Semua Bab Istri Lima Belas Ribu: Bab 451 - Bab 460

608 Bab

Bagian 28

Giliran Maya yang terdiam. Kembali, rasa kesal hadir dalam sanubarinya. Ingin rasanya tidak lagi berbicara dengan Iyan. Akan tetapi, ia segera ingat, nasehat yang diberikan bapaknya untuk membantu Iyan sadar dari kesalahan.“Kenapa bisa kamu berpikir kalau kamu malu, uang mas-mu lebih banyak dinikmati kamu dan keluargamu?” tanya Maya kemudian.“Soalnya Nia dulu sempat membanting tulang huat memenuhi kebutuhan mereka. Aku ingat, Mas Agam cerita seperti itu sama aku,” aku Iyan lirih.“Nah, berarti, kamu merasa dong, Mas, Nia itu sudah terdzalimi kalian?” tanya Maya, lalu Iyan menjawab dengan anggukan kepala. “ Itu yang aku harapkan, Mas. Jangan sampai, kita ke sana, kamu malah akan berbicara hal-hal yang seolah menyalahkan Nia. Nanti aku bisa malu. Dan aku tidak mau,” ujar Maya lagi.“Kita ke sana, May? Berarti, kamu mau dong, menemani aku ke rumah Nia?” Pertanyaan dari Iyan membuat Maya menyadari bahwa dirinya telah menjawab setuju secara tidak langsung—atas permintaan Iyan.“I-iya, de
Baca selengkapnya

Bagian 29

Iyan kembali ke rumah Maya dengan sorot mata dan juga raut wajah yang berbeda. Hal itu membuat perempuan berstatus janda itu merasa heran. Terlebih, ayah serta temannya itu telah lama berada di masjid.“Maya, besok, temani Iyan ke rumah mantan iparnya. Naik mobil, biar Bapak yang carikan. Tidak baik bila kalian pergi hanya berdua saja,” ujar bapak Maya saat sampai di rumah.Maya menggelengkan kepala tanda meminta penjelasan. Akan tetapi, ayahnya berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar.Sudah menjadi tabiat dari perempuan yang menyandang status sebagai janda itu, apabila sang ayah tidak mau menjelaskan sesuatu hal, maka itu artinya ada sebuah alasan yang harus ia patuhi.“Aku pulang, May,” ujar Iyan lirih. Wajahnya seringkali menunduk sepulang dari masjid.“Oh, ok,” jawab Maya singkat.Ayah Aira langsung berlalu begitu saja, tanpa berkata banyak.Terdengar suara kendaraan dibunyikan dari tempat dimana Maya berdiri, yaitu ruang tamu. Tak seperti biasanya yang mengantar kepulangan Iyan,
Baca selengkapnya

Bagian 30

Sepanjang perjalanan, Maya tidak saling bicara dengan Iyan. Ia lebih memilih menikmati perjalanan yang mulai menanjak dengan menembus hutan pinus. Udara yang terasa dingin membuatnya mengeratkan jaket yang ia pakai. Sesekali, dirinya menguap menahan kantuk. Namun, akhirnya terlelap juga.Saat sampai di jalan depan rumah Nia, Maya dibangunkan oleh pemuda yang menyupiri mobil. Setelah mencoba mengumpulkan kesadaran, Maya akhirnya turun dari mobil.Ditatapnya wajah Iyan yang terlihat ragu, enggan dan takut. Berbagai macam ekspresi yang bercampur menjadi satu.Tak bisa dipungkiri, suami dari Rani itu begitu takut untuk bertemu wanita yang dulu menjadi kakak iparnya.“Ayo, kita masuk,” ajak Maya ragu.Mereka berdua berjalan beriringan dengan tatapan Iyan yang menunduk.Berkali-kali mengetuk pintu, tidak ada balasan dari dalam. Mereka berdua sepakat untuk menunggu di kursi yang disediakan di teras.Pandangan Maya menyapu setiap sudut halaman rumah yang terlihat asri itu. Berbagai tanaman hi
Baca selengkapnya

