Home / Romansa / Istri Lima Belas Ribu / Chapter 501 - Chapter 510

All Chapters of Istri Lima Belas Ribu: Chapter 501 - Chapter 510

608 Chapters

Part 29

Part 29Pukul sembilan malam, Han sudah sampai di depan rumah kos Sely. Lampunya remang-remang. Sely yang mendengar deru mobil langsung keluar. Han sudah menutup gerbang dan jika gerbang sudsh ditutup, maka tidak akan ada yang bisa melihat aktifitas apapun di dalamnya. Sely keluar dengan wajah kesal dan murung. Han menatap tidak percaya pada Sely yang berdiri di ambang pintu dalam keadaan tubuh hanya memakai baju dalam yang sangat transparan dan vulgar. "Sely kenapa kamu memakai baju seperti itu?" tanya Han kaget. Naluri lelakinya bangkit meski lelah. Namun, tetap saja ia tidak suka kalau Sely berpakaian tidak sopan keluar rumah. "Aku telpon kenapa tidak diangkat? Aku sudah video call tapi tidak dijawab. Kenapa?" tanyanya kesal. "Maaf aku di jalan. Ayo, masuk! Jangan pakai baju seperti itu nanti dilihat orang malu." Han memegang pinggang Sely. "Aku merindukan kamu, tapi kamu malah tidak bisa dihubungi. Kemana saja? Aku video call kamu biar bisa bermanja-manja dengan baju ini."
last updateLast Updated : 2023-03-21
Read more

Part 30

Part 30Sejak semalam, Aini masih belum bertegur sapa dengan Cika. Cika sendiri cuek dan asyik membuka barang yang dibelinya karena selama di pondok itu, ia sama sekali tidak pernah berbelanja.Ia tidak peduli mau dimusuhi atau dijauhi. Sebab, sudah terbiasa hidup seorang diri. Yang penting, dengan rasa sayang Han terhadap Aira, Cika bisa memanfaatkan momentum."Aira, ini aku belikan kamu kaus," kata Cika dengan memberikan plastik bertuliskan nama pusat perbelanjaan ternama.Aura menggeleng. Entah kenapa, ia begitu trauma dengan Han. Ia tidak tahu apapun, tetapi diperlakukan Han dengan sangat spesial, diminta memanggil kakak, me. buat hati Aira risih."Gak papa. Ini dari Ayah kok. Kamu senang 'kan, jalan-jalan sama ayahku?" tanya Cika.Aira diam, menatap Cika tidak berkedip sama sekali. Rasa trauma itu begitu besar sehingga mendengar sosok ayahnya Cika disebut, rasanya sangat tidak enak."Kok gak jawab? Kenapa? Nih, ambil punya kamu," kata Cika sambil mendorong dengan kaki, plastik ya
last updateLast Updated : 2023-03-22
Read more

Part 31

Part 31“Mbak Aini, kalau Mbak Aini pulang, aku bagaimana?” Aira bertanya lagi.“Kapan orang tua kamu datang?” tanya Aini. Ia lupa kalau Aira pun tidak tahu kapan orang tuanya akan datang. Sudah tiga bulan tidak ada kabar dari ayahnya.Beruntung juga waktu itu ada uang dari Han, sehingga Aini terpaksa menggunakannya untuk keperluan Aira. Aini benar-benar bisa seperti sosok ibu bagi Aira.“Aku tidak tahu, Mbak,” kata Aira.“Di pengurus ada nomor teleponnya ya? Astaghfirullah. Kenapa aku bisa lupa ini padahal di pengurus ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Baiklah, Ai, nanti kita akan mencari tahu nomor telepon dari orang tua kamu. Makan baksonya dan kita akan segera pulang,” kata Aini.Sampai pondok, Aini langsung menghubungi nomor yang tertulis di sana. Seorang wanita yang mengangkatnya.“Assalamualaikum, maaf ini dari pengurus pondok pesantren. Apa bisa bicara dengan pemilik nomer ini?” tanya Aini.“Waalaikumsalam. Sebentar ya? Aku panggilkan. Mas ….” Sebuah suara menjawab.“Aira,
last updateLast Updated : 2023-03-22
Read more

