Semua Bab Miss Villain and the Protagonist: Bab 41 - Bab 50

163 Bab

Chapter 41 — Alaster Kembali!

Raganya ada di sini, namun pikirannya entah berada di mana.  Aquila, sedari tadi larut dalam pikirannya, perkataan Zeline benar-benar tak bisa dianggap angin lalu— dan entah mengapa kini Aquila teringat akan ramalan Madam Gienka.  Benarkah ... Alur yang susah-susah Aquila ubah akan kembali seperti semula?  Kali ini, jejak kaki seekor hewan kecil berhasil mengalihkan pemikiran Aquila dari kalimat-kalimat Zeline.  Aquila mengikuti jejak kaki yang membawanya ke sebuah pemandangan tidak mengenakan.  Ada seekor kelinci salju yang terjatuh dalam sebuah lubang— lebih mirip jebakan.  Aquila segera memosisikan busurnya, ini kesempatan untuknya, tangkapan pertama untuk hari ini.  Aquila memusatkan titik fokusnya, ia bisa melepaskan anak panah ini kapan saja.  Tapi gerakannya terhenti. Aquila menurunkan senjatanya. Ia... Tidak tega jiga harus membunuh kelinci ini.  "Aku tidak bi
Baca selengkapnya

Chapter 42 — Tak Sabar Menantikan Kehancuranmu

"ALASTER!" "Aduh," Alaster menutup kedua telinganya, "kau berisik sekali." Semua yang berada di meja itu, menatap sosok yang baru saja datang, Alaster, lelaki itu masih berdiri di belakang kursi Zero.  Tanpa sadar Aquila sudah berdiri— nyaris saja ia berlari memeluk kakaknya itu, untung Aquila masih bisa mengendalikan dirinya.  Atmosfer mendadak berubah semenjak kedatangan Alaster, Aquila yang raut wajahnya berubah bahagia, Zeline yang entah mengapa nampak sedikit tak nyaman, Zero yang jadi semakin sigap, dan Iluka yang masih saja diam.  "Sebenarnya aku lelah sekali, baru sampai dari perjalanan jauh, aku ingin istirahat. Namun percakapan kalian membawaku ke sini." Alaster berujar. "Aku jadi penasaran kalian sedang membicarakan apa? Nampaknya seru sekali." Alaster menduduki bangku yang kosong, tersenyum lebar sembari menatapi wajah penghuni meja ini satu-persatu.  Aquila meneguk ludah. Alaster mengucapkannya dengan n
Baca selengkapnya

Chapter 43 — Kehadiran Madam Gienka

"Hoaaahmm," Aquila menguap lebar, membalikkan badannya, mencari posisi ternyaman untuk berbaring.  "Hei, bangun!" Ahn, memasang tangan di pinggang, menggeleng melihat kelakuan majikannya yang nampak tak sudi berpisah dengan ranjangnya. "Sekarang sudah hampir tengah hari, Nona. Ini adalah hari kedua festival, kau tidak berniat melewatkannya, kan?" "Sebentar lagi, Ahn." Ucap Aquila malas. "Aku sangat mengantuk." "Sebentar lagi apanya?!" Seru Ahn, "kau sudah mengatakan itu berkali-kali." Aquila tak merespon.  "BANGUUUUN!" kali ini, teriakan nyaring Ahn sukses membuat Aquila terperanjat dan segera bangkit dari ranjangnya.  *** "Aduh! Pelan-pelan, Ahn!" Aquila mengaduh kesakitan saat Ahn menarik tali korset di pingganggnya— mengencangkannya.  "Diam sebentar, Nona." balas Ahn yang masih sibuk dengan kegiatannya.  "Haruskah kita melakukan ini?" Aquila mengeluh, korset itu... Benar-benar menyesa
Baca selengkapnya

