Share

Bagian 41

Author: Nay Azzikra
last update Last Updated: 2022-06-08 19:29:41

Pada waktu yang sudah ditentukan, di hari libur, Agam mengajak Iyan dan Aira berkunjung ke rumah Nia. Hanya mereka bertiga. Karena memang acaranya adalah mengantar Iyan untuk meminta maaf. Sehingga bagi Agam, tidak perlu membawa banyak orang.

“Ibu ikut ya, Gam? Pengin ketemu sama Dinta dan danis,” pinta Nusri mengharap.

“Tidak usah, Bu. Kami ke sana itu mau bahas hal penting. Kalau Ibu ikut, nanti malah pembahasannya kemana-mana,” jawab Agam menolak.

“Kemana-mana gimana sih, Gam? Ya enggaklah. Wong paling bahas apa, sih? Hal sepele,” sahut Hanif ikut menimpali.

Agam diam, tidak mau berdebat dengan bapaknya yang suka mengambil kesimpulan sendiri.

Ia lebih memilih membantu memakaikan jaket di tubuh Aira.

“Nanti jangan sampai, Gam, Iyan disakiti perasaannya sama Nia. Lha menurut Bapak sih, ya, kami itu ikut. Kami ‘kan orang tua kamu, jadi harus selalu ada di sisi kalian saat kalian terkena suatu masalah. Bapak itu tidak rela kalau kalian ke sana sendirian. Takutnya ada apa-apa, tidak ad
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mom L_Dza
semoga iyan bener2 sadar dan tulus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 42

    Ia lalu mengajak kedua keluarganya turun.Menaiki teras rumah Nia, Agam sembari mengedarkan pandangan. Sudah banyak yang berubah dari saat ia pergi dulu. Tentu saja. Karena Nia telah memiliki pasangan baru.Garasi mobil telah ada di halaman, dan berisi dua kendaraan beroda empat yang mewah. Hati Agam sedikit menciut. Meskipun saat ini hubungannya telah membaik dengan mantan istri, tapi rasa minder dan kesalahan yang pernah ia lakukan dulu, kembali hadir memenuhi kalbu. Maklum saja, setelah terakhir kali datang saat Dinta ulang tahun, ia tak pernah lagi menginjakkan kaki di rumah itu.“Mas ….” Panggilan dari Iyan membuat Agam tersadar kembali.Bel rumah ditekan Agam berkali-kali. Beberapa menit kemudian, sosok wanita yang telihat semakin cantik meski hanya memakai daster batik dan jilbab instan, berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum pada Agam, lalu tatapannya beralih pada Iyan, dan terakhir Aira. Senyum di bibir Nia kembali meredup saat melihat dua orang yang sangat ia benci di masa la

    Last Updated : 2022-06-08
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 43

    Agak lama Nia tak juga membuka suara. Irsya yang duduk di sampingnya ikut merasa berdebar menantikan jawaban yang akan diberikan sang istri.“Kakak, Adek, sini!” Alih-alih memberikan jawaban, Nia justri memanggil kedua anaknya.“Kenapa, Bu?” tanya Dinta setelah sampai di ruang tamu. Di belakangnya menyusul Danis yang hari itu terlihat tampan dengan celana pendeknya.“Ajak Aira main. Kalian masih ingat Aira?” Ucapan yang disampaikan Nia membuat Agam dan Iyan bernapas lega.“Eh, iya, kayaknya masih ingat,” jawab Dinta sambil menggaruk kepalanya.“Ajaklah main. Dan, ajak juga beli es krim di depan, ya? Ambil uang di atas kulkas,” perintah Nia.“Ayo, sini, kita belie s krim,” ajak Dinta seraya melambaikan tangannya. Memberi tanda pada Aira supaya mendekat.Aira menoleh pada Iya, seolah meminta pertimbangan.“Sana, sama Mbak Dinta dan Mas Danis beli es krim!” Jawaban Iyan disambut senyum sumringah oleh Aira.Gadis kecil itu berdiri malu-malu dan mendekat ke tempat dimana Dinta berdiri.“Sa

