Share

105. IRASIONAL

Author: Wika Cahaya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"... Kau menukar kesetiaannya dengan patah hati ..."

~ Ara ~

.

.

Dua jam berselang dari pesan-pesan yang ku kirim. Tasya akhirnya menghubungiku.

"Hey, everything still be okay without Aru, okay! Kau akan baik-baik saja!" katanya bahkan sebelum sapa halloku terucap.

But I'm not okay.

Aku buruk. Dan merasa bersalah.

"Aku merasa tak lagi bisa menghadapi ini tanpanya. Aku total kesepian. Sekaligus rindu parah. Tapi aku takut menemuinya. Aku hilang pegangan tanpanya, Sya"

"Ara aku tahu, rindu adalah bagian paling berat yang harus dihadapi saat ini. Tapi kau juga harus ingat jika ini juga hanya bagian dari proses. Kau semakin dekat dengan keberhasilan mu"

"Mmm"

"Ara, kau hanya perlu membiasakan diri tanpanya. Bukan berarti tanpanya kau tak bisa"

Aku mengangguk, lega mendenarnya.

"Paham?"

Bodoh. Kenapa aku menga

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Gray Silhouette of Love   106. PURA-PURA

    "... Pisah adalah sekat untuk menahan diri dari kedekatan lagi ..."~ Masih Ara ~..Aku hancur dalam kalimat jujur Tasya."Ara, kau menyiapkan kuda-kuda untuk mundur dari cinta Aru. Tapi tak pernah cukup berani mengatakannya sendiri. Kau hanya selalu mununggu waktu dan waktu. Apa kau pikir itu adil untuknya? APA KAU PIKIR ITU TIDAK SAKIT BAGINYA?""Cukup Sya!""Aru hanya mencintaimu, tapi ganjaran dari rasa cintanya padamu hanya rasa sakit. SUNNGGUH IRONIS. PAHAM? KAU PAHAM KENAPA DIA TAK INGIN JADI TEMANMU? Itu karena cintanya berubah jadi derita MENYAKITKAN!""CUKUP SYA!"Aku masuk kejurang perasaan tersakitku.Benar, selama ini hanya aku yang terus egois memaksakan kehendak diri. Aku egois karena ingin semua ini berakhir baik-baik saja tanpa merelakan apa-apa hilang dariku. Aku ingin semuanya tetap dekat denganku. Tapi itu tak mungkin."You mess with the wron

  • The Gray Silhouette of Love   107. HIM

    "... Apa aku menyukaimu sebab kau pria idealku, atau serupa dirinya ..." ~ Masih Ara ~ . . "Klo begitu tersenyumlah!" Aku tersenyum menurutinya. "JELEK!" dia selalu tak menghargaiku. "Lakukan lebih natural lagi nanti. Jangan sampai ibuku tahu KAULAH orang yang menghancurkan hati anak tersayangnya!" Huhf, sabar Ara. Sabar! "Kakak ayooo, aku lap... " adik lelakinya menyela kami. "Ohh, Mbak Ara... yeh" dia mendekat, dan memelukku. Beginilah kehangatan di keluarganya. Pastas saja dia suka sekali memelukku. Baru setelah itu si kecil menyalamiku. Aku tersenyum senang menyambutnya. "Mbak Ara bawa oleh-oleh tidak?" "Amhh? Tidak" "Yah!" dia kecewa. "Hei bocah, sopan!" "Katakan apa yang kau suka?" "Es krim! Semua orang suka es krim!" "Kenapa kau suka es krim?" "Karna manis, lembut

  • The Gray Silhouette of Love   108. BICKERING

    "... Aku hanya terluka bukan amnesia ... "~ Aru ~..Aku ingin menutup ingatan dari perasaan sakit waktu itu. Waktu hidupku terasa tak lagi nyaman dijalani. Waktu semua terasa begitu berat dihadapi. Dan aku terpuruk karena cinta yang kukenal baik berubah menyakiti. Namun masih ada berat yang menghalaunya.Sebab ingatan itu terasa lucu kini. Sebab perasaan itu sudah tidak sama lagi. Meski sakitnya masih bisa terasa, tapi waktu membantu mengobati lukaku. Kedewasaan membantuku menerimanya. Meski hidupkupun tak lagi terasa sama tanpanya, tapi aku tetap baik-baik saja.Kisah pilu antara kami sudah berakhir. Kami terbebas dari pengap. Dan hidup tetap berjalan, meski harus berjauhan.But that was fine.Aku tahu langkah dari keputusanku. Dan dia menemukan kebahagiaannya. Kita berakhir dengan bahagia juga."Apa aku juga bahagia? Dia mungkin iya, tapi aku? Apa iya?"Aku hanya lega dia bahagia.Itukah kenapa aku memilih pergi kala itu.Sebab cinta mulai menuju titik tertipisnya mendekati bata