Part 32

Part 32“Ayah ….” Aira memanggil lagi.“Ya, Ra. Maafkan Ayah ya? Baik. Ayah akan pulang ke rumah Mbah sekarang juga. Kamu sabar menunggu Ayah ya?” kata Iyan sambil mengusap matanya.Iyan segera menutup telepon dan berniat akan segera pulang. Menutup warungnya dengan cepat agar bisa sampai rumah sebelum larut malam.“Mau kemana, Mas?” tanya Maharani melihat Iyan berkemas.“Aku mau pulang. Tadi anakku menelpon. Maaf, Mbak Rani, aku sudah lama tidak menjenguk Aira,” jawab Iyan tanpa berpaling dari apa yang sedang dikemasinya.“Oh … ya sudah tidak apa-apa,” jawab Maharani datar. Ia masuk ke dalam toko.Tak berapa lama, Iyan sudah siap untuk pulang. Semua dagangan dikemasi dan akan dimasukkan ke dalam kulkas. Tidak peduli nantinya bakal balik cepat atau tidak. Mendengar suara Aira, ia langsung ingin segera pulang.“Mbak Rani, aku pulang ya?” pamit Iyan masuk ke ruang pribadi Maharani yang ada di toko.“Iya, Mas, hati-hati!” jawab Rani dengan wajah datar.Iyan sudah sampai kontrakan dan seg
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more

Part 33

Part 33POV Maharani.Aku mengenal Mas Iyan untuk pertama kalinya saat dia sedang berjualan. Saat itu memang karyawan harus aku belikan makan. Tetapi, warung langgananku sedang tutup. Saat kutawari mereka mau apa, kompak menjawab mie ayam dan saat itulah Mas Iyan lewat depan rumah. Pedagang yang tampan, sopan dan cara melayani pelanggannya aku suka. Bersih dan higienis. Kesan pertamaku padanya. Mas Iyan ternyata seorang duda. Entah kenapa aku senang mendengar itu. setiap harinya aku jadi ketagihan membeli mie ayam padanya dan jadilah ia langgananku setiap kali ada acara. Lebih tepatnya aku selalu mencari acara yang bisa memesan mie ayam padanya.Tanpa dia tahu, sebenarnya aku ikut promo di status media sosial dan menawarkan bagi siapa saja yang akan membeli bisa menghubungiku.Kolega dan temanku sangat banyak. Jadi, akhirnya. Mas Iyan jobnya sering ramai. Dan berkali-kali Mas Iyan mengucapkan terima kasih padaku karena katanya dagangannya menjadi ramai sekarang.Aku senang mendengarny
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more

Part 34

Part 34Uang itu selalu aku transfer ke rekening Mas Iyan. Entah kapan lelaki itu akan benar-benar pulang menjenguk Aira. Hati begitu merasa takut kehilangannya.Siang itu ponselnya berdering dan aku yang mengangkat. Terdengar suara seorang perempuan dan aku takut jika itu adalah calon istrinya. Setelah berbicara dengan si penelpon, Mas Iyan kulihat menangis dan mengemasi barangnya. Aku memperhatikan dari jauh saat dia sedang berbicara. Namun, dia tidak tahu sama sekali. Aku mendekat setelah melihat dia berkemas.Hati ini semakin takut. Tidak rela jika Mas Iyan pergi dan tidak akan kembali. Dia sangat menyayangi Aira. Besar kemungkinannya dia tidak pulang lagi. Apa lagi sekarang, dia sudah punya uang untuk membuka usaha mie ayam sendiri di sana. Iya, semenjak berkenalan denganku dia bilang kalau dagangannya laris. Apa lagi saat sudah buka di depan toko, aku lihat pelanggannya banyak sekali. Ratusan mangkuk selalu terjual setiap harinya.Pernah Mas Iyan hendak membayar sewa warung, tet
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more

Part 35

Part 35"Mas Iyan setelah pulang balik kesini lagi gak?" tanya Maharani hati-hati. "Iya balik lagi. Aku cari uangnya kan di sini. Kenapa? Kalau memang tempatnya mau buat penting apa gitu ya aku cari tempat lain gak papa.""Oh enggak. Enggak kok, nggak buat apa-apa. Hanya saja sih tanya saja. Kali aja udah mau selesai hidup di sini, kan aku mau ajak anak-anak buat antar Mas Iyan pindahan ke rumah Mas Iyan. Hehe, iring-iringan gitulah ya," jawab Maharani. Hatinya merasa bahagia karena ternyata Iyan tidak akan meninggalkan dia secepat itu. Dan berharap juga setelah balik lagi akan lebih akrab dan Iyan terbuka hatinya untuk mengajak menikah. Maharani selalu mengulur waktu jika bersama dengan Iyan. Apalagi saat berdua atau bertiga seperti saat ini. Ia merasa bagaikan satu keluarga yang utuh. "Mas Iyan perlu apa lagi buat dibawa pulang? Oh iya, itu ada banyak cemilan buat dibawa jenguk Aira. Kalau kurang banyak, aku tambah lagi," kata Maharani mengulur waktu untuk pulang. Ia enggan bera
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more