    Last Updated : 2022-06-08
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 44

    ‘Tiga tahun, ah empat tahun sepertinya. Aira hidup dalam limpahan kasih sayang dari orang-orang sekilingnya. Baju bagus dan mainan mahal seolah tidak bisa lepas dari kehidupan dia. Namun, empat tahun kemudian, ia harus hidup dalam kesengsaraan. Ibunya gila, dan ekonomi keluarga yang sepertinya kekurangan, membuatnya berpenampilan yang tidak layak. Aku pernah sakit hati, bahkan sangat membenci anak itu. Namun, apa yang ia alami, sepertinya jauh lebih buruk dari anak-anakku saat itu. Ayah darimereka diambil, tapi kemudian, ibumu yang tiba-tiba kehilangan kewarasan. Hidup adalah tabur tuai. Siapa menanam, maka dia yang akan memanen. Hati, berusahalah untuk ikhlas memaafkan. Karena mereka sudah lebih menderita dari keadaanku dulu,’ ucap Nia dalam hati. “Kak, belum mandi ‘kan dari pagi?” tanya Nia pada Dinta. “Belum ...,” jawab Dinta sambil nyengir. “Mandi, gih! Ajak Aira mandi sekalian. Nanti, suruh dia ganti baju. Di lemari bawah, banyak baju Kakak waktu kecil. Biarkan dia milih,” ujar

    Last Updated : 2022-06-08
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 45

    Genap tiga bulan sudah Rani meninggalkan Iyan dan juga Aira. Rasa sedih terkadang masih hadir dalam hati lelaki yang usianya sudah kepala tiga itu. Rasa cintanya sangat besar terhadap wanita yang ia nikahi saat usianya masih tujuh belas tahun.Selama itu pula dirinya sudah tidak pernah bertemu Maya. Kabar yang ia dengar dari salah satu tetangga Maya yang kebetulan dikenalnya mengatakan, bahwa wanita yang berstatus janda itu, kini sibuk menjadi guru ngaji.Suatu pagi yang cerah di hari libur, Iyan sudah bersiap di atas kendaraannya. Ia telah berjanji pada putri semata wayang yang telah menjadi piatu—untuk mengajaknya ke rumah Agam. Aira tentu saja sangat gembira. Selama ini, dirinya tidak pernah mengajak pergi jauh.“Apa di jalan akan dingin, Ayah?” tanyanya semalam, ketika keduanya menyusun rencana bersama.“Iya, dingin sekali,” jawab Iyan seraya meletakkan kedua tangan di depan dada, memberikan tanda orang yang tengah kedinginan.“Seperti saat kita ke rumah Mbak Dinta?” tanya Aira la

    Last Updated : 2022-06-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 46

    Aira mendorong Bilal yang duduk di atas sepeda, di halaman rumah. Terkadang keduanya keluar ke jalan depan.“Kalau ada motor minggir ya, Aira?” teriak Laila saat wanita itu keluar rumah untuk ke warung.“Iyaaaa …,” jawab Aira singkat.“Ajarilah anakmu sopan santun, Iyan. Beritahu cara memanggil orang dengan benar. Laila, meskipun dia jauh lebih muda umurnya dibanding kamu, dia tetap istriku. Kenalkan pada AIra kalau dia bu dhe-nya,” kata Agam pada sang adik. Keduanya memilih duduk di teras sambil mengawasi anak-anak bermain.“Iya, Mas. Maaf,” jawab Iyan. “Mas, sepertinya Mbak Nia masih kaku ya sama aku? Kayak tidak bisa tulus gitu menerima permintaan maaf dariku,” lanjutnya lagi.“Bukan tidak tulus. Hanya saja, ya, itu dia, masih kaku dan canggung. Wajarlah, itu terjadi. Kalian tidak pernah bertemu sekian lama. Pertemuan terakhir kapan? Kamu juga lupa, ‘kan? Itu pun, perpisahan antara aku dan Nia, menimbulkan masalah dengan keluarga kita. Dia sudah menerima kita dengan baik, memberi A

