Semua Bab Cincin Pemikat Jodoh: Bab 21 - Bab 30

43 Bab

MISTAKE

“Bagus yang ini atau yang ini?”Wira bertanya sambil memasang dua topi ke kepalanya secara bergantian. Pertama warna hitam, lalu berganti putih. Dua-duanya memiliki model yang serupa.“Serius, nih, tanyanya ke saya?” tanya Gami yang menggendong Usro.“Pertanyaan saya bukan itu, ya. Tolong diperhatikan lagi jawabannya.”Teguran Wira membuat Gami tertawa. “Mas Wira pakai topi model apa aja tetap ganteng, kok. Mau warna hitam, putih, abu-abu burik, kuning-kuning eek--kadar kegantengannya enggak bakal berkurang.”“Sialan!” Wira memaki, tapi sambil tertawa. Dia juga memukul kepala Gami menggunakan topi putih.Saat ini, Wira dan Gami berada di pasar kaget yang lokasinya tidak jauh dari car free day. Di sini, berbagai macam penjual untuk kelas menengah ke bawah berkumpul. Dagangan yang dijajakan tidak sekadar makanan, tapi juga pakaian, sepatu, mainan anak-anak, serta aksesoris khusus pere
Baca selengkapnya

KORBAN COPET?

Gita menyengir dan tertawa garing. “Ya, jelas saya tau, lah, Mas. Saya, ‘kan, pernah menginap di rumah Mas. Waktu itu Gami ngajakin saya ke rumah belakang. Terus dikenalin, deh, sama kucing imut yang satu ini.”Gita mati-matian menjaga ekspresi dan suaranya agar kegugupannya tidak terekspos. Hatinya merapalkan doa, semoga Wira percaya.Rupanya, doa Gita tidak dikabulkan dengan mudah. Tatapan pria itu masih kelihatan menyelidik.“Emangnya udah berapa kali kamu menginap tanpa sepengetahuan saya?”“Baru satu kali, Mas--yang waktu itu kita ketemu pas saya selesai mandi.” Gita mengingatkan momen pertemuan pertamanya dengan Wira.“Kalau yang Jumat kemarin enggak jadi. Soalnya, ‘kan, enggak dapat izin,” sambungnya.Niatnya, sih, ingin memancing Wira. Lebih tepatnya ingin melihat reaksi Wira setelah tahu dirinya batal menginap gara-gara sikap kasarnya kemarin.Gita ingin melihat, ada
Baca selengkapnya

HIKMAH DI BALIK MUSIBAH?

“Tau gini saya enggak bakal biarin dia sendirian.”Kali ini, Gita mulai mengulum senyum mendengar keluh kesah Wira. Dia mulai menyadari, seberapa besar kekhawatiran yang membungkus perasaan Wira untuk Gami yang asli.Kekhawatiran itu terlihat alami. Tidak fake dan dibuat-dibuat.“Nyusahin.”Walaupun dibilang menyusahkan, Gita tak keberatan sama sekali. Dia masih mengulum senyum, berusaha menyembunyikan wajah agar tidak ketahuan.Namun, wanita itu diserang kepanikan saat melihat Wira mengeluarkan HP dan menempelkan ke telinga. Jantungnya mulai berdebar kencang. Jangan-jangan Wira menelepon ....“Tck! Kok, malah di-reject, sih?”Garis kekesalan tergambar jelas di wajah Wira. Pria itu menatap layar HP-nya, seolah benda itulah yang menjadi biang kerok kemelut di hatinya.“Nelepon Gami, ya, Mas?” Gita menebak dengan suara bergetar.Kali ini kegugupannya tidak dapat ditutupi. Kal
Baca selengkapnya

HATINYA TERBUAT DARI APA?