  • The Gray Silhouette of Love   109. FROZEN

    "... We only have each other ... " ~ Ara ~ . . "Can I play it once more time?" "Sure! Kenapa kau begitu suka film ini?" "Karena Elsa cantik dan Anna lucu" "Tapi aku sudah bosan mendengar lagu itu terus menerus kau putar, princees" "But that was the best part mommy" "Kenapa begitu?" "I don't know" "OK. Sementara kau melihatnya, mami boleh sambil mengepak baju?" "Tentu" Lagu itu berulang lagi, mengingatkanku akan masa lalu yang coba kutinggalkan. "I never see you anymore... " Seketika itu langkahku terhenti. "It's like you gone away" Dan Aru muncul kembali diingatan. "We used to be best buddies and now we're not. I wish you could tell me why" dia bernyanyi dengan tenang. Itukah alasan kenapa dulu Aru sampai menangis mende

  • The Gray Silhouette of Love   110. GOOD 4 YOU

    "... Aku berusaha menyembuhkanmu tapi kau membuatku sakit ..."~ Aru ~..Aku pulang tapi Ara tak ada. Ditelepon tak bisa. Ponselnya selalu sibuk.Akupun mencarinya keluar. Dia sedang duduk didekat kolam, membelakangiku. Meski begitu, aku langsung tahu itu dia.Aku mengendap, ingin mengejutkannya. Tapi akulah yang justru terkejut hingga beku ditempat."Jangan cemas Mas. Aku sudah lebih baik. Tasya menjagaku dengan baik..."Rasanya, hatiku terjun ke tanah."Hmm, Tasya? dia bahkan tak terlihat sampa hari ini" hatiku memprotes.Tapi semua usahaku selalu kehilangan pengakuannya."Mmh iya, I miss you too..."Aku hancur menerima fakta itu.'I miss you too?' jelas itu bukan kalimat yang ingin kudengar. Sengaja atau tidak!Terlebih saat kami melewati beberapa hari ini bersama. Tapi luka dan luka lagi yang selalu kudapat dalam kedekatan itu lagi. Kenapa?Rasanya aku ingin Arnold mati saja. Agar sakit di hatiku hilang atau setidaknya tak bertambah bengkaknya.Aku berbalik. Urung, tak sudi meng

  • The Gray Silhouette of Love   111. MENYERAH

    "... Mengharapnya kembali itu hampa, Memikirkannya lagi hanyalah derita ..." ~ Aru ~ . . Apa aku bisa mengatakannya? Aku bisa! Tapi apa aku siap menerima jawabnya? Dia selalu mengecewakan harapanku, biasanya! Dan tentu itu membuatku tidak siap. Aku perlu mengantisipasinya. Aku tersenyum, meyakinkan diriku jika aku baik-baik saja, tapi hatiku tidak bisa. Ada rasa yang terus mengganjal dan jadi pengganggu. Dan akupun tahu, Ara bisa menangkapnya meski kusamarkan itu. "Aru, kenapa?" "Bukan apa-apa" "Please, it must be something!" "Alright. Can I ask you something then?" "Apa?" Aku menggenggam kedua tangannya. Mataku melirik cincinnya sesaat dan Ara menangkapnya. Kuhela nafas pendek. "Aku mengerti kenapa kau tidak bisa memilihku, sekalipun mungkin ingin. Kita sama-sama tahu, sama-sama dewasa. Bukan lagi bocah remaja yang baru kenal cinta, lantas abai akan logika" Mata kami meyiratkan ketegaran yang sama, dari kegetiran yang berbeda. "Perbedaan kita yang tak bisa dijembatan