Chapter 44 — Dasar Tikus Pengganggu

Madam Gienka!!  Deg. Entah mengapa jantung Aquila semakin tak karuan. Tubuhnya mengeluarkan keringat.  "Nona, ada apa?" Lily bertanya, bingung dengan perubahan ekspresi wajah Aquila yang mendadak.  Aquila menggeleng, berusaha bersikap normal— meskipun wajah pucatnya berkata sebaliknya.  Tidak mungkin. Pasti ada yang salah. Entah apa yang terjadi pada penglihatannya, tapi tiba-tiba saja ia seakan dapat melihat sosok Madam Gienka dalam tubuh Lily.  "Nona?" "Ah, aku... Aku tidak apa-apa." Jawab Aquila.  "Nona, kalau anda merasa sakit, sebaiknya anda istirahat saja." Lily memberi saran.  Aquila menggelengkan kepala. "Aku baik-baik saja." "Ah, syukurlah." sahut Lily. "Kalau begitu, Nona, aku sedang ada urusan penting. Maaf aku harus pamit sekarang." Lily menunduk sopan. Setelahnya, ia kembali melangkah, punggungnya semakin menjauh.  Aquila masih mematunh di tempat. Ia m
Baca selengkapnya

Chapter 45 — Bersenang-senanglah Dengan Kekasihmu

"Zeline..." Aquila merebahkan badannya pada ranjangnya yang empuk, menatap lurus ke langit-langit ruangan.  "Madam Gienka..." Gumamnya lagi.  Aquila mengubah posisi berbaringnya, kali ini menghadap tembok. "Apa yang harus aku lakukan?" Gumamnya lagi.  Ia tidak paham lagi. Bagaimana bisa Zeline senekat itu? Bekerja sama dengan penyihir hitam? Itu tidak masuk akal.  Posisi Zeline di mata Zero jauh lebih unggul dan selalu lebih unggul, untuk apa wanita itu sampai memerlukan bantuan dari penyihir hitam?  Aquila benar-benar tidak mengerti.  Kepalanya terasa sakit, memikirkan langkah apa yang harus ia ambil untuk ke depannya?  Ini bukan lagi soal menjadi Permaisuri, Aquila sudah mengesampingkan posisi itu. Ini tentang Zeline. Zeline memang rivalnya, perempuan itu terkadang sangat menjengkelkan, tapi itu bukan berarti Aquila tega membiarkan Zeline terpengaruh hasutan penyihir hitam seperti Ma
Baca selengkapnya

Chapter 46 — Hal Yang Menjijikkan

"Aku keren sekali." "Apa?" Charelle yang baru datang dengan segelas wine sampai menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya, berusaha memperjelas pendengaran. "Aku tidak salah dengar, kan?" "Kau tiba-tiba langsung memuji dirimu sendiri." Aquila mengangkat bahunya tak acuh, menatap Charelle yang baru saja menempati kursi kosong di depannya. "Kau tidak salah dengar, Charelle. Aku memang sangat keren." Ujarnya percaya diri.  Charelle tergelak, "tingkat percaya dirimu nampaknya hampir setara dengan Kak Alaster." Ujarnya sambil tertawa pelan. "Memangnya apa yang baru kau lakukan, sehingga kau berkata demikian?" Aquila menenggak segelas wine di tangannya. "Aku habis melakukan hal yang keren." katanya. "Aku berhasil menyuarakan semua isi hatiku kepada Zero serta membantunya semakin dekat dengan Zeline." Charelle mengangkat alisnya, ia tak begitu paham, tapi di satu sisi ia juga antusias menunggu kelanjutan kalimat Aquila. 
Baca selengkapnya

Chapter 47 — APA YANG KAU LAKUKAN PADA ADIKKU?!

"Astaga, aku mudah sekali menangis." Aquila berujar sembari menyeka air matanya.  Tuan Alucio— Aquila baru ingat Tuan Alucio pernah meminta untuk dipanggil dengan nama depannya, Revel— lelaki yang baru menolongnya itu menyampirkan sebuah mantel ke pundak Aquila.  "Jangan dipikirkan." Itu kalimat pertama Revel setelah terjadi kesunyian selama beberapa saat. Aquila mendongak, ia juga tidak mau memikirkannya, tapi apa yang dilihatnya barusan terus saja terngiang-ngiang di otaknya.  Dua orang itu. Kenapa mereka melampiaskan nafsunya di balkon yang notabenenya adalah tempat umum?  Tidak bisakah mereka melakukannya di tempat yang lebih menjamin privasi, seperti kamar? Memangnya Zero tidak punya uang untuk membawa Zeline ke kamar?  "Astaga," Aquila bergumam, memijat pelipisnya.  Aquila memang sebelumnya meminta Zero untuk bersenang-senang dengan Zeline— namun bukan hal seperti itu yang ia maksud. 
Baca selengkapnya

