Home / Romansa / Istri Lima Belas Ribu / Chapter 461 - Chapter 470

All Chapters of Istri Lima Belas Ribu: Chapter 461 - Chapter 470

608 Chapters

Bagian 38

Dengan keadaan tubuh yang lemas, Iyan berangkat menuju puskesmas yang tertera di media sosial, sebagai tempat mayat itu berada. Wildan sama sekali tidak berani bertanya pada kawannya. Berkali-kali, ia harus menahan tubuh Iyan yang hendak ambruk dari atas motor. Menempuh jarak tiga puluh menit, mereka sampai di tempat yang dituju. Dengan dipapah Wildan, Iyan berjalan menuju tempat informasi. “Boleh tahu, Bapak itu ada hubungan apa dengan mayat yang ditemukan?” tanya petugas setelah mengetahui maksud kedatangan mereka. “Saya suaminya, Pak,” jawab Iyan dengan tangis yang sudah tidak dapat dibendung lagi. Wildan sangat kaget mendengar jawaban temannya. Ia lalu memapah Iyan ke kamar jenzah tanpa banyak bertanya. Dengan tangan bergetar, ayah Aira membuka kain yang mentupi jenazah sang istri. Ia berteriak histeris seraya memeluk wajah Rani. Tangisnya sudah tidak dapat dibendung lagi. Berbagai rasa berkecamuk dalam dada. Sedih, menyesal, dan marah terhadap dirinya sendiri. “Sabar, Yan ….
last updateLast Updated : 2022-06-04
Read more

Bagian 39

Nusri melangkah, melewati para pelayat yang masih melantunkan ayat suci Al-Qur’an—untuk mengajak Aira minggir. Beberapa pasang mata menatap pilu pada gadis kecil yang menangis sesenggukan di samping jenazah sang ibunda. Bahkan, orang-orang yang tadinya membenci Aira, untuk sejenak, rasa itu berubah menjadi iba dan belas kasihan.“Ra, ayo, jangan di sini,” ajak Nusri lembut. Sedu sedan pun terdengar dari mulutnya.Aira menggeleng lemah, dalam keadaan kepala masih menelungkup.“Malu, dilihat banyak orang. Ibu juga mau dimandikan,” ucap Nusri lagi.“A-aku ma-mau di si-si-ni,” jawab Aira terbata.“Ibu mau dimandikan,” ucap Nusri lagi.Aira tetap menggeleng.“Yu Nusri, mau dimandikan,” ucap salah satu warga dari pintu tengah.Bisik-bisik terdengar di ruang tengah yang mengatakan, Aira tidak mau beranjak dari jenazah Rani. Agam yang mendengarnya segera bangkit, meninggalkan Iyan yang masih tidak sadarkan diri.“Ayo, kita biarkan Ibu mandi dulu,” ujar Agam pada Aira.Anak Agam menoleh, menat
last updateLast Updated : 2022-06-06
Read more

Bagian 40

“Sudah selesai, berdoanya?” tanya Agam pada Aira.Gadis kecil itu menoleh dan mengangguk. Matanya terlihat merah.“Sudah makan?” tanya Agam.Aira menggeleng.“Mau makan sate kesukaan Aira? Ayo, Pak Dhe belikan,” ajak Agam.Aira yang masih malu dengan Agam hanya mengangguk lirih.“Bersiap, ya? Pak Dhe mau ajak Mas Bilal,” ujar Agam.Adat di desa Agam menerapkan untuk memanggil Mas, pada anak dari saudara tertua orang tua yang bersangkutan, meskipun usianya lebih kecil.Agam berlalu, masuk ke kamar dimana ada sang istri dan anaknya tertidur. Saat pintu dibuka, rupa-rupanya, Bilal Bilal sudah bangun.“La, aku mau ajak Bilal sama Aira keluar beli sate, ya? Kamu ikut, ya?” ucap Agam pada sang istri.“Aku mau bantu-bantu acara tahlilan, Mas. Kamu pergi saja sama Bilal dan Aira,” jawab Laila.“Baiklah. Kamu mau nitip apa? Mau dibelikan apa?” tanya Agam kemudian.“Tidak usah, Mas. Di rumah banyak makanan kok. Ajaklah saja Aira berkeliling-keliling, supaya rasa sedihnya sedikit hilang,” jawab
last updateLast Updated : 2022-06-06
Read more

