Semua Bab Istri Lima Belas Ribu: Bab 481 - Bab 490

608 Bab

Part 9

Part 9Semenjak permintaan Han pada Cika, gadis itu lebih pendiam dari biasanya. Perilaku yang jahil, usil dan nakal menurun drastis. Saat melihat Aira, gadis itu terkadang merasa iri karena tidak bisa mendapatkan kasih sayang dari teman-teman sekitar seperti Aira.Genap empat puluh hari sudah Aira berada di pondok pesantren. Ia sudah bisa beradaptasi dan memiliki teman. Perilaku mau menang sendiri perlahan hilang. Membuat Aini tersenyum lega karena suatu hari nanti saat waktunya ia pulang, sudah bisa meninggalkan gadis itu seorang diri.“Kamu sudah bahagia dan betah di sini Aira?” tanya Aini.“Iya, aku sangat betah karena ada Mbak Aini. Aku senang karena bisa kenal dengan Mbak Aini dan teman-teman yang lain,” katanya terlihat bahagia.Aini merahasiakan jika beberapa bulan lagi ia akan pulang dan tidak akan kembali ke pesantren lagi. Biar saja di saat ia pulang, Aira akan tahu.Setiap hari, Aira sudah melakukan aktivitas seperti biasanya. Mengaji, hafalan, lalu juga mengerjakan tugas
Baca selengkapnya

Part 10

Part 10“Assalamualaikum, Mbak Rahma,” ucap Aira saat sampai pintu dapur.“Waalaikumsalam, Aira. Kenapa?”“Mbak Rahma, apa belum ada panggilan untuk aku?” tanya Aira penasaran.“Lhah, tadi diumumkan di pengeras suara ‘kan? Nama Aira sudah dipanggil apa belum?”“Belum dipanggil. Tapi aku takut yang panggil salah nama. Atau kelewat.”Rahma tertawa kecil. “Tidak akan, Aira. Mereka tidak akan salah panggil nama,” jawabnya.“Mbak Rahma, tolong tanyakan ke sana. Barangkali memang ada ayahku dan tidak tahu caranya memanggil aku.”Rahma ingin tertawa melihat kelucuan Aira, tetapi urung karena tersadar, gadis kecil di hadapannya sedang bersedih menunggu kehadiran orang tuanya. “Baik, Mbak Rahma tanyakan ya? Aira tunggu di sini,” katanya lalu pergi.Rahma sebenarnya tahu jika hal itu tidak akan mungkin salah, tetapi demi membuat Aira senang, ia melakukannya.“Bagaimana, Mbak Rahma?” tanya Aira saat melihat gadis yang memakai sarung batik itu kembali.“Belum ada. Mungkin masih di perjalanan. Jad
Baca selengkapnya

Part 11

Part 11 Iyan menatap gerobak mie ayam yang isinya masih selalu penuh setiap harinya. Setelah berdebat panjang tempo hari, akhirnya ia pergi merantau ke sebuah tempat yang jauh dari rumahnya. Berjarak lima kabupaten dari tempat tinggalnya, Iyan merantau dengan berbekal nekat. Seminggu setelah Aira pergi ke pesantren. Dengan mengontrak sebuah rumah kecil yang hanya berisi kamar, satu ruang tamu dan satu kamar mandi, ia mencoba hidup merantau di daerah orang. “Aku harus punya uang dalam satu bulan setidaknya tiga juta, agar bisa pulang menjenguk Aira,” kata Iyan di malam pertama ia merantau. Memilih berhijrah karena Iyan ingin melupakan semua yang terjadi dan menimpa hidupnya. Dengan berkeliling kompleks perumahan mewah, Iyan membunyikan mangkok menggunakan sendok. Berharap jia setiap harinya bisa mendapatkan keuntungan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Iyan melah setiap harinya harus membawa sebagian besar bahan-bahan yang dijualnya. Hingga pada hari dimana seharu
Baca selengkapnya