Bagian 31

Ibu Nia terlihat berkaca-kaca, tapi, ia bisa menahan untuk tidak menangis. Sebaliknya, Maya justru mulai terisak. Antara sedih dengan cerita yang barusan ia dengar, dan juga sebuah rasa penyesalan, dirinya dekat dengan Iyan, hingga harus terlibat dalam situasi seperti saat ini.“Aku tidak pernah tahu dengan apa yang terjadi diantara masa lalu Mbak Nia, Bu. Aku hanya mengantarkan teman yang ingin bersilaturahmi dengan keluarga Ibu, terutama Mbak Nia. Iya, hanya itu saja. Tidak ada hal lainnya. Namun ternyata, aku malah mendengar sebuah kisah terpilu yang aku temui sepanjang hidup. Aku benar-benar tidak menyangka kalau ada keluarga yang kejam dan jahat seperti itu.” Kata-kata yang diucapkan Maya membuat Iyan mendongakkan kepala. Saling tatap dengan wanita yang telah ia minta untuk menemaninya meminta maaf pada Nia.Iyan melihat sorot kebencian dari tatapan Maya. Membuatnya semakin tersudut.“Iya, Mbak. Begitulah cerita yang sebenarnya. Dan, suami saya, kalau tahu ada adik Agam di sini,
Baca selengkapnya

Bagian 32

Irsya memilih diam. Ia seringkali kalah, bila berdebat dengan Nia perihal menghadapi orang-orang yang menyakitinya. Masalah yang pernah terjadi karena Nia dan Ilma, membuatnya memilih untuk diam saat ini. Terlebih ia tahu, sakit hati sang istri terhadap keluarga Agam, sebenarnya masih ada. Hanya saja, ibu dari Dinta dan Danis itu memilih mengubur dalam-dalam. Iyan terdiam. Ia bukan orang yang bisa pandai merangkai kata, untuk dapat meluluhkan hati seseorang. Lidahnya kelu, merasa bingung dengan pertanyaan yang menyudutkan yang Nia berikan. Ingin rasanya meminta bantuan Maya untuk menjelasakn, tetapi, ia tidak mungkin meminta Maya secara langsung di hadapan mereka. “Mbak Nia, mohon maaf, saya pamit keluar, ya? Saya hanya diminta menemani teman saya ke sini, dan bukan hak saya untuk ikut serta dalam pembicaraan ini.” Ucapan yang disampaikan Maya membuat Iyan kaget. “May,” panggilnya saat melihat wanita yang duduk di sampingnya hendak bangkit.” “Aku tunggu di luar saja ya, Mas,” ujar
Baca selengkapnya

Bagian 33

Nia memilih diam, pun dengan Irsya. Sementara Iyan, bingung hendak berkata apa.“Saya mohon maaf sekali, Mbak Nia, jika kedatangan kami ke sini merusak suasana hati Mbak Nia sekeluarga. Saya benar-benar tidak mengira akan terjadi hal seperti ini. Datang ke rumah orang yang belum saya kenal, tapi nyatanya saya membuat kegaduhan,” ujar Maya seraya menundukkan kepala.“tidak perlu berkata seperti itu, Mbak. Mungkin memang benar, Mbak tidak tahu semua yang terjadi dengan kehidupan istri saya di masa lalu. Tapi, lain kali sebaiknya, lebih berhati-hati bila diajak seseorang melakukan sesuatu hal. Kami tidak menyalahkan Mbak-nya, kok.” Kali ini, Irsya ikut menimpali karena melihat raut wajah Maya penuh dengan penyesalan.“Terima kasih, Pak. Jika saya tidak ke sini, maka saya tidak akan pernah tahu yang sebenarnya terjadi,” jawab Maya lirih.“Mbak pacarnya Mas ini?” tanya Irysa kemudian.“Bukan. Saya hanya temannya, Pak. Saya diminta menemaninya ke sini karena, katanya dia tidak berani datang
Baca selengkapnya

Bagian 33

Iyan menundukkan kepala.“Aku tidak punya waktu untuk memikirkan kalian, Iyan. Aku tidak peduli dengan anak kesayanganmu, juga istrimu yang cantik itu. Bila kalian menderita saat ini, jangan mengaitkan dengan apapun.” Nia berkata kembali dengan nada tinggi.“Masuklah! Kamu lelah. Temani anak-anak,” perintah Irsya dengan lembut terhadap istrinya.Nia bangkit dan segera meninggalkan Iyan yang masih terpekur di atas kursi.Sejenak, kedua lelaki dewasa itu saling diam. Irsya tengah menyusun kata-kata untuk dapat menyadarkan mantan ipar istrinya. Sementara Iyan, dilanda kebingungan karena harus menghadapi semuanya sendiri.“Istriku sangat terluka saat keluarga kamu meminta ginjal Dinta. Bahkan, aku juga iku marah. Tapi, dia adalah wanita yang baik. Dengan segala yang terjadi di masa lalu, dia memilih untuk melupakan. Bukan balas dendam. Jadi, apabila kamu mengalami sebuah kesusahan, berhentilah untuk menyalahkan orang lain. Belajarlah instrospeksi diri. Tidak ada manusia yang berkuasa untu
Baca selengkapnya