  • The Gray Silhouette of Love   112. (HATE) vs LOVE

    "... Benci bukanlah ungkapan cinta ... " ~ Ara ~ . . Aku berkedip, menyapu lamunanku. Kenapa dia datang lagi? Katanya, dia tak akan menggangguku! Katanya, aku tak boleh mengusiknya! Tapi kenapa kini kau yang mengusikku? Seperti inikah kesalmu dulu? Saat aku terus mengunjungimu meski kau larang. Karena itu jadi punya efek mengganggu. Sebab rindu itu salah. Cinta itu salah. Memikirkanmupun jadi terasa salah. Aku dalam masalah jika terus begini. "STOP ARA! STOP!" Aku menggoyang kepalaku. Mengusirnya. Sepertinya aku butuh teman bicara untuk membuang toxic pikiranku, serta untuk menemukan lagi keyakinanku. Jika ini bukan cinta, hanya rindu akan nostalgia. "Hellooh" Tasya terdengar malas merespon. "Sya..." "Hm, Celine let's talk tomorrow! Aku lelah!" "Kau nglindur?" Dia tak menjawab. Malah terdengar suara

  • The Gray Silhouette of Love   113. YANG TELAH KEMBALI

    "... Semua yang bermula dari ketulusan hati tak akan merusak hati ... "~ Ara ~.."Apa mungkin, Aru menghubungimu karena tahu jika Arnold....?""Maksudku. Apa dia jadi sensitif karena membicarakan Arnold? Mungkin?"Tasya berhati-hati menyebut nama itu."Sama sekali tidak! Dia benci nama itu. Kami tak mebicarakannya sama sekali""Benar juga. Dia benci nama itu. Mm, apa mungkin Aru akan menikah?""MENIKAH?"Entah kenapa mendengarnya hatiku merasa tak nyaman."Mungkin dia menghubungimu untuk memberi undangan atau semacamnya? Tapi tak mampu mengataknnya dan jadi kesal sendiri, dan mencari alasan lain seeperti mencari hardisknya?""Entah. Tapi aku turut bahagia jika kabar itu benar""Sungguh? Tak yakin!""Setidaknya, dia moved on, kan? Itu berita baiknya. Mungkin dengan begitu rasa bersalahku lambat-laun akan menghilang juga. Itu bagus, kan?

Latest chapter

  • The Gray Silhouette of Love   131. CLOSURE

    ~ Ara ~ . . . ... Sepasang sesal ... Menepikanmu yang kurasa sanggupMeniadakanmu yang kurasa mampu Tapi bayangmu tak pernah jauh dari heningkuDan seluruh heningku tak pernah sepi darimu Jangan menyerah Karena kau masih memikatkuDan hatiku masih terpaut dekat denganmuSekalipun kau tak tahu itu benarSekalipun tak ku ucapkan dengan benar Kau tahu aku hanya berlagakKau tahu aku selalu malu berbicara cintaJadi bisakah sekali lagi kau menunggukuKuharap hatimu tak berubah padaku Sekalipun kini hanya berat yang tertinggal Dan benteng kuatku telah menemui lapukan terlemahnya berupa sesal. . . - Guilty on tuesdays - " Lyn Wen " . . I hope one day you'll come backAnd at least say hiWipe off the tears on my faceAnd give us a try, Cause I can tellYou're done with this leaving hell yeah...I can tellYou're done with what I do To keep me away from youTo keep me away from you, Every good moment has passedYou're still not hereCrying alone in my car seems to famil

  • The Gray Silhouette of Love   130. AKHIR KISAH

    "... Aku tak perlu berkorban lagi untukmu, karena kau telah bahagia ..." ~ Aru ~ . . Pernah aku terpenjara dalam jerat cinta, yang membawa arusku jadi seru dan semu, tapi aku jatuh juga dari ketinggian mencinta kedalam ulu hara, dalam perangkapnya kasih menjadi siksa. Karena itu, setelah badai tikai itu, aku memilih menutup diri. Memberinya kemerdekaan dalam hilangku. Dan kutangani sisa luka, konsekuensi dari berani mencintainya, sendiri. Tak kubiarkan orang tahu atas luka patah hatiku. Kusembunyikan kepatahan itu dari sekelilingku. Karena aku tak ingin membebankan perasaan luka yang kuterima pada orang lain, dan itulah kebijakanku. Meski itu tak mudah, aku berhasil membuatnya terlihat begitu. Serupa seperti tak berlinang air mata. Serupa hatiku tak retak karena terluka. Padahal diam-diam akupun menangis dalam sembunyiku. Di kamar mandi, atau dibilik kamar redup lampu. Lantas pura-pura tidur saat ada yang mendekat. Sebab aku tak punya alasan benar, menunjukkan pedihku pada mere