Part 12

Part 12“Aku tidak mau pegang uang itu Mbak Aini,” kata Aira setelah sampai di pondok.“Kenapa? Ini uang kamu lho ….”Aira menggeleng. “Aku takut sama ayahnya Cika. Aku tidak mau menerima uang itu. Aku tidak mau memegang uang itu. biar Mbak Aini saja yang pegang.”Aini paham apa yang dirasakan Aira. Ia lalu mencari amplop pada bagian atas lemari masing-masing santri karena dirinya tidak punya benda itu. Niatnya hanya menyimpan uang milik Aira dan akan memberikan jika gadis kecil itu membutuhkan uang. Bagaimanapun, uang itu adalah milik Aira.Lemari di pondok hanya memiliki panjang rata-rata satu meter. Biasanya digunakan untuk menaruh benda-benda seperti buku dan kitab. Tanpa sengaja Aini menjatuhkan sebuah buku dari atas lemari Cika. Terlihat sebuah foto seorang perempuan yang cantik jatuh. Aini gegas memasukkan uang Aira ke dalam lemari dan menata buku Cika yang jatuh.Ada beberapa foto ternyata. Dan Aini melihat sebuah tulisan di balik foto wanita cantik tersebut.Mama, aku ingin d
Baca selengkapnya

Part 13

Part 13Cika adalah gadis nakal yang melindungi dirinya sendiri. Memilih diam dan membalut lukanya dalam keheningan. Tak jarang terbangun tengah malam hanya ingin meratapi nasib tanpa ada yang tahu. Menangis sambil memeluk boneka kesayangan pemberian dari pembantu yang merawatnya dulu.Iya, hanya sebuah boneka saja, ia dapatkan dari seorang pembantu. Berkali-kali mengurai kenangan yang dilewati semasa masih kecil hingga dewasa, tetap tidak ia temukan Ines ada di sana. Sosok yang dipanggil mama sejak dirinya bisa berbicara itu, tetap diam. Seingat Cika belum pernah sekalipun Ines memanggil Namanya, menyuruh makan atau apapun.Pernah suatu ketika, saat ulang tahun Kevin, kakak semata wayangnya yang dirayakan secara besar-besaran dan mewah, Cika meminta hal yang sama terhadap Ines. Bukan makian, buka juga hardikan, tetapi perempuan itu tidak mau mendengar atau menanggapi sama sekali. Rasanya, ia memang hadir dalam keluarga itu karena tidak dibutuhkan sama sekali.Saat itulah, Siti, pemb
Baca selengkapnya

Part 14

Part 14“Kamu punya teman curhat sejak dulu?”“Tidak.”“Kenapa?”“Aku malu bercerita.”“Jangan malu bercerita asalkan pada orang yang tepat,” kata Aini lagi.“Aku belum menemukannya.”“Kamu boleh cerita sekarang,” bujuk Aini. “Pada aku. Dan aku janji tidak akan memberitahu pada siapapun,” janji Aini.Cika menangis dan mulai bercerita. Aini pura-pura terkejut agar Cika tidak marah kalau ia sudah melihat tulisan ungkapan hatinya.“Kenapa dia membenciku?” tanya Cika.Aini diam. Memikirkan apa yang tepat untuk dikatakan. Itu masalah yang serius. Masalah keluarga Cika. Namun, ia kasihan pada Cika yang tidak pernah tahu apa alasan ibunya demikian.Mereka sama-sama diam, menikmati sinar rembulan yang berjalan semakin ke tengah. Angina malam berdesir halus menerpa wajah keduanya.Aini seharusnya tidak perlu masuk terlalu jauh pada kehidupan Aira dan Cika. Ia semestinya abai dengan apa yang menimpa kedua anak itu. Namun, hatinya begitu sakit mendapati kenyataan jika teman-teman kecilnya itu me
Baca selengkapnya

Part 15

Part 15“Aini, ayo, kenalan sama mbah kakungnya Aira,” ajak Nusri.Aini dengan malu-malu menurut. Melangkah di belakang Aira dan Nusri. Aira terus berceloteh bahagia.Mereka bertemu Hanif dan saling berbincang. Hingga tak terasa, waktunya Hanif dan Nusri sudah selesai.Di sudut aula yang lain. Seorang lelaki gagah terus mengamati Aira.“Kami pamit dan titip Aira, ya, Aini,” kata Nusri.Aira menangis saat akan ditinggal kakek neneknya.“Katanya sudah betah, kok menangis?” tanya Nusri.“Aku mau ketemu Ayah,” jawab Aira.“Doakan Ayah dapat rezeki, ya? Biar bisa pulang menemui kamu,” kata Nusri.Aira mengangguk. Ojek yang tadi mengantar telah siap kembali membawa Nusri dan Hanid. Dengan berat hati, Nusri meninggalkan Aira sambil menangis. Bagaimanapun, ia sangat tidak tega membiarkan cucunya yang masih kecil hidup di sana. Ingin rasanya membawa pulang dan mendidiknya di rumah.“Sudah hilang mbahnya, ayo kita masuk,” ajak Aini.Aira menurut sambil mengusap terus air matanya. Ia sangat sedi
Baca selengkapnya

