akupun jadi mudah menangis, teringat dia. Sementara seisi rumah ini terisi penuh dengan bayangannya. Tapi Aru tetap sedingin es beku, tetap memblokirku. Tetap tak lagi peduli aku. "Bagaimana harus kujalani hariku tanpa mu besok?" Percakapan waktu itu muncul lagi dari keheningan. "Itu tak akan terlalu sulit bagimu, Ra. Kau akan memulai cinta baru dengannya. Mudah bagimu melupakanku. Tapi... bagaimana denganku?" Ya, bagaimana denganmu? Kau hanya selal
Read more

105. IRASIONAL

"... Kau menukar kesetiaannya dengan patah hati ..." ~ Ara ~ . . Dua jam berselang dari pesan-pesan yang ku kirim. Tasya akhirnya menghubungiku. "Hey, everything still be okay without Aru, okay! Kau akan baik-baik saja!" katanya bahkan sebelum sapa halloku terucap. But I'm not okay. Aku buruk. Dan merasa bersalah. "Aku merasa tak lagi bisa menghadapi ini tanpanya. Aku total kesepian. Sekaligus rindu parah. Tapi aku takut menemuinya. Aku hilang pegangan tanpanya, Sya" "Ara aku tahu, rindu adalah bagian paling berat yang harus dihadapi saat ini. Tapi kau juga harus ingat jika ini juga hanya bagian dari proses. Kau semakin dekat dengan keberhasilan mu" "Mmm" "Ara, kau hanya perlu membiasakan diri tanpanya. Bukan berarti tanpanya kau tak bisa" Aku mengangguk, lega mendenarnya. "Paham?" Bodoh. Kenapa aku menga
Read more

106. PURA-PURA

 "... Pisah adalah sekat untuk menahan diri dari kedekatan lagi ..."~ Masih Ara ~..Aku hancur dalam kalimat jujur Tasya."Ara, kau menyiapkan kuda-kuda untuk mundur dari cinta Aru. Tapi tak pernah cukup berani mengatakannya sendiri. Kau hanya selalu mununggu waktu dan waktu. Apa kau pikir itu adil untuknya? APA KAU PIKIR ITU TIDAK SAKIT BAGINYA?""Cukup Sya!""Aru hanya mencintaimu, tapi ganjaran dari rasa cintanya padamu hanya rasa sakit. SUNNGGUH IRONIS. PAHAM? KAU PAHAM KENAPA DIA TAK INGIN JADI TEMANMU? Itu karena cintanya berubah jadi derita MENYAKITKAN!""CUKUP SYA!"Aku masuk kejurang perasaan tersakitku.Benar, selama ini hanya aku yang terus egois memaksakan kehendak diri. Aku egois karena ingin semua ini berakhir baik-baik saja tanpa merelakan apa-apa hilang dariku. Aku ingin semuanya tetap dekat denganku. Tapi itu tak mungkin."You mess with the wron
Read more

107. HIM

  "... Apa aku menyukaimu sebab kau pria idealku, atau serupa dirinya ..." ~ Masih Ara ~ . . "Klo begitu tersenyumlah!" Aku tersenyum menurutinya. "JELEK!" dia selalu tak menghargaiku. "Lakukan lebih natural lagi nanti. Jangan sampai ibuku tahu KAULAH orang yang menghancurkan hati anak tersayangnya!" Huhf, sabar Ara. Sabar! "Kakak ayooo, aku lap... " adik lelakinya menyela kami.  "Ohh, Mbak Ara... yeh" dia mendekat, dan memelukku. Beginilah kehangatan di keluarganya. Pastas saja dia suka sekali memelukku. Baru setelah itu si kecil menyalamiku. Aku tersenyum senang menyambutnya. "Mbak Ara bawa oleh-oleh tidak?" "Amhh? Tidak" "Yah!" dia kecewa. "Hei bocah, sopan!" "Katakan apa yang kau suka?" "Es krim! Semua orang suka es krim!" "Kenapa kau suka es krim?" "Karna manis, lembut
Read more

108. BICKERING

"... Aku hanya terluka bukan amnesia ... "~ Aru ~..Aku ingin menutup ingatan dari perasaan sakit waktu itu. Waktu hidupku terasa tak lagi nyaman dijalani. Waktu semua terasa begitu berat dihadapi. Dan aku terpuruk karena cinta yang kukenal baik berubah menyakiti. Namun masih ada berat yang menghalaunya.Sebab ingatan itu terasa lucu kini. Sebab perasaan itu sudah tidak sama lagi. Meski sakitnya masih bisa terasa, tapi waktu membantu mengobati lukaku. Kedewasaan membantuku menerimanya. Meski hidupkupun tak lagi terasa sama tanpanya, tapi aku tetap baik-baik saja.Kisah pilu antara kami sudah berakhir. Kami terbebas dari pengap. Dan hidup tetap berjalan, meski harus berjauhan.But that was fine.Aku tahu langkah dari keputusanku. Dan dia menemukan kebahagiaannya. Kita berakhir dengan bahagia juga."Apa aku juga bahagia? Dia mungkin iya, tapi aku? Apa iya?"Aku hanya lega dia bahagia.Itukah kenapa aku memilih pergi kala itu.Sebab cinta mulai menuju titik tertipisnya mendekati bata
Read more

109. FROZEN

  "... We only have each other ... " ~ Ara ~ . . "Can I play it once more time?"  "Sure! Kenapa kau begitu suka film ini?"  "Karena Elsa cantik dan Anna lucu" "Tapi aku sudah bosan mendengar lagu itu terus menerus kau putar, princees" "But that was the best part mommy" "Kenapa begitu?" "I don't know" "OK. Sementara kau melihatnya, mami boleh sambil mengepak baju?" "Tentu" Lagu itu berulang lagi, mengingatkanku akan masa lalu yang coba kutinggalkan. "I never see you anymore... " Seketika itu langkahku terhenti. "It's like you gone away" Dan Aru muncul kembali diingatan. "We used to be best buddies and now we're not. I wish you could tell me why" dia bernyanyi dengan tenang. Itukah alasan kenapa dulu Aru sampai menangis mende
Read more

110. GOOD 4 YOU

"... Aku berusaha menyembuhkanmu tapi kau membuatku sakit ..."~ Aru ~..Aku pulang tapi Ara tak ada. Ditelepon tak bisa. Ponselnya selalu sibuk.Akupun mencarinya keluar. Dia sedang duduk didekat kolam, membelakangiku. Meski begitu, aku langsung tahu itu dia.Aku mengendap, ingin mengejutkannya. Tapi akulah yang justru terkejut hingga beku ditempat."Jangan cemas Mas. Aku sudah lebih baik. Tasya menjagaku dengan baik..."Rasanya, hatiku terjun ke tanah."Hmm, Tasya? dia bahkan tak terlihat sampa hari ini" hatiku memprotes.Tapi semua usahaku selalu kehilangan pengakuannya."Mmh iya, I miss you too..."Aku hancur menerima fakta itu.'I miss you too?' jelas itu bukan kalimat yang ingin kudengar. Sengaja atau tidak!Terlebih saat kami melewati beberapa hari ini bersama. Tapi luka dan luka lagi yang selalu kudapat dalam kedekatan itu lagi. Kenapa?Rasanya aku ingin Arnold mati saja. Agar sakit di hatiku hilang atau setidaknya tak bertambah bengkaknya.Aku berbalik. Urung, tak sudi meng
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status