Bagian 41

Pada waktu yang sudah ditentukan, di hari libur, Agam mengajak Iyan dan Aira berkunjung ke rumah Nia. Hanya mereka bertiga. Karena memang acaranya adalah mengantar Iyan untuk meminta maaf. Sehingga bagi Agam, tidak perlu membawa banyak orang.“Ibu ikut ya, Gam? Pengin ketemu sama Dinta dan danis,” pinta Nusri mengharap.“Tidak usah, Bu. Kami ke sana itu mau bahas hal penting. Kalau Ibu ikut, nanti malah pembahasannya kemana-mana,” jawab Agam menolak.“Kemana-mana gimana sih, Gam? Ya enggaklah. Wong paling bahas apa, sih? Hal sepele,” sahut Hanif ikut menimpali.Agam diam, tidak mau berdebat dengan bapaknya yang suka mengambil kesimpulan sendiri.Ia lebih memilih membantu memakaikan jaket di tubuh Aira.“Nanti jangan sampai, Gam, Iyan disakiti perasaannya sama Nia. Lha menurut Bapak sih, ya, kami itu ikut. Kami ‘kan orang tua kamu, jadi harus selalu ada di sisi kalian saat kalian terkena suatu masalah. Bapak itu tidak rela kalau kalian ke sana sendirian. Takutnya ada apa-apa, tidak ad
last updateLast Updated : 2022-06-08
Read more

Bagian 42

Ia lalu mengajak kedua keluarganya turun.Menaiki teras rumah Nia, Agam sembari mengedarkan pandangan. Sudah banyak yang berubah dari saat ia pergi dulu. Tentu saja. Karena Nia telah memiliki pasangan baru.Garasi mobil telah ada di halaman, dan berisi dua kendaraan beroda empat yang mewah. Hati Agam sedikit menciut. Meskipun saat ini hubungannya telah membaik dengan mantan istri, tapi rasa minder dan kesalahan yang pernah ia lakukan dulu, kembali hadir memenuhi kalbu. Maklum saja, setelah terakhir kali datang saat Dinta ulang tahun, ia tak pernah lagi menginjakkan kaki di rumah itu.“Mas ….” Panggilan dari Iyan membuat Agam tersadar kembali.Bel rumah ditekan Agam berkali-kali. Beberapa menit kemudian, sosok wanita yang telihat semakin cantik meski hanya memakai daster batik dan jilbab instan, berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum pada Agam, lalu tatapannya beralih pada Iyan, dan terakhir Aira. Senyum di bibir Nia kembali meredup saat melihat dua orang yang sangat ia benci di masa la
last updateLast Updated : 2022-06-08
Read more

Bagian 43

Agak lama Nia tak juga membuka suara. Irsya yang duduk di sampingnya ikut merasa berdebar menantikan jawaban yang akan diberikan sang istri.“Kakak, Adek, sini!” Alih-alih memberikan jawaban, Nia justri memanggil kedua anaknya.“Kenapa, Bu?” tanya Dinta setelah sampai di ruang tamu. Di belakangnya menyusul Danis yang hari itu terlihat tampan dengan celana pendeknya.“Ajak Aira main. Kalian masih ingat Aira?” Ucapan yang disampaikan Nia membuat Agam dan Iyan bernapas lega.“Eh, iya, kayaknya masih ingat,” jawab Dinta sambil menggaruk kepalanya.“Ajaklah main. Dan, ajak juga beli es krim di depan, ya? Ambil uang di atas kulkas,” perintah Nia.“Ayo, sini, kita belie s krim,” ajak Dinta seraya melambaikan tangannya. Memberi tanda pada Aira supaya mendekat.Aira menoleh pada Iya, seolah meminta pertimbangan.“Sana, sama Mbak Dinta dan Mas Danis beli es krim!” Jawaban Iyan disambut senyum sumringah oleh Aira.Gadis kecil itu berdiri malu-malu dan mendekat ke tempat dimana Dinta berdiri.“Sa
last updateLast Updated : 2022-06-08
Read more

Bagian 44

‘Tiga tahun, ah empat tahun sepertinya. Aira hidup dalam limpahan kasih sayang dari orang-orang sekilingnya. Baju bagus dan mainan mahal seolah tidak bisa lepas dari kehidupan dia. Namun, empat tahun kemudian, ia harus hidup dalam kesengsaraan. Ibunya gila, dan ekonomi keluarga yang sepertinya kekurangan, membuatnya berpenampilan yang tidak layak. Aku pernah sakit hati, bahkan sangat membenci anak itu. Namun, apa yang ia alami, sepertinya jauh lebih buruk dari anak-anakku saat itu. Ayah darimereka diambil, tapi kemudian, ibumu yang tiba-tiba kehilangan kewarasan. Hidup adalah tabur tuai. Siapa menanam, maka dia yang akan memanen. Hati, berusahalah untuk ikhlas memaafkan. Karena mereka sudah lebih menderita dari keadaanku dulu,’ ucap Nia dalam hati. “Kak, belum mandi ‘kan dari pagi?” tanya Nia pada Dinta. “Belum ...,” jawab Dinta sambil nyengir. “Mandi, gih! Ajak Aira mandi sekalian. Nanti, suruh dia ganti baju. Di lemari bawah, banyak baju Kakak waktu kecil. Biarkan dia milih,” ujar
last updateLast Updated : 2022-06-08
Read more