Part 16

Part 16“Kamu ditanya apa saja tadi sama ayahnya Cika?” tanya Aini setelah aira bersamanya.“Banyak.”“Apa saja?”“Aku sudah makan apa belum. Aku salah jawab belum, mau diajak makan berdua naik mobil.”“Teru?” dintaya tentang Ayah kerjanya apa.”“Kamu jawab jujur semuanya?” tanya Aini“Lain kali kamu harus hati-hati sama orang itu ya?” titah Aini.“Iya, Mbak. Tapi dia tadi tidak apa-apain aku kok, Mbak,” kata Aira. “Tapi dia bilang kalau Ayah dan Ibu adalah temannya. Dia lihat wajahku katanya mirip Ayah dan Ibu, makanya sangat kasihan sama aku.”Aira masih terlalu kecil dan bisa saja dikelabui. Tidak ada kebetulan yang sangat kebetulan seperti itu. Orang tua Aira rumahnya jauh dengan ayah Cika. Dari pondok pesantren itu saja, sudah berlawanan arah. Rumah Aira ke arah barat dan rumah Cika ke arah timur.Itu yang dipikirkan Aini.Aini tidak bisa menjelaskan kekhawatirannya sama Aira. Tidak mungkin akan mengatakan itu pada anak kecil seusia Aira. Meski dirinya tumbuh dalam lingkungan pes
Baca selengkapnya

Part 17

Part 17“Mas ….” Iyan mendengar seseorang memanggilnya saat tengah mendorong gerobak.Ia menoleh. “Panggil saya?” tanyanya.“Iya. Bisa mundur? Saya mau pesan banyak,” kata wanita berambut lurus dengan wajah yang ramah.“Bisa, Mbak, saya mundur ya?” Iyan menarik gerobaknya mundur. “Mau pesan berapa?” tanyanya saat sudah sampai di depan rumah wanita yang memanggilnya itu.“Mas, saya pesan mie ayamnya lima belas ya?”“Iya, Mbak. Mau pakai mangkuk atau pakai plastik?”“Pakai mangkuk saja, soalnya mau saya bawa buat karyawan saya,” jawabnya. “Mas, saya masuk ambil uang dulu, ya?” tanya dia lalu masuk ke dalam.Iyan dengan cekatan memasukkan mie ke dalam plastik.“Berapa semuanya, Mas?”“Seratus lima puluh ribu saja, Mbak.”“Ok.” Wanita itu mengulurkan uang dua lembar pecahan seratus ribuan.“Walah, Mbak, saya belum dapat uang buat kembalian,” kata Iyan.“Ya sudah, ambil saja.”“jangan dong, Mbak! Lima puluh ribu itu banyak lho,” kata Iyan menolak.“Gak papa. Itung-itung perkenalan. Lagian,
Baca selengkapnya

Part 18

Part 18 Han membelokkan mobilnya ke sebuah rumah yang kecil tetapi asri. Seorang wanita berusia tujuh belas tahun langsung keluar dari dalam dan menyambutnya. Pagar rumah yang tinggi dan selalu tertutup membuat rumah itu aman dari sorotan warga sekitar. Terlebih terletak di sebuah perumahan dengan penjagaan yang sangat ketat. “Dari mana saja?” tanya Sely sambil bergelayut manja. “Pasti habis jenguk Cika, ya?” “Iya.” “Kok sekarang jadi sering jenguk sih?” “Soalnya dia maksa pengen ketemu Ines.” “Ya diajak saja lah, Yang istri kamu itu. Masa seorang ibu jahat banget gitu? Atau, aku saja yang jadi ibunya?” tanya Sely dengan tatapan nakal. “Kita buat saja yang baru,” kata Han, lalu merengkuh tubuh wanita yang berkulit putih itu dan membawanya ke dalam pelukan. Menghujaninya dengan ciuman yang bertubi-tubi. “Kamu ganas banget banget sih, yank?” “Habisnya kangen banget. Kamu sering menggodaku di telepon. Tapi gak mau diajak video call.” “Gak mau lah, kalau cuma video call. Aku ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
4748495051
...
61
DMCA.com Protection Status