  • The Gray Silhouette of Love   129. PILIHAN vs TAKDIR

    "... Biarkan hatimu menuntun maunya, tapi ijinkan takdir yang memutuskan jawabnya ... " ~ Ara ~ . . "Ara, aku bertemu dia. Kami bicara. Tentu aku melihat apa yang tak bisa kau lihat darinya, Ra" "ARU TAK BAIK, RA." "TIDAK. Dia harus baik-baik saja. Harus!" "Yah, tampaknya memang begitu" "Tampaknya?" "Mau menggeser sedikit saja persepsimu akan kebencian Aru padamu itu?" "Tak yakin!" "Bagaimana jika kepergiannya itu bukanlah atas dasar kebenciannnya? Mungkin saja itu sesuatu yang lain" "TIDAK. Itu harus benci. HARUS!" "Dan bagaimana jika yang kau lihat benci itu, mungkin, sebenarnya hanya bentuk lain dari luka? Mungkin itupun bentuk dari defensif Aru dalam melindungi hatinya. Bukan benci" "Kenapa begitu?" "Aru bisa saja menjadi brengsek waktu itu. Dia bisa merusak pernikahanmu sebelum takdir melakukannya. Tapi alih-alih begitu, dia malah memilih mundur. Menarik semua kedekatannya darimu tanpa menciptakan kegaduhan, Ra. Jadi Apa tindakan itu mencerminkan kebencian?" Aku m

  • The Gray Silhouette of Love   128. FATE

    "... Takdir memaksa kita mengerti dan menerima keadaan tak baik kita, meski kita tak ingin... " ~ Ara ~ . . - THE WEDDING - Aku baru selesai dirias dan Tasya masuk. "Woooh.. who's this gurl? So gorgeous!" "Thank you" Aku senang menerima pujian itu. Meski hatiku juga merasakan getir gelisah yang lain. "Bagaimana rasanya jadi mempelai?" "Nervous, I guess?" "Kurasa akupun akan begitu saat diposisiimu. Wajar, Ra. Itu gerogi yang baik" "Kuharap begitu. Tapi lebih dari itu. Aku sangat bahagia. Akhhirnya Sya... Akhirnya!" "Umh, I'm so happy for you too" Sudut mata kami mengeluarkan embun haru. Tasya lalu memelukku. "Okay-okay, ini hari bahagiamu dan aku tak ingin riasanmu rusak karena kebahagiaan ini" Kami menghapusnya. "U

  • The Gray Silhouette of Love   127. RUMPANG

    "... Kau mungkin bahagia, tapi benarkah itu kebahagian yang ingin kau jalani ... "~ Ara ~.."Tasya?""Surprise!"Dia memelukku."Katamu besok?""Tidak jadi. Aku mempercepat segalanya""Masuklah!""So, how's your life Ara?""Seperti yang bisa kau lihat. Baik!""Kau menjawab persis seperti seseorang" gumamnya, "Kau sedang sibuk?""Tidak""Apa yang akan kita lakukan hari ini?""No shopping, karena kau pasti masih jetlag. And I'm not about going anywhere. Jadi kurasa kita hanya perlu disini saja""Good girl. Kau sangat memahamiku!""O-ya, kau jadi ketempat Zein?""Ya""Dia mengusirmu?""Tidak. Dia berubah menyenangkan""Uh, impresif. Kalian membicarakanku?""Sedikit. Oh, iya, kau mau minum apa?""Tak perlu repot. Aku bukan tamu istimewa""Aku k