“Maaf, ya. Saya udah keliling pasar, tapi enggak ketemu juga sama copetnya.”Wira mengacak pinggang. Berdiri di hadapan Gita dengan napas terengah.“Kemungkinan copetnya udah pindah ke kawasan car free day. Saya mau ke sana, tapi keingat kamu sama Gami, jadi terpaksa balik dulu ke sini. Sekarang kamu mau gimana, nih? Lapor polisi atau kita cari sendiri?”“Lapor polisi aja, Mas. Korban yang tadi juga udah ke pos polisi. Bareng aja sekalian. Biar copetnya cepat ditindak.”Ibu di sebelah Gita memberikan usul dengan antusias. Namun, tentu saja Wira tidak menggubrisnya. Keputusan ada di tangan Gita.Pada akhirnya, Gita malah menggeleng lemah. Berusaha tersenyum, meskipun sangat tipis.“Enggak usah, deh, Mas. Saya mau pulang aja.”Sebenarnya, Gita tidak bisa merelakan HP dan dompetnya begitu saja. Namun, mencari pencopet tanpa bekal apa pun sangatlah sulit. Lagipula dia tidak tahu di mana mark
Baca selengkapnya

IT’S VERY SEXY

“Terus ini gimana ceritanya, Mas?” Gami menatap barang di pangkuannya. Kantong plastik berisi kotak sneakers baru.“Cerita apa? Saya enggak bisa ngedongeng.” Wira memutar setir karena mengitari bundaran.“Bukan itu, Mas. Maksud saya, ini gimana ceritanya? Mas Wira, ‘kan, minta belikan sneakers, tapi kok, bayar sendiri?”Sebelumnya, setelah Gami meminta ampun di parkiran, Wira mengajukan syarat. Dia bersedia memaafkan kesalahan Gami, asalkan dibelikan sepatu baru.Gami setuju. Namun, dia tidak tahu harus membayar pakai apa, sementara dompetnya sudah raib di tangan pencopet.Ketika itu, Wira kelihatan tidak peduli. Dia kembali ke pasar dan memilih sneakers dengan harga tertinggi. Membuat Gami panik setengah mati.Namun, kepanikan itu hanya terjadi selama beberapa saat sebelum Wira mengeluarkan dompet. Ternyata, dia membeli sepatu itu dengan dana pribadi.“Mas! Kok, malah diam, sih? Ini gim
Baca selengkapnya

MAS GANTENG SAKIT?

 “Bye! Hati-hati, ya, Dis! Jangan ngebut!”Gami membungkuk di depan kaca jendela mobil yang terbuka. Di dalamnya ada Dira dan Adisti di balik kemudi.“Iya. Doain selamat sampai tujuan, ya,” kata Adisti, lalu melambaikan tangan dengan jemarinya.“Amin.”“Titip rumah, ya, Mi. Bilangin ke Wira, langsung susulin kalau kerjaannya udah selesai,” pesan Dira.“Siap, komandan!” Gami berdiri tegak dan memasang gesture hormat ala tentara.Setelah itu, mobil Dira melaju pelan meninggalkan halaman rumah. Gami menutup gerbang, lalu pergi ke rumah belakang.“Hai, guys!” sapanya pada makhluk-makhluk berbulu yang tengah tidur siang. Mereka bergelimpangan di sembarang tempat. Ada yang tidur di dalam kandang dan di atasnya. Ada pula di bawah kolong meja, di atas lemari, di sudut ruangan, dan di belakang pintu.Sebagian dari anabul itu terbangun mendengar sapaan G
Baca selengkapnya

MENG-HANDLE ORANG SAKIT

Sampai detik ini--di detik ke 3.666 alias satu jam lebih satu menit enam detik--Gita masih lupa kalau identitasnya bukan lagi sebagai Gami. Dia lupa tengah mengenakan cincin permata hitam di jari manis. Dia lupa tengah mengenakan lingerie kimono transparan yang memperlihatkan celana dalam dan bra-nya.Semua kesadarannya terlepas begitu saja ketika menyambangi kamar Wira. Dia lupa segalanya begitu melihat wajah Wira yang pucat dan menggigil di dalam lilitan selimut.“Duh, Maaaas .... Ke rumah sakit aja, yuk!” rengek Gita setelah mendapati angka 41 derajat selsius pada termometer. Angka ini malah meningkat dari sebelumnya yang masih 39.Gita mengalami kebuntuan. Dia bingung, bagaimana cara menurunkan suhu tubuh Wira, padahal sudah dikompres dan minum obat. Sialnya lagi, sejak tadi, Wira menggumam dan menggeleng--menolak ajakannya ke rumah sakit.“Kenapa, sih, Mas enggak mau ke rumah sakit? Saya bingung, nih, mau ngapain lagi. Kalau Mas Wir
Baca selengkapnya

