Beranda / Romansa / MENDADAK CANTIK? / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab MENDADAK CANTIK?: Bab 1 - Bab 10

14 Bab

Menjijikkan!

“Eungghhh…,” suara lenguhan terdengar saat Ryana baru saja menutup pintu apartemen yang baru saja dimasukinya. Membuat Ryana yang baru saja datang terlonjak kaget mendengarnya. Gurat kekhawatiran tentang keadaan kekasihnya itu pun kini berganti dengan penasaran. Saat langkah kaki Ryana semakin masuk ke dalam apartemen tersebut. Tubuhnya meremang. Bergidik. Dengan degupan jantung yang berpacu lebih cepat. Ryana yang menajamkan indera pendengarannya itu pun kemudian menghentikan langkahnya saat mendapati sumber suara yang ternyata berasal dari kamar kekasihnya. “Uh … mmm … bi-sakah le-bih ce-pat lagi, sayang?” suara seorang wanita terdengar. Sangat familiar. Tidak asing di telinga. “Lebih cepat? Begini?” disambut suara baritone milik seorang pria yang juga sama tak asingnya di telinga. “Ahhh!”
Baca selengkapnya

Kilas Balik

Triing! Bel berbunyi pertanda murid-murid harus segera masuk ke ruang kelas sekarang. Semua anak didik kelas 3 SMA DARMAWANGSA bergegar memasuki kelas mereka. Pun Ryana dan Eva. Sepasang sahabat yang sudah berteman sejak duduk di bangku kelas 1 SMA itu pun sudah duduk di kursi mereka masing-masing.  Lembaran kertas ujian dibagikan. Dan semua anak murid mulai mengerjakan. Selang beberapa saat kemudian. Saat jarum jam sudah menunjukkan angka istirahat. Para murid yang sudah selesai mengerjakan soal ujian. Mulai berjalan menghampiri guru di depan kelas. Mereka mengumpulkan lembaran ujian itu di meja. Kemudian bergegas pergi keluar kelas. Pun Ryana, dia yang telah selesai mengerjakan tugas. Lantas bergegas mengumpulkan lembar ujian. Meninggalkan Eva sendirian dalam tugasnya. Bu Guru datang menghampiri. Mendekati meja Eva yang masih berkutat dengan soal ujian. Bu Guru dengan menyilangkan tang
Baca selengkapnya

Kembali ke Hotel

Di luar hujan turun begitu deras. Disertai angin yang berhembus kencang. Di dalam mobil. Ryana duduk termangu, sambil memangku dagunya. Dia menangis sambil melihat keluar kaca. Melihat orang-orang yang tengah berteduh di emperan toko pinggir jalan. Dadanya terasa sesak. Saat kembali membayangkan hal yang baru saja terjadi. Masih tak menyangka jika semua itu terjadi padanya. Ryana di khianati. Bahkan lebih parahnya oleh sahabatnya sendiri. Orang yang sudah selama lima tahun ini bersamanya. Dan sekarang malah mengkhinatinya! “Nona tidak apa-apa?” sang supir bertanya saat dengan tak sengaja tadi melihat Ryana menangis dari spionnya. Dia khawatir. Takut, sesuatu yang buruk terjadi pada nonanya. Mungkin sakit? “…Nggak, Pak. Saya nggak kenapa-napa,” sahut Ryana sambil mengusap air mata. “Tapi, Nona, anda menangis,” kata supir itu lagi sambil menatap kembali wajah
Baca selengkapnya

Video panas?

“Apa!” “Tidak… tidak!” Suara baritone terdengar keras di dalam sebuah kamar dengan warna putih abu-abu yang mendominasi. Bahkan saat ini Martin yang awalnya tengah santai duduk di sofa sambil membaca buku itu pun mendadak bangkit dari sana. “Ini semua demi kebaikan, Ryana, Bang.” Mariana yang sudah terbiasa memanggil Martin dengan panggilan ‘Abang’ itu pun ingkut bangkit dari duduknya. Menyusul Martin yang berdiri sambil menyilangkan tangan di dada. “Kebaikan, kebaikan apa? Bukankah putriku masih bisa melanjutkan studinya di tempat lain. Luar negeri misalnya?” Wajah Martin terlihat menegang. Saat mereka mulai membahas tentang putrinya. Itu semua terjadi karena tadi Mariana membuka percakapan tentang pemindahan Ryana yang akan dipindahkan di kota kelahirannya. Kota Medan. R
Baca selengkapnya

Medan?

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah enam sore. Saat Ryana turun dari pesawat yang ditumpangi. Langit mendung ditambah tiupan angin. Menerbangkan rambut ikal Ryana ke belakang. Kacamata berbingkai coklat Ryana lepas sambil menyusuri luar bandara. Di mana tempat penjemputan penumpang, yang sudah di tunggu oleh keluarga. “Ryana!” Sebuah tangan melambai sambil menyerukan suara. Ryana yang tadi menatap lurus ke depan. Sekarang mengalihkan pandangan ke samping. Seorang wanita cantik berjalan menghampiri Ryana. Menyimpulkan senyumnya. Lantas memeluk Ryana kala mendekat. “Akhirnya kita ketemu lagi, sayang.” Wanita itu mengusap punggung Ryana. Membelai lembut penuh kasih sayang. “Tante, Widya.” Namanya Widya. Adik kandung dari Mariana. Ibu Ryana. Wanita yang terlihat seperti gadis berumur dua puluh lima tahun. Padahal asli
Baca selengkapnya