Bagian 45

Genap tiga bulan sudah Rani meninggalkan Iyan dan juga Aira. Rasa sedih terkadang masih hadir dalam hati lelaki yang usianya sudah kepala tiga itu. Rasa cintanya sangat besar terhadap wanita yang ia nikahi saat usianya masih tujuh belas tahun.Selama itu pula dirinya sudah tidak pernah bertemu Maya. Kabar yang ia dengar dari salah satu tetangga Maya yang kebetulan dikenalnya mengatakan, bahwa wanita yang berstatus janda itu, kini sibuk menjadi guru ngaji.Suatu pagi yang cerah di hari libur, Iyan sudah bersiap di atas kendaraannya. Ia telah berjanji pada putri semata wayang yang telah menjadi piatu—untuk mengajaknya ke rumah Agam. Aira tentu saja sangat gembira. Selama ini, dirinya tidak pernah mengajak pergi jauh.“Apa di jalan akan dingin, Ayah?” tanyanya semalam, ketika keduanya menyusun rencana bersama.“Iya, dingin sekali,” jawab Iyan seraya meletakkan kedua tangan di depan dada, memberikan tanda orang yang tengah kedinginan.“Seperti saat kita ke rumah Mbak Dinta?” tanya Aira la
last updateLast Updated : 2022-06-12
Read more

Bagian 46

Aira mendorong Bilal yang duduk di atas sepeda, di halaman rumah. Terkadang keduanya keluar ke jalan depan.“Kalau ada motor minggir ya, Aira?” teriak Laila saat wanita itu keluar rumah untuk ke warung.“Iyaaaa …,” jawab Aira singkat.“Ajarilah anakmu sopan santun, Iyan. Beritahu cara memanggil orang dengan benar. Laila, meskipun dia jauh lebih muda umurnya dibanding kamu, dia tetap istriku. Kenalkan pada AIra kalau dia bu dhe-nya,” kata Agam pada sang adik. Keduanya memilih duduk di teras sambil mengawasi anak-anak bermain.“Iya, Mas. Maaf,” jawab Iyan. “Mas, sepertinya Mbak Nia masih kaku ya sama aku? Kayak tidak bisa tulus gitu menerima permintaan maaf dariku,” lanjutnya lagi.“Bukan tidak tulus. Hanya saja, ya, itu dia, masih kaku dan canggung. Wajarlah, itu terjadi. Kalian tidak pernah bertemu sekian lama. Pertemuan terakhir kapan? Kamu juga lupa, ‘kan? Itu pun, perpisahan antara aku dan Nia, menimbulkan masalah dengan keluarga kita. Dia sudah menerima kita dengan baik, memberi A
last updateLast Updated : 2022-06-12
Read more

Bagian 47

Sepulangnya dari rumah Agam, Iyan selalu memikirkan saran yang diberikan oleh kakak kandungnya itu. Ia menimbang baik buruknya bila Aira dimasukkan ke pondok pesantren. Tak lupa, dirinya juga meminta pendapat dari Nusri, juga Hanif. "Jangan sembarangan kalau bicara, Iyan. Mana ada anak sekecil Aira dibawa ke pondok? Gak! Ibu tidak setuju." Nusri menolak keras. "Ini Mas Agam hanya memberi saran, Bu. Tapi, aku berpikir kalau itu ada benarnya juga. Toh, di rumah saja, dia tidak ada teman," Iyan mencoba menguatkan pendapat Agam. "Apa kita coba setahun, Bu? Kalau Aira betah, maka dia bisa melanjutkan. Kalau tidak, ya, kita bawa pulang lagi," saran Iyan. "Buat anak itu jangan coba-coba. Kamu kalau meletakkan Aira di pondok, nanti dia sakit, dia tertekan, terus nanti sakit, nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, bagaimana ayo?" Hanif ikut memberikan pendapat. "Aira mau dipondokkan, Pak. Bukan diletakkan seperti barang. Lagipula, terlalu jauh lah mikirnya Bapak ini," sahut Iyan. "
last updateLast Updated : 2022-06-12
Read more
PREV
1
...
4546474849
...
61
DMCA.com Protection Status