Chapter 48 — Aku Akan Membunuh Aquila

Seumur hidup, Aquila tak pernah menyangka akan berada di posisi ini.  Atmosfer terasa begitu berat, sedari tadi Aquila menahan napasnya.  Suasana ini ... Terasa begitu tak mengenakkan.  Saat ini, kedua orang itu— Revel dan Alaster tengah berdiri berhadap-hadapan. Alaster memberi tatapan menusuk, ia menggeram, aura kekesalan jelas terlihat dari tatapan Alaster. Seolah, cowok itu dapat kapan saja menghantam pria di depannya ini.  Sedangkan Revel, ia terlihat lebih tenang, ekspresi wajahnya datar, seakan tak ada Alaster di depannya— justru ekspresi itu yang sukses membuat kekesalan Alaster bertambah.  Tangan Alaster bergerak, mencengkeram bahu Revel kuat-kuat. Ia memicing tajam. "Apa yang hendak kau lakukan pada adikku?!"  Revel menghela napasnya, ia memutar bola mata. "Aku tidak melakukan apa-apa." Jawabnya malas.  "BOHONG!" Alaster menyentak, "KAU HENDAK MENCIUMNYA, KAN?!" ia menuding. 
Baca selengkapnya

Chapter 49 — Waktu Pun Berlalu

Waktu demi waktu berlalu. Semua terasa begitu cepat.  Dalam waktu satu minggu ini, ada banyak hal yang Aquila lakukan, ia mendatangi banyak sekali pesta yang diadakan para bangsawan— tentunya untuk meninggalkan banyak kesan baik.  Ia juga menggunakan uang pribadinya untuk disumbangkan pada sebuah tempat penampungan anak terlantar, tentu dengan harapan namanya menjadi lebih bersih di mata rakyat.  Namun itu semua belum cukup, Zeline pasti melakukan hal yang lebih, tentu Zeline tak akan diam saja melihat Aquila melancarkan rencananya untuk terpilih menjadi Putri Mahkota. Zeline juga pasti memiliki rencananya tersendiri.  "Terima kasih, Ahn." Ujar Aquila saat Ahn selesai menata rambutnya.  Ahn mengangguk, "wajahmu terlihat lelah, Nona." Komentarnya.  "Yah, sedikit," Ucapnya pelan. "Aku lumayan lelah dengan semua rutinitas ini." gumamnya, "bahkan masih ada banyak hal yang belum aku lakukan." "Semangat,
Baca selengkapnya

Chapter 50 — Upaya Mengenal Rakyat Lebih Dekat

Rose masih berusaha menetralkan detak jantungnya, nyaris saja ia ketahuan sedang mengendap-endap ke ruangan Nona Zeline, untungnya Rose dapat menemukan tempat persembunyian yang aman.  "Jadi, apa yang ingin kau laporkan?" Tanya Zeline langsung pada inti pembicaraan. Wanita itu melipat tangannya di dada, memandang skeptis, Rose pernah mengecewakan Zeline dengan memberikan informasi yang keliru, jadi kali ini Zeline tak akan menelan mentah-mentah kalimat yang Rose katakan.  "Ini tentang Nona Aquila dan Viscount Falls, Nona." Ujar Rose. "Aku mendengar percakapan ini di perpustakaan, ternyata yang membuat Viscount Falls membatalkan kerja samanya dengan Baron Aideos adalah Nona Aquila." "Nona Aquila menolak untuk berinvestasi kalau Viscount Falls masih bekerja sama dengan Baron Aideos. Ini yang menyebabkan Viscount Falls memutus kerja sama secara sepihak." Lanjut Rose. "Alasan Nona Aquila berbuat demikian sungguh kekanakan, itu karena ia tidak menyukai a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
17
DMCA.com Protection Status