Lelaki bersuara merdu

Semilir angin menari-nari, menggerakkan dedaunan dari sebuah pohon yang tumbuh subur di halaman samping rumah. Dingin, menusuk kulit. Secangkir teh hangat yang tadi diletak di meja. Kini di angkat, diarahkan ke bibir. Lalu menyesapnya. Hmm … terasa nikmat. Apalagi saat ini disajikan dengan pisang kepok rebus buatan Nenek. Makanan yang tak pernah disajikan Ibunya di Jakarta. Kelapa parut bercampurkan sedikit gula menjadi topping dari pisang rebus yang disajikan. Biasanya Ryana memakannya begitu saja, tanpa mencampur campuran parutan kelapa dan gula. Namun, malam ini entah mengapa Ryana ingin mencampur topping di pisangnya. Makanan manis adalah penambah mood bagi Ryana. Apalagi disaat tengah galau seperti ini. Biasanya jika di Jakarta, Ryana akan menghabiskan sepuluh bungkus bites coklat di kamarnya. Namun, karena baru tiba di Medan. Ryana belum sempat mampir ke mini market untuk memburu bites coklatnya.&nbs
Baca selengkapnya

Bukan urusanku!

Mentari menyapa, hangat masuk melalui jendela kamar yang tadi malam dibiarkan terbuka. Bukan sengaja, namun terlupa karena kegelagapan tadi malam akibat ketahuan mengintip tetangga yang sedang bersedih di balkon kamar. Langkah diseret, menyibak horden jendela. Mencuri intip dari sana, apakah orang yang tadi malam dilihat ada duduk di balkon kamarnya? Kosong. Hanya mentari yang menyilaukan mata. Cuma sebuah gitar yang terlihat didudukkan di kursi sebelah meja. Langkah Ryana beralih ke pintu balkon kamarnya. Menarik handle, lantas membuka. Udara segar dihirup bebas, sambil mengepakkan sayap. Layaknya burung-burung kecil yang bersiap untuk terbang. Entah mengapa, udara pagi di rumah Nenek terasa lebih segar dari pada di rumah nya.  Mungkin, karena di sekitar halaman rumah, Nenek menanam aneka pohon yang menghasilkan buah. Seperti sawo, kiwi, mangga, dan jambu. Ada juga pohon pinang yang di tanam berjejer di samping hal
Baca selengkapnya

Dua lelaki berbadan besar?

Dua orang lelaki berbadan tegap, berdiri dengan tatapan jahat. Siap, untuk melempar sepasang muda-mudi yang tak bisa membayar. Daniel dan Eva, rakyat jelata yang bergaya seperti anak konglomerat. Sering menghabiskan waktu di tempat-tempat berkelas, dengan kartu limited yang Ryana berikan. Seperti pagi ini, mereka memilih sarapan di sebuah resto ternama yang ada di Jakarta. Namun, siapa sangka jika saat membayar, kartu yang limited yang Daniel berikan tidak dapat membayar. Alih-alih mengira jika mesin gesek kartu telah rusak. Siapa sangka, ternyata semua itu terjadi karena kartu limited yang Daniel berikan sudah tidak dapat lagi berfungsi. Dibekukan seluruh dananya. Peluh bercucuran, membasahi dahi. Di dalam ruangan yang cukup yerjaga kelembabannya. Sepasang muda-mudi tersebut, terdiam tak berdaya. Alih-alih memikirkan kabur, keberadaan dua bodyguard berbadan besar membuat nyali keduanya ciut.
Baca selengkapnya

Salah masuk?

Menerpa lembut di kulit. Menggoyangkan ranting, menggugurkan daun kering. Saat angin mulai menyapu kasar, menerbangkan rambut ke belakang. Ryana lantas mengumpulkan helaian rambutnya, mengikat layaknya punuk unta. Sebuah pajero berwarna hitam melintas di depan rumah. Mencuri atensi Ryana karena jendela yang setengah diturunkan. Perhatiannya tertuju pada sosok yang ada di dalam. Mengemudi, dengan serius. Fokus ke arah depan. “Namanya, Firza. Dia pemilik rumah yang letaknya di samping kita,” ucap Widya. Fokus Ryana sampai tak berkedip. Membuat Widya berinisiatif mengenalkan siapa sang pria. “Ya, Ryana, tau.” keceplosan. “Ups!” mulutnya mengatup. Tangan membekap mulut. Widya menatap serius ke arah keponakannya. Berpikir, kapan keduanya berkenalan? “Kalian saling kenal?” Gelagapan. Ryana salang tingkah tak tau menjawab apa. Tak mungkin
Baca selengkapnya

Sial bertubi-tubi

Tak tau harus menaruh muka di mana. Kembali berjumpa dengan kondisi yang memalukan. Ryana beringsut ke samping, bergegas pergi meninggalkan area wudhu laki-laki. Kaki terjepit, tersangkut pada jerjak besi yang terpasang di gorong-gorong. Jatuh, terduduk di tanah mengotorkan rok sepangkal betis yang dikenakan. “Aduh,” ringis Ryana. Mengaduh, merasakan sakit dibagian bokong yang menyentuh tanah. Sebenarnya rasa sakit tak seberapa. Melainkan malunya, yang amat sangat luar  biasa. Sudah salah tempat, terantuk, kaki terjepit, lantas tersungkur ke tanah. Sungguh, derita Ryana lengkaplah sudah. Berdiri mematung, menyaksikan kejadian tersebut. Tiada satu pun yang berniat membantu Ryana. Tangan kotor, terasa pedih karena tadi sempat menahan tubuh supaya tidak telentang di tanah. Membuat, Ryana sulit memakai kedua telapak tangan untuk menopang berdiri dari sana. Sebuah tan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status