Bagian 34

Maya seolah lenyap dari kehidupan Iyan, setelah kunjungan mereka ke rumah Nia. Wanita itu telah bertekad untuk tidak lagi berhubungan dengan Iyan, dan menganggap apapun yang terjadi dalam hidup Aira, bukanlah urusannya.Iyan pun enggan menghubungi Maya lebih dulu. Ia kembali pada hidupnya bersama wanita yang tidak waras.Suatu ketika, Aira tengah tersenyum seorang diri di hadapan cermin. Baju seragam yang dipinjamkan sekolah untuk berangkat lomba, sedang ia kenakan. Berlenggak-lenggok di depan lemari sambil sesekali tertawa.Saat telah puas mencoba, ia lalu melepaskan baju itu kembali dan meletakkannya di atas kasur. Tubuh kecilnya berlari ke luar rumah untuk bermain hujan yang turun tidak lebat. Celotehan anak seusianya yang bermain air hujan, membuatnya tertarik untuk turun berbasah-basahan, meskipun seorang diri.Seperti biasa, Aira hanya menatap teman-temannya dari kejauhan. Namun, pada akhirnya ia sadar kalau dirinya tidak diinginkan hadir. Ia lalu bermain seorang diri di bawah
Baca selengkapnya

Bagian 36

Rani masuk ke dalamnya, berbaring pada papan yang dipasang satu meter dari tanah. Tubuhnya menggigil kedinginan. Terus menggigil, hingga akhirnya, ia tak sadarkan diri.Sementara itu, di rumah Iyan, terjadi pertengkaran hebat. Nusri terus menerus memarahi Iyan, sementara Hanif, hanya duduk termenung terlihat berpikir.Aira masih menangis karena baju yang seidanya akan dikenakan esok hari, telah hanyut entah kemana.“Aku sudah tidak tahan, Bu,” ucap Iyan seraya menyandarkan tubuh ke kursi. Hujan masih turun dengan lebat, bahkan petir terdengar menggelegar. Membuat mereka tidak bisa keluar untuk mencari Rani.Pagi menjelang. Perdebatan kembali terjadi di rumah itu. Nusri meminta Iyan mencari istrinya, sementara Iyan ingin ke sekolah menemui guru Aira. Anaknya semalaman terus menangis karena tkut tidak bisa ikut ke acara pesta siaga.“Aku tetap akan ke sekolahan Aira dulu, Bu. Baru mencari Rani,” kata Iyan. Hatinya sudah benar-benar lelah dengan keadaan yang menghimpit.“Bila terjadi ses
Baca selengkapnya

Bagian 37

Sebuah kabar adanya seorang wanita yang ditemukan meninggal di tengah persawahan, menjadi perbincangan di kalangan warga. Lokasinya berjarak dua puluh kilometer dari tempat Iyan tinggal. Sudah berbeda kecamatan, tetapi, kabar itu santer beredar karena banyak warga yang membagikan di media sosial.Iyan sedang mengatur beberapa kendaraan yang baru saja datang. Ia memilih bekerja karena masih malas mencari Rani. Emodinya saat itu benar-benar tidak bisa dikendalikan. Lagipula, dirinya berpikir, Rani hanya pulang ke rumah orang tuanya. Itu hal yang pasti, karena beberapa kali, wanita tidak waras itu bolak-balik ke rumah lamanya.Berkali-kali, Iyan terkena kalkson orang yang lewat di area parkirnya. Hampir tertabrak, lebih tepatnya Entah mengapa, tenaganya seperti hilang.“Kamu sakit?” tanya salah satu teman Iyan sambil menyulut rokok.“Tidak. Hanya lemes saja bawaannya,” jawab Iyan lesu. Iya lalu duduk di sebuah papan yang tersedia untuk tukang parkir.“Pulanglah! Jangan dipaksakan. Nanti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
4445464748
...
61
DMCA.com Protection Status