Part 36

Part 36POV MAHARANI"Sudah siap?" tanyaku yang menunggu di teras saat Iyan ganti baju. Nindi masih tidur di dalam. "Sudah," jawab Mas Iyan terlihat bahagia. Aku belum pernah melihat Mas Iyan sebahagia itu sebelumnya. Aku bisa melihat cinta yang begitu besar yang Mas Iyan beri untuk Aira. Mungkin saja karena satu ginjal Mas Iyan ada pada Aira. Jadi, dia wajar saja jika Mas Iyan sangat tersambung hatinya melebihi hubungan ayah anak yang lain. Mobilku sudah datang. Aku segera berdiri dan mengecek barang yang dibawakan oleh anak-anak di toko. Ada tiga kardus lagi. Berarti lima kardus dengan yang ada di dalam rumah Mas Iyan. Aku segera meminta sopir memasukkan kardus ke dalam mobil. "Kira-kira berapa jam sampai kota Mas Iyan?" tanya Pak sopir. "Lima enam jam lah, Pak. Kalau kecepata mobil sedang. Lewat tol ya lima jam," jawab Mas Iyan. "Mas, kunci tinggal saja. Biar besok yang mau jualin mie gampang. Gak papa, nanti aku yang mengunci rumahnya," kataku. Pak sopir melihatku sambil t
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more

Part 37

Part 37Sepanjang perjalanan tadi, Iyan dan sopir acapkali berbincang. Banyak hal, sampai pria yang umurnya sudah hampir lima puluh tahun itu membahas tentang Maharani. "Mau menyendiri terus, Mas?" tanya sopir bernama Diman itu sambil fokus menyetir."Ya menikah, Pak, suatu hari nanti kalau sudah ada yang mau," jawab Iyan. "Sudah ada yang mau juga kalau Mas Iyan tidak membuka diri, ya tidak akan terjadi pernikahan itu," sahut Diman. "Hemh, siapa sih, Pak, yang mau sama aku?" Iyan merendah. "Lhoh kok bilang gitu?" tanya Diman. "Soalnya tuh, aku pernah, Pak, suka sama seorang janda, dia menolak. Padahal secara latar belakang ya sama seperti aku ini. Jadi, ada rasa trauma. Lalu aku memutuskan untuk sendiri. Apalagi kan, Aira sekarang sudah di pondok. Anakku maksudnya, jadi, aku merasa buat menikah? Aku hanya butuh ibu untuk anakku saja.""Lhoh, menikah itu bukan hanya untuk anak. Buat Mas Iyan sendiri juga butuh teman hidup. Teman berbagi dan berkeluh kesah. Jangan cuma anak saja d
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more

Part 38

Part 38"Bukan pacar kamu, terus apa kok kasih barang begitu banyak?" tanya Hanif. "Dia memang baik hati kok, Pak," jawab Iyan. "Lhah baik hati juga kalau gak ada rasa gak mungkin juga seperti itu, Yan," ujar Hanif. "Ya gak tahu, Pak. Aku udah nolak tapi dia maksa.""Ya jangan lah. Masa pemberian kok ditolak. Sayang sekali lah." Hanif tetap seperti dulu. "Malu lah, Pak, aku. Sudah dikasih tempat jualan. Dipinjemin mobil, dikasih oleh-oleh.""Kamu yang beli bensin?" tanya Hanif. "Enggak. Pak Diman kayaknya sudah dikasih uang sama Mbak Maharani.""Namanya sama dengan istrimu dulu, siapa tahu jodoh," sahut Hanif. "Kapan lagi, Yan, dapat istri orang kaya? Mumpung ada rezeki nomplok. Jangan disia-siakan." Hanif tetaplah Hanif yang matre. Iyan pamit tidur karena lelah. Jam juga sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Ia merebahkan tubuh di kamarnya yang dulu. Saksi berbagai macam peristiwa yang terjadi dan menimpanya dengan Rani. Berbaring sambil mengurai segala kenangan indah yang t
last updateLast Updated : 2023-03-23
Read more
PREV
1
...
4950515253
...
61
DMCA.com Protection Status