  • The Gray Silhouette of Love   126. SELESAI

    "... Cinta itu telah berakhir ..."~ Aru ~.."Berjuang lebih keras, Aru!""Kau kira kenapa aku bertahan dalam sengsara itu jika bukan untuk berjuang?""Sudah Tasya! Aku mencoba segala yang kubisa. Dari memprovokasi cemburunya, memperbaiki emosiku, hingga bersikap manis padanya untuk mendapatkan lagi hatinya. Tapi Arnold yang selalu menang. Kau hanya tak tahu usahaku itu!"Dia termenung."Aku berupaya hingga tak punya cara lain lagi selain menyudahi keegoisanku untuk memilikinya seorang diri.""Huhf..." helanya."Aku pasti jadi psycho jika diposisimu. Kau harusnya gunakan emosi kesalmu itu untuk memukuli seseorang. Jangan diam saja dan malah lari!"Aku terhibur mendengarnya.Apa dia tak tahu aku memukul Ara waktu itu?"Kau pernah punya pikiran jahat? Seperti psycho?""Mungkin""Sungguh? SESAIKO APA?""Mungkin karen

  • The Gray Silhouette of Love   125. PSYCHO

    "... Rasanya aku ingin membunuhnya saat melihatnya pamer bahagia, sedang aku menahan nyilu dan cemburu ..." ~ Aru ~ . . Aku terdampar dalam sebuah kemegahan asing dalam duniaku. Tapi ini bukan ilusi. Aku duduk merenung, menikmati nyaman yang belum pernah kunikmati begini sebelumnya. Membahagiakan. Aku menghirup aroma cappucinoku, sebelum mengecap bagaimana rasanya. Dan benar rasanya istimewa, seperti harganya yang bisa membuat dilema kepala orang biasa. Tapi disinilah aku kini, mengagumi soreku yang biasanya tak selalu indah. Tapi kini berubah begitu menawan dalam sekedip. Aku menyesap lagi gelas kopiku, sambil menunggu dengan santai seseorang yang telah membuat janji temu denganku. Dudukku mulai menyila, tapi bosan masih jauh dari pikiranku. Meskipun kini aku terkurung di lantai 122, diketinggian ratusan meter, dalam atmosfer megah restauran kelas dunia, di Burj Khalifa.

  • The Gray Silhouette of Love   124. JALAN KELUAR

    "... Itu pilihan, ingin menjadikannya ujian dalam cinta atau takdir dalam cintamu... "~ Ara ~ . . Kenapa aku sendiri masih terus ragu dengan apa yang Zein tuturkan barusan. "Ara, kau masih mencintainya, kan?" "Entah Zein!" "Apa kau tahu, ragu adalah bagian dari iya yang belum disetujui lewat kata""Yang kutahu, aku tidak kesini untuk membahas hal seperti itu" "Benarkah? Apa kau pikir hanya dengan modus mengembalikan ini, aku lantas percaya? Tidak Ara. Aku tak sebodoh itu!""Kau terlalu berlebihan Zein""Menyangkalnya membuat hatimu lebih baik?""Zein, Aru membenciku!""Maksudku dia masih membenciku, kan?" aku mencari defensif lain."Ya, benar. Dia membencimu hingga tak ingin lagi melihatmu. Hingga ingin menguburmu. Hingga ingin menghilang darimu. Dan itu benar, dia membencimu"Hatiku terluka mende

  • The Gray Silhouette of Love   123. CLARITY

    "... Mengapa orang lain bisa melihat cintaku dengan jelas, tapi aku tidak ... "~ Ara ~ . . Ada banyak hal yang ingin kusampaikan saat berada dalam masa perenungan lalu. Karena kehilangan Aru membuatku tak seimbangan. Tapi setiap kali menatap wajah penuh lukanya, akupun kehilangan cara untuk membela diri dari kekacauan yang kubuat sendiri. Kalimatku lenyap, bibirku terbungkam. Aku tak bisa menyanggah kalimat penuh lukanya karenaku. Dan karena itu, yang terlintas hanya perasaan sesalku, jadi alih-alih membela diri, aku lebih ingin meminta maaf.Tapi Aru selalu tak ingin mendengarnya. Dia tak ingin mendengarnya, seberapapun aku merasa bersalah padanya.Tapi menyumpahiku gagal menikah adalah hal yang paling tak bisa kuterima. Dan itu sangat melukai hati terdalamku.Begitulah aku menyerah pada akhirnya. Karena mungkin dengan membiarkannya pergi, itu menghinda

DMCA.com Protection Status