    Last Updated : 2022-06-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 47

    Sepulangnya dari rumah Agam, Iyan selalu memikirkan saran yang diberikan oleh kakak kandungnya itu. Ia menimbang baik buruknya bila Aira dimasukkan ke pondok pesantren. Tak lupa, dirinya juga meminta pendapat dari Nusri, juga Hanif. "Jangan sembarangan kalau bicara, Iyan. Mana ada anak sekecil Aira dibawa ke pondok? Gak! Ibu tidak setuju." Nusri menolak keras. "Ini Mas Agam hanya memberi saran, Bu. Tapi, aku berpikir kalau itu ada benarnya juga. Toh, di rumah saja, dia tidak ada teman," Iyan mencoba menguatkan pendapat Agam. "Apa kita coba setahun, Bu? Kalau Aira betah, maka dia bisa melanjutkan. Kalau tidak, ya, kita bawa pulang lagi," saran Iyan. "Buat anak itu jangan coba-coba. Kamu kalau meletakkan Aira di pondok, nanti dia sakit, dia tertekan, terus nanti sakit, nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, bagaimana ayo?" Hanif ikut memberikan pendapat. "Aira mau dipondokkan, Pak. Bukan diletakkan seperti barang. Lagipula, terlalu jauh lah mikirnya Bapak ini," sahut Iyan. "

    Last Updated : 2022-06-12
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 48

    "Ayah, bolehkah aku tidur sama Ayah?" tanya Aira berdiri di samping ranjang tempat Iyan berbaring. Iyan yang masih bermain benda pipih di tangannya menoleh dan menarik bibir sehingga membentuk lengkungan. "Boleh, dong," ujarnya seraya memindahkan tubuh, menepi pada sisi ranjang untuk memberikan tempat bagi putrinya. Setelahnya, secepat kilat, Aira berbaring di samping Iyan. Tubuhnya terlentang, menatap langit-langit kamar yang warna catnya sudah usang. "Kamu mikir apa?" tanya Agam diikuti dengan gerakan memiringkan tubuh menghadap anak semata wayangnya. Tangannya terulur merapikan anak rambut Aira yang berserakan. "Aku sudah dengar, Ayah bicara apa sama Mbah. Ayah mau mengirim aku ke pondok, 'kan?" tanya Aira dengan tanpa ada nada sedih. Iyan tidak menjawab pertanyaan sangat putri. Ada yang mencekat di tenggorokan. "Ayah tidak bermaksud apa-apa, Aira. Ayah hanya ingin, Aira bisa mengaji. Aira dididik jadi anak baik dan sholehah yang bisa mendoakan Ibu. Ayah tidak bisa mengajari

    Last Updated : 2022-06-12
  • Istri Lima Belas Ribu   ENDING

    "Sudah siap semuanya?" tanya Iyan di suatu malam kalau melihat Aira memasukkan jilbab terakhir ke dalam tas besar. "Sudah, Ayah," jawab Aira sambil menoleh pada ayahnya yang menampakkan raut wajah sedih. "Jangan nangis di sana ya, Ra?" pesan Iyan lagi. Satu jarinya menyeka sudut mata yang basah. "Tidak. Ayah yang nangis itu," canda Aira "Maafkan Ayah, tidak bisa memasukkan kamu ke pondok modern, ya? Kasur lantainya sudah Ayah siapkan buat tidur Aira di sana. Ayah juga sudah menyiapkan selimut baru. Dan ...." "Ayah, itu semua sudah cukup. Aku sudah memasukkan baju-baju yang panjang yang dikasih ibunya Mbak Dinta." Iyan semakin merasakan sesak dalam dada. Anaknya begitu bahagia hanya memakai baju bekas. "Maafkan Ayah ya, Aira?" "Maafkan Aku, Ayah. Karena aku nakal, Ayah jadi seperti ini. Aku janji, setelah pulang dari pondok, aku akan menjadi anak yang baik," janji Aira. Iyan melangkah menuju posisi dimana Aira berdiri. Tas besar sudah ada di atas ranjang dan siap untuk diangkut

    Last Updated : 2022-06-14

Latest chapter

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status