MEMORI BERKARAT

Gita tertidur dengan kening berkerut. Pipinya bertopang di bantalan yang tidak biasa. Agak keras, tapi tidak sekaku papan kayu. Bantalan itu bergerak naik dan turun secara teratur.Ada yang bisa menebak, bantalan apa yang dia gunakan?Dada Wira. Ya. Wanita itu tertidur dengan pipi membantali dada Wira.Untung saja si pemilik dada juga terlelap, sehingga tidak menyadari bahwa dadanya dialihfungsikan sebagai alas kepala.“Astaga!”Gita terbangun dalam keadaan terkejut. Dia mimpi kecebur di got bau PUP naga.Awalnya, kedua matanya terbuka sempurna saat menegakkan badan. Namun, dalam hitungan mundur sejak detik ke lima, kelopak matanya kembali redup secara perlahan. Kemudian berbaring lagi di atas dada Wira.Tangannya meraba-raba. Dalam alam bawah sadarnya, kaus yang dikenakan Wira mungkin adalah sarung bantal. Namun, begitu mendapati tonjolan aneh dan kecil, keningnya pun berkerut. Jemarinya memencent-mencet tonjolan itu.
Baca selengkapnya

DIAJAK ‘SEMELEHOY’?

“Saya tanya sekali lagi, di mana Gami?”Gita membeku dan kepayahan menelan ludah. Harus menjawab apa?“Tidur, Mas. Di kamarnya.” Gita tergagap.Kalau sudah terperosok dalam situasi seperti ini, jangan salahkan degup jantung yang bekerja ekstra cepat.“Mau saya panggilkan?” tawarnya.Saat itu, simulasi yang dibayangkan Gita adalah:Wira mengangguk, Gita ngacir ke kamar, melepas cincin dan berganti dengan pakaian normal, mengacak rambut agar terlihat seperti orang tidur, barulah kembali ke kamar Wira.Sayangnya, simulasi hanyalah ilusi. Kenyataannya, Wira malah menggeleng dan berupaya bangun. Membuat Gita sigap memberikan bantuan.Gita tidak menyadari sama sekali bahwa Wira sempat membeku dan membelalak. Itu terjadi saat Gita membantu Wira bangun dan merapikan layout bantal yang akan disandari. Ketika itu, bibir Wira nyaris mencium belahan dada Gita yang terangsur ke depan wajahnya.&ldq
Baca selengkapnya

(+18) BANGUNNYA ‘SESUATU’

“Maaf, ya. Kayaknya kita harus gelap-gelapan dulu. Enggak tau sampai kapan. Soalnya bahan bakar genset habis.”Itulah yang dikatakan Wira dengan suara seraknya ketika kembali ke kamar. Kemunculannya membuat Gita beranjak dari bibir ranjang. Tersenyum girang.“Enggak apa-apa, Mas.” Gita cengengesan.‘Malah bagus. Semoga aja orang PLN enggak sok-sok kerajinan buat nyalain lampunya. Biar aku bisa lebih lama gelap-gelapan sama Mas Ganteng.’“Namanya juga cuaca buruk kayak gini. Mungkin sengaja dipadamkan supaya enggak--”“Mau saya antar ke kamar Gami?” tanya Wira saat merapatkan pantat ke pinggir ranjang. Posisinya bersebelahan dengan Gita. Jaraknya mungkin tidak sampai sejengkal.Oh my God. Gita mendadak manyun. Lenyap sudah senyum semringahnya.‘Mas Wira ngeselin, ih! Kenapa enggak menikmati momen dulu coba? ‘Kan, gelap-gelapan gini enak buat ....’&ldq
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status